[Parenting School VIII] : Segelas Susu Panas Mengantarkan Sukses Anak-anak

» » [Parenting School VIII] : Segelas Susu Panas Mengantarkan Sukses Anak-anak

Sudah menjadi tekad bahwa para orang tua juga harus sekolah. Karena prinsip keterpaduan dalam Sekolah Islam Terpadu termasuk didalamnya adanya keterpaduan pendidikan antara sekolah dan rumah. Jangan sampai ada kontradiksi antara ustadz-ustadzah di sekolah dan orang tua di rumah. Sehingga Sekolah Orang Tua akan menghadirkan para orang tua sukses mendidik putra-putrinya yang patut dibagikan pengalaman kepada para orang tua wali dan ustadz-ustadzah.

Kali ini, menghadirkan Ibu Hj. Sri Muslimatun, M. Kes. Bagi kalangan ibu-ibu, ibu satu ini pasti banyak dikenal. Bu Muslimatun adalah pimpinan Rumah Bersalin Sakina Idaman. Beliau adalah ibu dari 3 putra. Dua putra kandung dan seorang putri asuhnya. Kedua putranya seorang dokter. Putra pertama seorang dokter Spesialis Anak. Yang kedua seorang dokter umum. Bersuamikan Pak Damanhuriyang sekarang menjabat sebagai lurah di Sinduadi Mlati.

Menurut beliau, kebiasaan adalah kegiatan yang dilakukan berulang sama persis atau mirip. Karena berulangnya jadilah kebiasaan. Lama kelamaan akan membentuk karakter pada diri seseorang. Begitu, beliau mengawali dalam membagi pengalamannya mendidik kedua anaknya.

Beliau merupakan anak ke 10 dari 11 bersaudara. Yang sudah hidup menjadi anak yatim sejak kecil. Sehingga kehidupan yang penuh keprihatinan ditempuhnya sejak kecil. Pun setelah nikah dengan suaminya, pak Damanhuri. Termasuk sewaktu hamil anak pertama, pak Damanhuri melakukan ibadah (meski tidak ada tuntunannya) yaitu puasa selama 40 hari. Hanya dengan maksud agar keturunannya harus lebih baik dari kondisinya sekarang. Sebenarnya pendidikan yang diterapkan kepada kedua putra beliau sederhana saja. Cuma ada kebiasaan yang menarik selalu dilakukan sejak kecil. Bahkan hingga sekarang kedua putranya sudah menikah. Kebiasaan itu adalah, bu Muslimatun selalu membangunkan kedua anaknya untuk sholat Tahajud dengan segelas air Susu Panas. Sehingga sempat agak diprotes putra keduanya sewaktu anak pertama sudah beristri, bu Muslimatun masih saja membangunkan dengan segelas air Susu Panas. Sekaligus menantunya juga.

Rupanya kebiasaan ini melekat kuat di keluarga bu Muslimatun. Sewaktu putranya belajar di Eropa, bu Muslimatun masih saja membangunkan untuk Tahajud. Di seberang sana, putranya sudah bangun meski tanpa Susu Panas. Saat ada acara Talkshow yang mengundang putranya di sebuah stasiun radio, putranya ditanya "Kenikmatan apa yang paling nikmat dirasakan hingga saat ini di usia 24 tahun?", putranya menjawab "Saat dibangunkan dengan segelas Susu Panas"

Beberapa nilai yang diterapkan bu Muslimatun dalam mendidik anaknya :

a. Anak akan mudah sekali melakukan apa yang ia lihat bukan yang ia dengar. Dibuktikan dengan keduanya anaknya yang berprofesi menjadi dokter. Karena dari kecil selalu melihat aktivitas ibunya yang melakukan pelayanan pada ibu melahirkan. Bahkan anaknya yang kedua berkata "Ma, sudahlah nanti aku akan gantikan Mama"

b. Tidak ada Anak yang Nakal. Beri cukup 'Kesejahteraan' pada anak. Dengan memberikan pendampingan dan kepedulian dengan aktivitasnya terutama sekolah. Putra pertamanya dulu sempat dikatakan nakal oleh guru dan teman-temannya atas kelakukan yang ditunjukannya. Bahkan sempat dibawa ke psikolog anak untuk mencari tahu penyembuhannya. Ternyata, selama ini anaknya merasa kurang diperhatikan dikarenakan sibuknya aktivitas beliau. Begitu didampingi, bahkan saat mengikuti lomba pidato tingkat propinsi bisa juara. Mulai tumbuhlah eksistensinya. Percaya diri muncul, mulailah berubah sikapnya lebih 'menep', bijak dan tidak 'liar' lagi.

c. Berilah Peringantan bukan Larangan. Terlalu banyak melarang akan membuat anak menjadi takut untuk mencoba. Sedikit-sedikit takut salah. Takut gagal. Berilah pemahaman bahwa hal yang buruk akan dirasakan jika dilakukan, sehingga memunculkan sikap kehati-hatian dalam berbuat.

d. Marahlah dengan Bijak bukan untuk Pelampiasan. Anak yang dibentuk selalu dengan kelembutan terkadang membuat manja. Tidak mandiri dan kurang percaya diri jika harus tampil. Marah bisa jadi sebagai pemerkaya emosi anak, sehingga jika menghadapi kondisi serupa tidak kaget.

Share

You may also like

Tidak ada komentar