Mabit Ustadz-ustadzah

» » » Mabit Ustadz-ustadzah

Sebagai guru pastilah harus selalu menambang ilmu agar selalu bisa berperan maksimal menjadi seorang pendamping dan pembelajar bersama siswa-siswanya. Selain training, di SDIT Alam ada forum spesial untuk ustadz-ustadzah agar pemahaman dan ketrampilan bisa terupgrade dengan baik. Jika training sebagai forum untuk meningkatkan kompetensi dan skill. Nah, ada forum lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas ruhiyah.  Mabit namanya. Malam Bina Iman dan Taqwa.

Alhamdulillah Mabit perdana di semester genap ini berlangsung di hari Jum'at 21 Januari 2011. Menu acaranya, yang pertama adalah bedah buku. Dimulai setelah sholat Maghrib, ust. Budi Suprayitno membedah buku berjudul Aku Wariskan Moral Bagi Anakku karya Ust. Miftahul Jinan.

Buku ini membahas tentang pentingnya pendidikan moral bagi anak didik di tengah masih banyaknya sekolah yang masih saja mementingkan nilai ketimbang moral. Diawali dengan ilustrasi sebuah kisah seorang siswi yang termasuk rajin namun pada saat Ujian Akhir tidak lulus disebabkan nilai mata pelajaran Matematika jauh di bawah standar kelulusan. Namun, siswi tadi bukannya larut dalam kesedihan dan hanyut dalam keputusasaan. Justru, siswi tadi tetap menyikapi hasil ujian tadi dengan ketegaran. Memandang bahwa masa depannya tidak mutlak ditentukan oleh hasil ujian. Sangat kontras dibandingkan dengan pemandangan yang selama ini kita lihat saat pengumuman kelulusan. Betapa  banyak anak histeris sampai pingsan atas ketidaklulusannya. Apa yang menyebabkan ketegaran si siswi tadi ? Apakah sebuah kebetulan ? memang bakat ? Ataukah memang sejak dini si siswi tadi sudah dibiasakan dengan sentuhan pendidikan moral ?

Ternyata, moral-lah yang sangat berperan menentukan keberhasilan pendidikan yang secara nasional memang untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Bukan kecerdasan semata. Sudah nyata di depan kita, siapa sebenarnya orang-orang yang merusak negeri ini dengan tindakan korupsi. Bukankah mereka orang-orang yang cerdas tapi amoral?

Buku ini memuat tahapan perkembangan moral bagi anak, tahap itu adalah :

1.    Attachment (usia 0-2 tahun)
2.    Kemandirian dan Percaya Diri (usia 2-4 tahun)
3.    Otoritas (usia 4-6 tahun dan 6-8 tahun)
4.    Moralitas Teman Sebaya (usia 8-14 tahun)
5.    Moralitas Sosial (usia 14-20 tahun)
6.    Moralitas objective dan Hati Nurani (usia 20 tahun hingga dewasa)

Tahap perkembangan itu menentukan warna pendidikan yang harus diberikan kepada si anak.Selesai bedah buku dilanjutkan dengan acara Kado Silang. Ternyata, acara ini terkesan sederhana namun cukup mengena. Tiap ustadz-ustadzah diminta membuat kado seharga Rp. 5000 kemudian dibungkus dengan kertas koran. Mulailah kado ditukar. Macem-macem yang dapat. Ada yang dapat sisir, bros, bunga, sandal dan lain-lain.Setelah sholat 'Isya dan makan malam, acara dilanjut dengan forum penyegaran tentang konsep alam. Sebagai pembicaranya adalah Dr.rer.nat. Muhammad Farchani Rosyid, beliau merupakan 'ideolog' sekolah alamnya SDIT Alam Nurul Islam. Banyak pemikiran-pemikirannya yang menginspirasi dan turut membangun konsep alam di SDIT Alam. Beliau mengawali dengan tayangan-tayangan kemajuan sains dan teknologi yang sekarang terjadi. Semuanya masih barat yang menjadi pelakunya. Mereka sangat cepat iri jika melihat adanya kemajuan Saintek negara lain. Sebagai contoh, Amerika sangat gerah melihat Soviet yang sudah berhasil meluncurkan pesawat luar angkasa Sputnik. Melihat ketertinggalan itu, Amerika kemudian merombak pola pendidikan Sainsnya dari jenjang terendah hingga tertinggi. Namun, bertolak belakang yang terjadi di negeri ini. Isu-isu besar ketertinggalan Sainstek oleh pemerintah hanya direspon melalui UAN, UASBN, sertifikasi, RSBI, yang esensinya hanya formalitas semata. Beliau termasuk yang sering menjadi juri Olimpiade Fisika baik tingkat Asia maupun Internasional. Berulang kali beliau menegaskan. Negara-negara Amerika, Jepang, Jerman, dan beberapa negara maju lain meski ikut tapi jarang kita dengar mereka juara.  Yang selalu juara pasti negara-negara berkembang di Asia termasuk Indonesia. Tapi cobalah tengok dari awal, siapa saja para penerima Nobel? tak satupun dari mereka pernah menang Olimpiade Internasional. Artinya selama ini Olimpiade itu kembali lagi hanya sebatas formalitas semata. Bukan membentuk manusia yang haus ingin tahu akan ilmu, peneliti.

Kritik lain dari beliau, selama ini sekolah kita hanya berorientasi pada isi bukan kapasitas siswa. Lihat saja banyak mata pelajaran dipaksajejalkan di jenjang pendidikan yang masih rendah. Tanpa diasah seberapa dalam kapasitasnya. Kapasitas disini adalah rasa ingin tahu, semangat mengeksplorasi, tak kenal menyerah, gila baca dan lain-lain. Bukan banyaknya berapa istilah ilmu yang dihafal tanpa tahu benar apa maksudnya.

Beliau memberikan rambu-rambu pembelajaran. Bahwa selama ini kita menyampaikan IPS, IPA dan Matematika hanya sebagai mata pelajaran saja. Bukan sebagai suatu ilmu yang menyatu dengan kehidupan ini. Terlihat dengan topik pembicaraan pada bidang tersebut dilepaskan dengan kehidupan nyata.

Untuk IPS, sebagai contoh Sejarah. Selama ini anak-anak hanya dijadikan sebagai mesin penghafal informasi. Padahal Sejarah itu hakikatnya adalah hasil interpretasi seorang peneliti sejarah tentang obyek sejarah. Sehingga siswa hanya menghafal hasil investigasi seorang sejarawan atau bahkan mempelajari sejarawan itu sendiri. Harusnya, kita ajak siswa melihat dan mengamati obyek sejarah langsung dengan alat indra mereka. Pancing mereka dengan umpan yang akan menarik keingintahuan. Sehingga mereka haus ingin tahu dan mengeksplorasi obyek tersebut. Pastilah akan banyak hal yang akan ditemukan. Jadi, belajar sejarah sama dengan menjadi detektif.

Untuk IPA. Hakikatnya, jika berbicara IPA itu mencakup 4 hal yang tidak akan terlepas satu dengan yang lain. Fakta Sains, Sikap Sains, Proses Sains dan Produk Sains. Kebanyakan yang terjadi hanya fakta sains yang dijadikan sebagai obyek pembelajaran. Kembali lagi siswa dijadikan sebagai mesin penghafal fakta-fakta Sains. Padahal perkembangan Sains sangatlah pesat. Sudah tentu fakta-fakta itu dengan cepatnya akan usang. Selain itu anak juga harus mempunyai sikap Sains, ingin tahu eksplorasi, tidak cepat puas. dari belajar Sains anak sangat sayang lingkungan dan makhluk lainnya. Menciptakan kelestarian bukan eksploitasi tanpa batas.

Untuk Matematika. Matematika adalah merupakan bahasa praktis pemecahan masalah kehidupan. Bayangkan jika beli 45 apel ditambah 34 mangga, cukup ringkasnya ditulis dengan 45+34=79. Sehingga pembelajaran Matematika harus menyatu dengan persoalan kehidupan. Jika menghitung luas, langsung menghitung kamar, kain atau lapangan. Tidak semata yang ada di gambar saja. Ternyata untuk Matematika itu tidak mengenal usia. Artinya di usia manapun orang akan mampu menguasainya. Sebagai contoh, Gauss menemukan deret aritmetikanya saat usia 7 tahun, usia yang sangat muda. Einstein belajar Matematika di saat ia butuh alat persamaan untuk menguak keingintahuannya.

Di akhir sesi, ust. Rasyid memberikan nasehat dalam memotivasi anak. Selama ini jika kita bertanya tentang cita-cita anak itu judulnya adalah "Mau jadi apa (Want to be)", bukannya "Mau melakukan apa (Want to do)". Padahal keduanya sangatlah lain. Cobalah tengok, apakah cita-cita Thomas A Edison, tidak pernah terucap olehnya ingin terkenal, atau pembuat bola lampu. Tapi cita-citanya adalah ingin membuat dunia terang jika malam. Apakah cita-cita nya Einstein, ternyata dia ingin menguak rahasia alam semesta ini, meski ia hanya seorang karyawan pencatat hak paten saja. Terkadang pertanyaan yang tidak pas mengakibatkan obsesi yang tidak pas juga. Jika kita tanya "Mau jadi apa kamu ?" dijawab "Dokter", nah setelah jadi dokter apa yang akan dilakukan, apakah hanya akan memeriksa orang sakit saja. Sungguh sangat rugi jika kita mempunyai anak yang jenius "hanya" semata ingin memeriksa orang sakit saja, padahal jika lebih diasah dan dimotivasi bisa menjadi orang yang memberikan manfaat yang besar untuk kehidupan di dunia ini.

Share

You may also like

3 komentar

Les Oline mengatakan...

This site appears to recieve a great deal of visitors. How do you promote it? It offers a nice unique spin on things. I guess having something useful or substantial to post about is the most important factor.

Bethany Conover mengatakan...

This post seems to get a large ammount of visitors. How do you promote it? It offers a nice individual spin on things. I guess having something real or substantial to say is the most important thing.

World of Warcraft Guides mengatakan...

Wow, this is very fun to read. Have you ever considered submitting articles to magazines?