Oktober 2019

    Resume KulWap : Pendidikan Berbasis Bakat Model ABhome


    Salam kenal Bapak dan Ibu semua, saya bu Diena Syarifa panggil saja saya bu Dina. Saat ini saya menggawangi ABhome sebuah Lembaga non formal dalam bentuk PKBM. Salah satu program yang akan saya kupas di sesi ini adalah SMA Homeschooling ABhome yang angkatan pertamanya tahun 2015. 
    Oh ya, Bpk dan Ibu sudah membaca CV saya ya? Dan sudah membaca singkat materi tentang bagaimana merancang aktivitas untuk anak SMP dan SMA. 
    ABhome intents mendampingi anak-anak SMA dalam balutan kurikulum khas anak muda dg komponen 40% akademik dan 60% talent base project.
    Tujuan dari 40% akademik bukan sekedar gugur kewajiban UN namun lebih kepada menyiapkan anak ke jenjang pendidikan berikutnya bagi yang akan menempuh jalur karir akademik. 
    Sedangkan 60% talent base project bertujuan sebagai media menemukan jati diri anak mengenal dirinya secara utuh, mengenal “what he loves” lalu meningkatkan ke level “what you are good at” . 
    Sesungguhnya mengenal diri itu lebih penting sebelum menghasilkan karya. Anak tidak akan kreatif jika tidak selesai dengan dirinya. Bibit2 kreatifnya tertutup dengan masalah dirinya. Setelah kreatif baru anak akan inovatif. 
    Dengan tuntas menemukan diri melalui  project berbasis talent inilah anak2 akan menentukan karirnya. Anak kategori apapun, baik yang doyan akademik maupun yang dijudgment tidak doyan akademik. 
    Karena itu ABhome tidak menspesifikkan anak akademik atau tidak, tidak menjuruskan menjadi sosok sesuatu. 
    ABhome menerima segala jurusan bakat. 
    Anak harus menjadi dirinya sendiri. Setiap anak memiliki karir terbaik sesuai potensinya. Jalur karir di ABhome dikenalkan melalui tiga jalur:

    1. Jalur akademik – kuliah, jika anak meyakini potensinya akan terasah dengan maestro yang adanya di kampus
    2. Jalur entrepreneur – melanjutkan usaha keluarga jika meyakini potensinya lebih terasah dengan melanjutkan usaha keluarga didampingi maestro-maestro bisnis atau membuka usaha mandiri
    3. Jalur professional – jika meyakini potensinya lebih optimal diasah dalam bentuk mengikuti jalur sertifikasi keahlian, workshop bersertifikat, portofolio dan magang learn to maestro.
    Alhamdulilah ABhome sudah meluluskan dua angkatan dan ketiga jalur karir di atas sedang ada yang menekuninya baik di kampus sebagai mahasiswa (PTN, PTS, dalam dan luar negeri), ada yang sedang meneruskan bisnis keluarga dan ada yang menempuh jalur professional. 
    Semuanya tergali melalui resep 60% talent base project dan 40% akademik.

    Pertanyaan Pertama : 
    Saya bu Vera, dengan 3 amanah/putra di SD kls 2, SMP kls 1 dan SMA kls 2...kalau pemateri sebelumnya kita diminta observasi antusias anak, kalau bu Dina dengan mengenal dirinya...bagaimanakah cara kita sebagai ortu membantu anak mengenal dirinya dan permasalahannya...yg jelas selalu ada masalah di setiap jenjangnya

    Jawaban : 
    Bu Vera, berikut urutan tugas ortu dlm tahapan obervasi potensi diri anak. Tahapan observasi potensi anak sesuai usia sebagai berikut :
    Usia 0 – 6th : di usia ini bakat anak nampak terlihat dalam 2 kelompok : unik fisik dan unik sifat
    Usia 6 – 10th   : di usia ini anak harus mulai disadarkan akan potensi yang dimilikinya
    Usia 10 – 14th : di usia ini anak harus mulai menguji potensi/eksistensi dirinya dalam bentuk aktivitas beragam yang produktif di luar rumah dalam bentuk magang, ekspedisi, live in, learn to Maestro
    Usia 14 – 17th: di usia ini anak harus mulai sadar menajamkan potensi dalam bentuk Talents based Project sebagai deteksi awal karirnya
    Usia 18th keatas : di usia ini anak harus mantap dengan potensi yang dimilikinya dikaitkan dengan karir
    Maka tugas ortu adalah mencari cara bagaimana secepat mungkin mengenal unik fisik dan unik sifat anak. Gunakan tools , konsep apa saja terserah. Yang penting dapat berlanjut untuk mendampingi anak sampai baligh Setelah paham unik fisik dan unik sifat anak, segera sadarkan ke anak tentang keunikannya itu. Sehingga anak mulai utuh konsep dirinya.

    “Kamu hebat banget olah tubuhmu”

    “Kamu keren bisa menanam aneka rupa tanaman, tak satupun mati klo kamu yg nanam”

    Dst

    Setelah anak punya konsep diri tentang dirinya yang kata ortu keren di sini, keren disana itu. Ujilah potensi diri anak tersebut di luar rumah. Temukan guru, coach supaya makin paham keberminatannya di bidang apa dan dimana peran keberbakatannya di bidang tersebut. Lanjutkan di masa SMA dengan menajamkan yang benar-benar dia minati dan bakat.
    Loves and good at = passion
    Siap memilik karir , memilih jurusan tanpa galau
     -selesai-

    Pertanyaan Kedua :
    Assalamualaikum w w
    Perkenalkan saya Akbar, ayah dari mas Agha - 4A. 
    Apakah bisa menerapkan konsep AB Home di usia setingkat SMP? 
    Jika bisa, apa yang perlu dipersiapkan di masa usia SD nya? Sebagaimana kita ketahui bahwa anak sekarang balighnya jauh lebih cepat dari aqilnya. Dan masa krisisnya dimulai di usia SMP. 
    Terimakasih

    Jawaban :
    Bisa pak untuk anak SMP. Konsep ABhome 40% akademik-cukup persiapkan anak cakap akademik untuk persiapan kelanjutan ke level selanjutnya. Fokus ke mapel yang UN saja, seting targetnya ssesuai kemampuan anak, sadarkan anak ada batas minimum kelulusan kalau mau dapat ijazah. Kejar seperlunya.
    60% talent based project seusia SMP adalah jelajah potensi keberminatan. Ujilah apa-apa yang disukai/diminati anak dalam bentuk project magang, project live in, project backpacker jelajah nusantara menuju obyek yang diminati. Misal minat bidang A-percetakan, B-peternakan, C-kuliner , cobakan saja semua. Anak-anak SMP sangat moody, justru ujikan di  banyak bidang. Makin sering dilepas lalu diajak diskusi mendalam refleksi dan evaluasi maka akan cepat matang. Anak SMP perlu guru yang berperan sebagi mentor dan guru yang berperan sebagai coach.
    Guru bukan hanya guru sekolah. Siapa saja yang level knowledge , skill, Emosionalnya lebih dari anak
    Model pendidikan indonesia sudah jamak menghasilkan baligh lebih duluan daripada aqil karena model pembelajarannya “mengurung” potensi, bukan “menguji” potensi keluar. Ortu harus berani melepas anak. Itu yg dibutuhkan anak SMP. -selesai-

    Pertanyaan Ketiga :
    Assalamualaikum Bu Dina, perkenalkan Saya Nining, ibu dari 4 anak.
    Anak saya yg pertama SMA kelas 10. Masuk di sekolah swasta dengan harapan bisa mengasah skill bidang bola, ternyata teman-temannya yang ikut dalam kelas KKO masih baru semua, sehingga dia merasa tidak mendapat peningkatan. 1 minggu awal  masuk sekolah, Dia banting setir untuk mencari sekolah baru agar tetap bisa main bola dan mengejar akademik. Saya melihat dia belum menentukan pilihan hidupnya. Bagaimana sebaiknya Kami bersikap.

    Jawaban :
    Kalau sudah kelas 10 anak sudah bisa diajak diskusi mendalam bu. Tanyakan “what you loves” kalau jawabnya bola, tanyakan mau jadi pemain bola, manager bola, designer baju bola, pembuat game bola, pelatih bola atau apanya?
    Kalau jawab pemain bola, tanyakan pemain tingkat apa? tingkat RT? tingkat propinsi, tingkat Indonesia, asia atau dunia?
    Tawarkan ikut club profesional. Kalau makin bagus dan happy naikkan level clubnya. Magangkan di club bola di Jakarta. Susunlah jejak protofolionya sehingga layak diterima jadi pemain atau magang di club sebagai asisten lapangan. Biarkan anak mengenal lebih dalam.
    Syaratnya ortu harus ikhlas dan yakin kalau bola itu jalan suksesnya anak tersebut. Kalau ortu masih ragu atau galau maka anak melangkah ikut club atau dilatih orang hebat manapun agak berat jalannya karena ortu belum ridho sepenuhnya.
    Ajaklah anak kunjungan ke markas club-club hebat, ketemukan dengan maestro atau pemain bola yang keren.
    Jangan pesimis serasa jauh dulu ya...
    Saya mengalami itu di anak kedua saya yang Allah hadirkan guru dan kesempatan terbaik bisa magang di peternakan Sapi di New Zealand dengan portofolionya. Saya tidak ada channel apapun.
    Tugas kita menyiapkan anak pantas dan layak disandingkan dengan maestro. Jika Anak siap, inshaAllah guru akan hadir. -selesai-

    Konfirmasi :
    Bagaimana dengan saat yg masih sekolah. Apakah perlu di lepas juga ?

    Jawaban :
    Kalau sudah menunjukkan progress yang bagus dan 4E: anak enjoy, anak easy -dilatih dikit langsung OK, anak excellent- lihat outputnya tanyakan pelatih, anak earn - memberi manfaat buat dirinya meski belum menghasilkan uang...
    Maka jadikan mengolah potensi main bola itu sebagai talent based project anak. Diskusikan dengan anak baik-baik. Apakah perlu sekolah formal atau ambil non formal. Jangan takut dengan non formal paket C. Saya punya murid dengan ijazah paket C nya bisa kuliah dimanapun (kalau memang mau kuliah).
    Carilah sekolah yang fleksibel dan memahami talent based project....hee ini ABhome ya🙈
    Anak saya magang 6 bulan di New Zealand balik ke Bogor ya tetap bisa UAS, tetap naik kelas, inshaAllah UN paket C ya bisa sajalah meskipun nilainya mungkin tak tinggi.
    Tapi portofolionya jauh lebih menjanjikan daripada raport atau ijazah.
    Cek dan browsing dengan anak sekolah-sekolah bola. Kelas 10 masanya anak dilepas ke seluruh penjuru dunia. -selesai-

    Pertanyan Keempat :
    Assalamu'alaikum bu dina
    Saya pandan, ibu dari 3 anak
    Yang mau saya tanyakan kalau minat anak sejauh ini ke keorganisasian bagaimana njih?
    terima kasih

    Jawaban :
    Selain keorganisasian di sekolah spt pamuka, OSIS anak. Ikutkan banyak komunitas sesuai bidang minatnya bu, misalnya minatnya bidang memasak, ikutkan komunitas coklat, komunitas kuliner tradisional. Nah di komunitas itu anak yang suka organisasi pastinya otomatis ambil peran. Networkingnya akan luas. Tambahkan skill keorganisasian seperti public speaking, EQS, ikutkan lembaga voluntering., tambahkan kemampuan bahasa asingnya. 
    Klo sdh usia 15th coba tes TM nya, dimana spesifik peran keorganisasiannya apakah dlm hal perencanaan, apakah sbg humas, apakah sbg diplomat dll -selesai-

    Pertanyaan Kelima :
    Assalamualaikum wr wb .perkanalkan saya Naning. Nah, jika kebetulan anak kita tidak bersekolah di sekolah dengan basis talent basic projcet. Yang bisa dilakukan ortu apa ya Bu Dina? Karena tidak semua ortu punya kemampuan membuat project yg bisa mengembangkan bakat anak.

    Jawaban :
    Sejatinya ketika Allah menitipkan anak dengan model X pada kita itu berarti Allah memberi bekal ilmu untuk model X pula. Hanya kita tidak yakin dengan itu. Yang pertama harus yakin dulu pasti bisa, lalu carilah partner sebagai tambahan mendampingi anak.
    Partner bisa sekolah, bisa non sekolah. Siapa saja. Ikutlah komunitas keuarga yang banyak melatihkan kemampuan ortu merancang aktivitas mandiri, ikutlah workshop , training dll yang pelan tapi pasti akan menyingkap potensi Ibu dan Bapak dalam mendampingi anak model x tersebut.
    Yakinlah pasti ada guru, teman untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Apalagi kalau anak sudah klik, dan merasa ortunya sangat support maka anak akan lincah mencari guru sendiri . Internet bisa sebagai akses mencari guru. Ortu tak akan repot lagi, hanya perlu mengarahkan saja. Kepercayaan diri anak seiring support dan trusted ortu pada anak akan menuntun kemandirian anak .
    Anak dewasa sekali , bisa merancang sendiri aktivitasnya.
    Begitu bu yang saya alami dengan ortu-ortu ABhome yang sebagian besar galau antara tidak mau sekolah formal dengan HS mandiri yang belum bisa.
    Namun ketika ortu-ortu berkumpul dalam wadah bersama, dan diarahkan sedikit mereka yakin bisa. Ternyata berefek ke anak-anak yg langsung seperti akselerasi bisa merancang aktivitas mandiri. -selesai-

    Baik, Alhamdulillah, pertanyaan terakhir sudah dijawab oleh bu Diena. Mohon maaf sebelumnya jika selesainya melebihi waktu yang sudah ditentukan. Sekali lagi kami sampaikan banyak terima kasih, Jazaakumullah khairan katsira kepada bu Diena yang sudah bersedia membersamai kita malam ini.
    Semoga sharing dari bu Diena ini jadi inspirasi kuat bagi kita para orang tua untuk lebih yakin lagi menemukan bakat anak-anak kita sehingga mereka mampu menemukan misi yang sudah Allah titipkan sejak lahir

    Resume KulWap : Pendidikan Berbasis Bakat (SMX Salam Bogor)


    Mengapa topik tentang Pendidikan Berbasis Bakat ini kita ambil ? Ini masih selaras dengan tujuan Pendidikan Berbasis Fitrah. Yaitu muara supaya saat anak-anak kita saat mencapai baligh bareng dengan aqilnya. Salah satu komponen untuk menuju aqil baligh adalah variabel bakat. SMX dan ABhome kita pilih sebagai model pendidikan karena sebagai hasil eksperimen penerapan Talents Mapping dalam pendidikan. Kalo kita amati dari 2 model itu akan kita temui 3 program : MAGANG, BACKPACKER dan PROJECT. Yang itu sulit sekali kita dapat di sekolah formal. Padahal 3 program itu yang dilakukan Rasulullah SAW saat menginjak usia 12 tahun

    SMX merupakan sekolah lanjutan setingkat SMA. SMX merupakan sekolah non-formal (PKBM) yang menyelenggarakan pendidikan mendampingi setiap siswa membuat karya 'gue banget' dan tentunya bermanfaat bagi orang lain. "gue banget" nya disini mengandung pengertian kepada talents / potensi kekuatan setiap anak. Karya yang dimaksud adalah stimulus dari pembelajaran terstruktur dimana pendekatannya adalah menyiapkan anak-anak muda berbakat menjadi wirausahawan hijau (ecopreneurs) yang tangguh.

    Bismillah, Assalamualaykum, Pak Okwan, Ustadz Arif
    Saya Ewing, orang tua Odiy 3 Bintang

    Terkait SMX, saya terpaku pada keyword #ecopreneur #wirausahawan hijau. Kenapa sebagai sebuah sekolah alternatif--yang mewadahi talents anak-anak yang tidak berskolah formal--menjadikan keyword itu sebagai alur utamanya. Apakah tidak memungkinkan terwadahinya anak-anak dengan passion sains-tek, atau interes pada religi, sosial-kemasyarakatan? Jazakumullah khayr...

    Baik. betul, SMX hadir dari keresahan melihat anak-anak muda yang gak cocok dengan model sekolah mainstream (atau kami menyebutnya, anak-anak yang bakat akademiknya tidak dominan).  kemudian resah dengan anak-anak muda yang tidak percaya diri karena kurang ruang ekspresi dan apresiasi, serta anak muda yang tidak mandiri karena belum terasah potensi (belum terstimulus).  Tapi tidak pula menutup kemungkinan bagi anak-anak yang dominan bakat akademik atau bidang lain. Kata kuncinya lebih kepada, kita mendampingi anak-anak untuk bisa membuat sesuatu (young makers). Proses pendampingan pada SMX sejatinya merupakan rangkaian benang merah proses pendidikan yang dilakukan di Sekolah Alam Bogor. Setiap jenjang pendidikan memiliki tema masing-masing (core). Pada jenjang Pra sekolah core-nya nurturing character (menumbuhkan pembiasaa-pembiasaan baik). Pada jenjang SD core-nya Learn in their own way (eksplorasi minat), Pada jenjang SM core-nya self discovery. Dimana anak-anak paham akan potensi kekuatan dan keterbatasan dirinya. Nah di jenjang SMX, core-nya young makers dimana proses dari talents to strengths, dari bakat menjadi kekuatan. Hijau itu identik banget dengan eco. Baik, hijau di sini dimaksudkan lebih kepada nilai-nilai yang menjadi dasar dalam menjalankan bisnisnya atau karya yang dijalani. nilai-nilai itu adalah: green, fair, and local. green disini dimaksudkan kepada sustainabel/keberlanjutan, fair terhadap lingkungan, serta mengangkat potensi lokal. Nah, saya terlewat mengenai kata X pada SMX. X disini bisa diartikan 10. yaitu kelas 10 (lanjutan dari kelas 9/SMP), X disini bisa diartikan sebagai Xpand. dimana anak-anak akan mengembangkan karya-karyanya sesuai dengan potensi unik masing-masing (young makers).

     Assalamualaikum w w. Saya Akbar, wali Nuris dari mas Agha- 4A.
    Kami termasuk yang "gak sabar" menunggu sampai anak masuk usia SMA, karena perkembangan anak saat ini jauh lebih cepat terutama dari sisi biologis / balighnya. Namun kebanyakan perkembangan aqilnya terlambat. Sehingga akan menjadi permasalahan serius ke depan bagi anak ketika dia dewasa. Pertanyaan saya kenapa SMX dibuat untuk anak setingkat SMA? Apakah memungkinkan jika diterapkan pada anak setingkat SMP? Terimakasih 

    Betul pak, kecendrungan anak-anak saat ini jauh lebih cepat balighnya dan tidak diikuti dengan perkembangan aqilnya. Penyebabnya lebih kepada stimulus faktor lingkungan (pertemanan maupun tontonan). Baik, berdasarkan eksperiment kami di Sekolah Alam Bogor (Salam Bogor), jawabnya tidak pak. Karena kita juga harus memperhatikan dari sisi tumbuh kembang anak. Kematangan secara fisik dan emosi.  Rentang usia 9 - 14 tahun, kebutuhan dan challenge kepada anaknya lebih kepada sesuatu yang sederhana dan menyenangkan, mudah dan menantang. Dan ini implikasinya kepada durasi. Dimana anak2 usia ini (usia SMP) endurance / konsistensi terhadap kegiatan tertentu masih rendah. cepet bosenan. Masih agak sulit menerima masukan,  sehingga kita akan kesulitan pada saat melakukan coaching terhadap project tertentu karena terkendala di kematangan berfikir tadi.

    Assalamu'alaikum ww Perkenalkan,  saya Atik,  ibunya Azka (5C) dan Ilmi (4A). Membaca prolog tentang SMX,  saya tertarik dengan salah satu outcome SMX,  membangun profile siswa yang ber-mindset entrepreneur. Yang ingin saya tanyakan,  apakah mungkin profil ini ditumbuhkan sejak dini,  usia SD. Bagaimana cara yang ideal melakukannya? di Nuris memiliki program marketday,  tapi masih sebatas jual beli saja menurut saya, sedangkan entrepreneur menurut saya, lebih luas dari itu, nah mungkin p Okwan bisa memberikan gambaran. Terimakasih, Wassalamu'alaikum ww.

    Sangat bisa bu, dan kebutuhannya memang seperti itu. sesuai dengan proses tumbuh kembang anak. terkadang kita selalu membranding bahwa enterpreneur adalah branding tentang sebuah ketekunan, membentuk mentalitas dan daya juang yang tinggi. Nah, untuk membentuk itu, tentu kita stimulus dari awal dari kegiatan-kegiatan yang sangat sederhana. Poin pentingnya adalah bukan menjadikan anak menjadi enterpreneur, tapi lebih kepada transfer spirit jiwa enterpreneurnya. Untuk anak-anak usia TK atau SD, salah satu media pembentukan jiwa enterpreneur itu adalah dengan market day. Dimana anak-anak akan distimulus lewat ragam kegiatan tersebut, saat market day, anak-anak akan mengalami mulai dari bagaimana menyiapkan barang jualannya, stand/lapak jualannya, mulai diajak menentukan harga. Pada fase TK-SD bahkan SMP, kita sedang membangun mentality dan mindset awalan kepada anak, tentu sesuai dengan kapasitas penerimaan anak-anak. Karena ragam kegiatan yang kita stimuls kepada anak harus memperhatikan fase tumbuh kembangnya.
      
    Bagaimana kita sebagai orangtua,  bisa mengukur / mengevaluasi / mendeteksi,  apakah stimulus yang diberikan itu,  sudah berhasil menstimulasi jiwa entrepreneur si anak?  
    terimakasih pak Okwan atas penjelasannya

    Baik. kata kuncinya adalah menjaga antusias anak. antusias keingin tahuan, antusias untuk dilibatkan, antusias menanti apresiasi/pujian terutama dari ortu. Untuk melihat sejauh mana anak kita berkembang, maka yang perlu kita lakukan adalah melakukan repetisi konten kegitanannya kepada anak. Bisa medianya/kegiaitannya yang kita repetisi (contoh, medianya adalah market day. kita lakukan hal serupa dengan menitip jualkan kue/barang kepada anak kita untuk dijualkan kepada teman-temannya di sekolah). Atau yang kita repetisi adalah kontennya (contoh; kontennya adalah melayani. maka kita repetisi, libatkan anak-anak kita untuk menyiapkan/menyajikan makan malam dimeja makan. Atau minta anak kita untuk mengantarkan makanan ke saudara atau tetangga. Nah, di situ nanti kita amati (observasi) apakah anak kita bisa dan senang melakukanya). Kata kunci yang selanjutnya adalah observasi. lakukan observasi kepada anak kita, observasi yang dimaksud adalah amati perkembangannya. Observasi hanya bisa dilakukan kalau ada interaksi. Jadi, pada saat kita melakukan repetisi kepada anak, kita juga terlibat didalamnya. Membersamai anak.