Februari 2013

    Launching Klub Hobi

    Pagi tadi Klub Hobi SDIT Alam resmi berjalan. Meski belum berjalan semua tapi minat anak-anak untuk mengikuti klub cukup tinggi. Ada yang cuma diikuti 4 anak tapi mereka semua semangat menjalani. Klub yang sudah berjalan adalah : Badminton, Menulis, Adzan, Teater, Sempoa, Mendongeng dan Melukis. Pekan depan menyusul Bela Diri Thifan, Nasyid dan Membatik. Semua klub berjalan di setiap Sabtu jam 07.30 hingga 09.30. Sebagai manajernya adalah ustadz Bintara.


    Sempoa, paling awal memulai. Diikuti oleh siswa kelas kecil. Kerjasama dengan lembaga lain sehingga anak-anak harus registrasi dan dengan tarif yang khusus. Bertempat di kelas 3.


    Badminton, betempat di GOR bersama ustadz Agus. Mayoritas sih siswa putra tapi tidak menutup kemungkinan kalian yang putri bisa gabung.


    Menulis. Tempatnya di ruang kelas 4 A. Dibersamai oleh pak Adam, lengkapnya Zaiyardam Zubir. Beliau adalah dosen sejarah Universitas Andalas yangsedang menempuh S3 di UGM. Selain dosen, beliau juga penulis, tulisannya sudah banyak dibukukan. Beliau juga punya penerbit sendiri, namanya Minangkabau Press.


    Melukis. Bersama mas Randat Pratikwo di ruang kelas 2A. Kebanyakan peserta memang kelas kecil tapi tidak menutup kalian yang kelas besar gabung.


    Mendongeng. Bertempat di 2C dibersamai oleh tak asing lagi dokter dongeng alias ustadz Nur Akhromi. Baru empat peserta masih membuka selebar-lebarnya calon pendongeng ulung.

    teaterTeater. Bersama mbak Riyanti di kelas 4C. Mbak Antik, ini aktif teater sehak SMA. Masih terbuka kuota sebelum kebanyakan. Yang sudah ikut baru yang putri masih terbuka untuk yang putra.

    Parenting School XIX : Menjadi Orang Tua Siswa Sekolah Alam

    Parenting School kali ini sengaja mengangkat topik tentang bagaimana menjadi orang tua siswa di sekolah alam. Meski di setiap awal setiap orang tua yang mendaftarkan putra-putrinya sudah mengadakan MoU dengan sekolah untuk menyepakati konsep dan programnya, namun terkadang di tengah perjalanan sempat terjadi beberapa hal yang berbeda pandangan dalam memahami hasil maupun proses belajar siswa di sekolah alam Nurul Islam. Adanya latar belakang itulah acara parenting school mendatangkan langsung konseptornya. Yaitu DR. M Farchani Rosyid.

    OLYMPUS DIGITAL CAMERABeliau sehari-harinya adalah dosen Fisika UGM. Di awal materi beliau menyampaikan pengalamannya bergabung dengan SDIT Alam. Sepulang dari study S3-nya di Jerman, beliau membawa wawasan baru tentang konsep pendidikan yang sangat berbeda jauh dengan yang dilaksanakan di negeri ini. Sesampainya di Indonesia beliau merasa galau untuk mencarikan sekolah anak-anaknya. Karena belum adanya sekolah yang mempunyai konsep 'membebaskan' bagi anak. Kemudian, pak Rosyid mendapatkan informasi ada sebuah sekolah dengan konsep yang lain.  Yaitu SDIT Alam. Saat itu kondisi SDIT Alam berbeda jauh dengan kondisi sekarang. Dahulu masih ngontrak gedungnya, untuk masuk belum ada jalan hotmix seperti sekarang. Namun tekad pak Rosyid sudah bulat. Setelah berdiskusi dengan kepala sekolah beliau mantap untuk menyekolahkan putrinya di SDIT Alam. Di SDIT Alam, beliau aktif di perkumpulan para orang tua atau dulu sering disebut POMG (kalo sekarang bernama Dewan Kelas). Di forum tersebut pak Rosyid 'vokal' sekali dalam memberikan masukan ide tentang konsep pembelajaran. Karena kevokalannya tersebut bliau terus diminta gabung sekalian di yayasan Nurul Islam. Hingga sekarang.

    OLYMPUS DIGITAL CAMERADi pendahuluannya, pak Rosyid mengupas dahulu bagaimana kondisi pendidikan di tanah air ini. Yang di awal tadi membuatnya galau untuk memasukkan putrinya di sekolah di Indonesia ini. Beberapa kondisi tersebut adalah :

    a.  Pendidikan Masih Investasi Individual. Seharusnya pendidikan itu adalah investasi negara atau umat. Manakala ada anak pinter, cerdas itu yang harus bersyukur semuanya. Bukan hanya keluarganya saja atau malah diri sang cerdas itu sendiri. Negara maju pasti akan menggratiskan biaya didiknya karena mereka sadar jika hasil pendidikan itu akan melahir manusia yang akan cerdas dan mampu untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan bangsa dan negara di masa depan. Tapi lihatlah di negeri ini, pendidikan masih mahal bahkan  dijadikan komoditas politik dan  bisnis semata.

    b. Disorientasi Pendidikan. Isu-isu pendidikan kita dipersempit hanya dengan UASBN, UKK, OSN dll. Bukannya hal tersebut tidak penting. Tetep penting. Hal-hal tersebut dibuat sebenarnya kan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa berhasil proses belajar. Bukan sebagai tujuan. Namun yang terjadi, kesemua itu disikapi sebagai tujuan. Sehingga semua proses pembelajaran muaranya disitu. Sering kita jumpai ada anak sekolah yang pulang larut malam, jika ditanya kenapa sampai malam. Hampir pasti jawabannya karena le ini-les itu. Bimbingan ini-bimbingan itu. Yang lebih dahsyat lagi dimulai semenjak kelas 4 atau 3. Pendidikan hanya untuk orientasi kerja semata. Bahkan dipersempit hanya untuk mendapatkan ijazah. Ijazah menjadi barang berharga di negeri. Ia disikapi bisa menentukan kehidupan masa depan seseorang.

    c. Terus Mengisi Bukan Memperbesar Wadahnya. Sering dijumpai, jika ada orang tua Indonesia yang kebetulan study di luar negeri kemudian sempat menyekolahkan anaknya disana kemudian saat pulang lalu lanjut sekolah di Indonesia, yang terjadi sang anak menjadi anak terbodoh dari semua siswa di kelas. Sebaliknya, jika ada anak Indonesia yang sudah pernah sekolah di Indonesia kemudian lanjut ke sekolah luar negeri, anak tersebut menjadi anak terpandai. Apakah penyebabnya? Unggulkah pendidikan di Indonesia. Jawabannya, karena di Indonesia yang diandalkan adalah isi saja. Anak diibaratkan gelas kosong yang terus diisi dengan berbagai pengetahuan tanpa pernah memperbesar wadahnya. Sehingga anak itu pandai menjawab soal tapi jika diberikan sebuah masalah anak itu jadi mandeg, buntu. Sebaliknya, meski anak pindahan dari luar negeri tidak tangkas menjawab soal-soal karena memang isinya tidak dipenuhi, tapi jika diberikan sebuah permasalahan mereka langsung terampil merumuskan pemecahannya. Karena yang dibentuk di luar negeri adalah memperbesar wadahnya. Wadah itu adalah rasa ingin tahu, suka menyelidiki, kerjasama, mandiri, minat baca, memecahkan masalah . . . Padahal jika kita hanya orientasi mengisi saja, sungguh pengetahuan yang berkembang saat ini sangat jauh lebih banyak dibanding yang menjadi pelajaran di sekolah.

    d. Belajar Masih Berpusat pada Guru. Pembelajaran tidak menstimulasi keingintahuan siswa. Karena sumber kebenaran hanya pada guru. Jika ada siswa yang menggunakan cara berbeda dianggap salah. Guru tidak menghargai setiap hasil usaha dan pemikiran siswa. Guru hanya menghafal cara mengajar dari tahun ke tahun. Padahal kondisi, situasi serta informasi selalu berubah dan berkembang. Jika pembelajaran berpusat pada siswa, setiap jawaban yang dihasilkan dari proses pencarian siswa dihargai. Sehingga  tumbuh percaya diri untuk melanjutkan pembelajaran. Selalu siap sedia dengan tantangan yang diberikan. Guru hanyalah sebagai fasilitator dan motivator suksesnya pembelajaran siswa.

    OLYMPUS DIGITAL CAMERA

    Sekolah Alam hadir untuk menjadi 'antitesa' kondisi pendidikan di negeri yang mayoritas masih seperti di atas. Lalu. bagaimanakah konsep sekolah alam itu ? Menjadi Sekolah Alam harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut :

    1. Menumbuhkan Potensi Fitrah (Akal, Hati, Fisik). Pendidikan di Sekolah Alam adalah yang menyentuh semua aspek manusia. Tidak hanya otaknya saja. Hatinya disentuh supaya sensitif dengan nilai kebenaran. Simpati, empati dan melahirkan tekad kuat untuk mewujudkannya. Fisik dilatih supaya bugar, kuat dan terhindar dari unsur-unsur yang menyebabkan lemah maupun musibah. Misal, taat mengikuti aturan lalu lintas termasuk usaha untuk menghindarkan diri dari musibah, lemah atau sakitnya fisik. Akal disentuh dengan unsur-unsur yang memancing keingintahuan dan membuka logika dan nalar sehingga berpikir menemukan dan memetakan pemecahannya.

    2. Melibatkan dalam Problem Posing dan Problem Solving. Di Sekolah Alam anak dilibatkan langsung dengan masalah tidak hanya menyelesaikan soal. Anak mengalami langsung dengan masalah sehingga mampu memetakan pemecahannya hingga benar-benar melakukan penyelesaiannya. Dengan munculnya masalah bukannya saling menyalahkan yang ada atau saling egois menghindar masalah.

    3. Penguatan dan Penyaluran Rasa Ingin Tahu. Rasa ingin tahu atau bahasa Inggrisnya curious merupakan energi siapapun untuk belajar. Tanpa energi ini, belajar semacam hanya rutinitas dan formalitas. Rasa ingin tahu seperti orang yang haus yang ingin segera mendapatkan air. Ia akan mencari berbagai cara untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi keingintahuannya. Di Sekolah Alam metode pembelajaran diset bukan untuk mematikan keingintahuan. Tapi justru memancing penasaran sehingga anak terus menjalani proses pencarian. Sehingga belajar dirasa sebagai sesuatu yang seru bukan beban yang membosankan.

    4. Meletakkan Segala Hal Sebagai Sumber Pembelajaran. Di Sekolah Alam pembelajarannya tidak dibatasi oleh buku paket. Bahkan, sedikit demi sedikit buku paket dihilangkan. Karena sumber ilmu sebenarnya adalah di alam ini. Makanya kegiatan di luar ruang di optimalkan. Bertemu masyarakat, pencarian di alam, outing ke candi, museum, perguruan tinggi, gunung, laut dll. Panca indera mereka akan merasakan langsung obyek belajar. Menyentuh, mencium, mendengar yang itu semua tidak bisa hanya dengan buku kan.

    5. Menghargai Siswa Adanya. Di Sekolah Alam semua anak tidak dipandang sama, seragam. Tapi mereka masing-masing membawa keunikannya sendiri-sendiri. Sehingga metode pembelajaran direncanakan untuk mengadaptasi potensi mereka. Mereka dipersilahkan menjadi apa yang mereka inginkan. Tidak dibatasi hanya akademik saja. Bukankah kecerdasan itu majemuk.

    6. Memperbesar Wadah/Kapasitas bukan Hanya Mengisi Saja. Di Sekolah Alam dikembangkan ketrampilan belajar seperti membaca, menyelidiki, menyimpulkan, merumuskan masalah, wawancara, presentasi-publikasi, sehingga mereka bilang a-ha, euraka !. Tidak hanya semata hanya mengisi hafalan-hafalan fakta ilmiah semata yang hanya diorientasikan tangkas menjawab soal. Bukan memecahkan masalah, kehidupan . . .

    OLYMPUS DIGITAL CAMERA

    Juara 1 Olimpiade Inggris di UMM, Rafi Menyisihkan 34.129 Peserta

    2013-01-31 14.24.46

    Berangkat dengan tanpa beban, namun pulang dengan prestasi juara1. Itulah yang dialami mas Rafi sewaktu lolos mewakili SDIT Alam Nurul Islam di National English Olympiad Junior High School. Acara itu diselenggarakan oleh American Corner (Amcor) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

    Sebanyak 34.129 siswa SD/MI sederajat dan 28.935 siswa SMP/MTS seluruh Indonesia akhirnya ambil bagian dalam acara ini. Kompetisi melombakan speaking, reading, listening dn general science. Acara dibuka Asisten Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Mrs. Patricia R. Limeri.

    Mas Rafi hanya persiapan selama 2 pekan bersama ustadz Abdullah Imaduddin atau akrab dipanggil dengan ustadz Gusdul. Sebelum terpilih mewakili dari SDIT Alam, ustadz Gusdul sudah melakukan seleksi dahulu. Banyak siswa yang tertarik karena hadiahnya jalan-jalan ke Singapura. Alhamdulillah, impian itu mas Rafi lah yang mendapatkannya. Dan prestasi ini diukir sebagai satu-satunya siswa wakil dari Jogja untuk level kelas 5.

    Dengan prestasi tersebut semoga menjadi magnet bagi teman-teman yang lain untuk mengukir prestasi lainnya.