Parenting School XIX : Menjadi Orang Tua Siswa Sekolah Alam

» » Parenting School XIX : Menjadi Orang Tua Siswa Sekolah Alam

Parenting School kali ini sengaja mengangkat topik tentang bagaimana menjadi orang tua siswa di sekolah alam. Meski di setiap awal setiap orang tua yang mendaftarkan putra-putrinya sudah mengadakan MoU dengan sekolah untuk menyepakati konsep dan programnya, namun terkadang di tengah perjalanan sempat terjadi beberapa hal yang berbeda pandangan dalam memahami hasil maupun proses belajar siswa di sekolah alam Nurul Islam. Adanya latar belakang itulah acara parenting school mendatangkan langsung konseptornya. Yaitu DR. M Farchani Rosyid.

OLYMPUS DIGITAL CAMERABeliau sehari-harinya adalah dosen Fisika UGM. Di awal materi beliau menyampaikan pengalamannya bergabung dengan SDIT Alam. Sepulang dari study S3-nya di Jerman, beliau membawa wawasan baru tentang konsep pendidikan yang sangat berbeda jauh dengan yang dilaksanakan di negeri ini. Sesampainya di Indonesia beliau merasa galau untuk mencarikan sekolah anak-anaknya. Karena belum adanya sekolah yang mempunyai konsep 'membebaskan' bagi anak. Kemudian, pak Rosyid mendapatkan informasi ada sebuah sekolah dengan konsep yang lain.  Yaitu SDIT Alam. Saat itu kondisi SDIT Alam berbeda jauh dengan kondisi sekarang. Dahulu masih ngontrak gedungnya, untuk masuk belum ada jalan hotmix seperti sekarang. Namun tekad pak Rosyid sudah bulat. Setelah berdiskusi dengan kepala sekolah beliau mantap untuk menyekolahkan putrinya di SDIT Alam. Di SDIT Alam, beliau aktif di perkumpulan para orang tua atau dulu sering disebut POMG (kalo sekarang bernama Dewan Kelas). Di forum tersebut pak Rosyid 'vokal' sekali dalam memberikan masukan ide tentang konsep pembelajaran. Karena kevokalannya tersebut bliau terus diminta gabung sekalian di yayasan Nurul Islam. Hingga sekarang.

OLYMPUS DIGITAL CAMERADi pendahuluannya, pak Rosyid mengupas dahulu bagaimana kondisi pendidikan di tanah air ini. Yang di awal tadi membuatnya galau untuk memasukkan putrinya di sekolah di Indonesia ini. Beberapa kondisi tersebut adalah :

a.  Pendidikan Masih Investasi Individual. Seharusnya pendidikan itu adalah investasi negara atau umat. Manakala ada anak pinter, cerdas itu yang harus bersyukur semuanya. Bukan hanya keluarganya saja atau malah diri sang cerdas itu sendiri. Negara maju pasti akan menggratiskan biaya didiknya karena mereka sadar jika hasil pendidikan itu akan melahir manusia yang akan cerdas dan mampu untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan bangsa dan negara di masa depan. Tapi lihatlah di negeri ini, pendidikan masih mahal bahkan  dijadikan komoditas politik dan  bisnis semata.

b. Disorientasi Pendidikan. Isu-isu pendidikan kita dipersempit hanya dengan UASBN, UKK, OSN dll. Bukannya hal tersebut tidak penting. Tetep penting. Hal-hal tersebut dibuat sebenarnya kan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa berhasil proses belajar. Bukan sebagai tujuan. Namun yang terjadi, kesemua itu disikapi sebagai tujuan. Sehingga semua proses pembelajaran muaranya disitu. Sering kita jumpai ada anak sekolah yang pulang larut malam, jika ditanya kenapa sampai malam. Hampir pasti jawabannya karena le ini-les itu. Bimbingan ini-bimbingan itu. Yang lebih dahsyat lagi dimulai semenjak kelas 4 atau 3. Pendidikan hanya untuk orientasi kerja semata. Bahkan dipersempit hanya untuk mendapatkan ijazah. Ijazah menjadi barang berharga di negeri. Ia disikapi bisa menentukan kehidupan masa depan seseorang.

c. Terus Mengisi Bukan Memperbesar Wadahnya. Sering dijumpai, jika ada orang tua Indonesia yang kebetulan study di luar negeri kemudian sempat menyekolahkan anaknya disana kemudian saat pulang lalu lanjut sekolah di Indonesia, yang terjadi sang anak menjadi anak terbodoh dari semua siswa di kelas. Sebaliknya, jika ada anak Indonesia yang sudah pernah sekolah di Indonesia kemudian lanjut ke sekolah luar negeri, anak tersebut menjadi anak terpandai. Apakah penyebabnya? Unggulkah pendidikan di Indonesia. Jawabannya, karena di Indonesia yang diandalkan adalah isi saja. Anak diibaratkan gelas kosong yang terus diisi dengan berbagai pengetahuan tanpa pernah memperbesar wadahnya. Sehingga anak itu pandai menjawab soal tapi jika diberikan sebuah masalah anak itu jadi mandeg, buntu. Sebaliknya, meski anak pindahan dari luar negeri tidak tangkas menjawab soal-soal karena memang isinya tidak dipenuhi, tapi jika diberikan sebuah permasalahan mereka langsung terampil merumuskan pemecahannya. Karena yang dibentuk di luar negeri adalah memperbesar wadahnya. Wadah itu adalah rasa ingin tahu, suka menyelidiki, kerjasama, mandiri, minat baca, memecahkan masalah . . . Padahal jika kita hanya orientasi mengisi saja, sungguh pengetahuan yang berkembang saat ini sangat jauh lebih banyak dibanding yang menjadi pelajaran di sekolah.

d. Belajar Masih Berpusat pada Guru. Pembelajaran tidak menstimulasi keingintahuan siswa. Karena sumber kebenaran hanya pada guru. Jika ada siswa yang menggunakan cara berbeda dianggap salah. Guru tidak menghargai setiap hasil usaha dan pemikiran siswa. Guru hanya menghafal cara mengajar dari tahun ke tahun. Padahal kondisi, situasi serta informasi selalu berubah dan berkembang. Jika pembelajaran berpusat pada siswa, setiap jawaban yang dihasilkan dari proses pencarian siswa dihargai. Sehingga  tumbuh percaya diri untuk melanjutkan pembelajaran. Selalu siap sedia dengan tantangan yang diberikan. Guru hanyalah sebagai fasilitator dan motivator suksesnya pembelajaran siswa.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Sekolah Alam hadir untuk menjadi 'antitesa' kondisi pendidikan di negeri yang mayoritas masih seperti di atas. Lalu. bagaimanakah konsep sekolah alam itu ? Menjadi Sekolah Alam harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Menumbuhkan Potensi Fitrah (Akal, Hati, Fisik). Pendidikan di Sekolah Alam adalah yang menyentuh semua aspek manusia. Tidak hanya otaknya saja. Hatinya disentuh supaya sensitif dengan nilai kebenaran. Simpati, empati dan melahirkan tekad kuat untuk mewujudkannya. Fisik dilatih supaya bugar, kuat dan terhindar dari unsur-unsur yang menyebabkan lemah maupun musibah. Misal, taat mengikuti aturan lalu lintas termasuk usaha untuk menghindarkan diri dari musibah, lemah atau sakitnya fisik. Akal disentuh dengan unsur-unsur yang memancing keingintahuan dan membuka logika dan nalar sehingga berpikir menemukan dan memetakan pemecahannya.

2. Melibatkan dalam Problem Posing dan Problem Solving. Di Sekolah Alam anak dilibatkan langsung dengan masalah tidak hanya menyelesaikan soal. Anak mengalami langsung dengan masalah sehingga mampu memetakan pemecahannya hingga benar-benar melakukan penyelesaiannya. Dengan munculnya masalah bukannya saling menyalahkan yang ada atau saling egois menghindar masalah.

3. Penguatan dan Penyaluran Rasa Ingin Tahu. Rasa ingin tahu atau bahasa Inggrisnya curious merupakan energi siapapun untuk belajar. Tanpa energi ini, belajar semacam hanya rutinitas dan formalitas. Rasa ingin tahu seperti orang yang haus yang ingin segera mendapatkan air. Ia akan mencari berbagai cara untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi keingintahuannya. Di Sekolah Alam metode pembelajaran diset bukan untuk mematikan keingintahuan. Tapi justru memancing penasaran sehingga anak terus menjalani proses pencarian. Sehingga belajar dirasa sebagai sesuatu yang seru bukan beban yang membosankan.

4. Meletakkan Segala Hal Sebagai Sumber Pembelajaran. Di Sekolah Alam pembelajarannya tidak dibatasi oleh buku paket. Bahkan, sedikit demi sedikit buku paket dihilangkan. Karena sumber ilmu sebenarnya adalah di alam ini. Makanya kegiatan di luar ruang di optimalkan. Bertemu masyarakat, pencarian di alam, outing ke candi, museum, perguruan tinggi, gunung, laut dll. Panca indera mereka akan merasakan langsung obyek belajar. Menyentuh, mencium, mendengar yang itu semua tidak bisa hanya dengan buku kan.

5. Menghargai Siswa Adanya. Di Sekolah Alam semua anak tidak dipandang sama, seragam. Tapi mereka masing-masing membawa keunikannya sendiri-sendiri. Sehingga metode pembelajaran direncanakan untuk mengadaptasi potensi mereka. Mereka dipersilahkan menjadi apa yang mereka inginkan. Tidak dibatasi hanya akademik saja. Bukankah kecerdasan itu majemuk.

6. Memperbesar Wadah/Kapasitas bukan Hanya Mengisi Saja. Di Sekolah Alam dikembangkan ketrampilan belajar seperti membaca, menyelidiki, menyimpulkan, merumuskan masalah, wawancara, presentasi-publikasi, sehingga mereka bilang a-ha, euraka !. Tidak hanya semata hanya mengisi hafalan-hafalan fakta ilmiah semata yang hanya diorientasikan tangkas menjawab soal. Bukan memecahkan masalah, kehidupan . . .

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Share

You may also like

Tidak ada komentar