Maret 2010

    dari Parenting School V bersama Bu Nunung Bintari

    Diiringi dengan hujan Parenting School V kali ini berlangsung sukses. Kali ini topik yang dibahas adalah Bagaimana menjadi Orang Tua yang Cerdas dalam mendampingi anak. Menjadi orang tua tidak cukup hanya 'sembarangan saja'. Butuh kecerdasan. Apalagi di era yang semakin berkembang saat ini. Kalo ada anggapan bahwa menjadi orang tua bisa dilakukan sambil jalan atau alamiah saja, meski ada hal yang benar dilakukan, sudah pasti banyak kesalahan yang akan sering dibuat.

    Ada seorang dosen di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Beliau mempunyai banyak anak. Semua anaknya akan dididik hingga tingkat pendidikan tinggi. Tapi bukan dalam rangka supaya mendapatkan jabatan dan pangkat yang tinggi. Tapi dosen tadi berharap besar dengan pendidikan yang tinggi itu kelak anak-anaknya akan menjadi suami atau istri yang cerdas bagi anak -anaknya.

    Karena 'kekurangcerdasan' orang tua sering melakukan kesalahan yang dianggap hal yang benar dalam mendidik anak. Sering orang tua tidak menerapkan kedisplinan kepada anak dengan alasan kasihan, atau "Ah nanti anak kan ada masanya untuk Tahu". Anggapan ini adalah salah. Sekali kita tidak menerapkan disiplin hakekatnya kita sedang membentuk sebuah kebiasaan yang buruk. Seperti dalam hal bangun pagi, gosok gigi, kebersihan dan lain-lain.  Sering orang tua memaksakan anak untuk melakukan sesuatu tanpa diberi pemahaman dahulu. Akhirnya anak bak seperti robot yang manut sesuai dengan perintah. Tidak ada inisiatif. Mendidik kesabaran harus butuh kesabaran yang besar. Mendidik dengan marah bukan hal yang bijak. Boleh jadi anak tidak menuruti nasehat yang kita sampaikan dengan marah, namun justru cara marah yang mudah sekali mereka tiru.

    Alhamdulillah banyak pencerahan bagi para orang tua wali. Terutama bagi masa depan anak-anak yang menjadi dambaan masa depan.

    Mengasah Peduli dari Sisa Bencana

    Cuaca yang sangat ekstrim akhir-akhir ini hampir sering terjadi. Panas sekali, tiba-tiba mendung kelam. Terus hujan disertai angin kencang. Banyak hal merespon keadaan cuaca ini. Bagi yang tubuhnya kurang stok imunitasnya, langsung deh sakit. Kondisi alam begitu juga. Banyaknya angin dan hujan deras akan ikut merubah kondisinya. Air yang melimpah mengalir menggerus lapisan tanah. Lapisan tanah menipis, pohon kurang kuat mencengkram tanah. Ditambah lagi angin kencang. Banyak pohon meski kelihatan kokoh bertumbangan tak berdaya. Tanaman padi di sawah dikoyak angin ambruk sebelum panen.

    Senin, 22 Maret 2010, sebuah pemandangan menyedihkan. Saat menatap menara SDIT Alam Jogja ada yang aneh. Kepalanya terpenggal. Hah ? Dimanakah kepalanya ?

    Ternyata kepala menara terjun bebas 10 meter dari berdirinya.  Ternyata, sore Ahadnya telah terjadi angin puting beliung yang menyertai hujan. Kepala menara tak kuat menahan diri. Sehingga terpenggal jatuh bebas.

    Pohon-pohon bertumbangan tak kuasa menahan berat tubuhnya. Melihat kondisi lingkungan SDIT Alam yang berantakan ini, seluruh siswa dan ustadz/ah bersama bergotong royong bersih lingkungan.



    Bersama mengasah peduli dan berempati dengan kondisi lingkungan SDIT Alam.

    Untuk kemudian rasa peduli itu menjadi akhlaq yang akan membersamai selama hidupnya. Sehingga kehadiran di setiap tempat dan waktu menjadi kemanfaatan sekitarnya

    Outbound at Bedog

    Sudah hampir 2 bulan, kegiatan outbound di sungai Bedog terus. Selalu Basah. Dan selalu diakhiri dengan mencari batu kali untuk menghias tepi kelas, koridor dan gazebo. Butuh buanyak banget batu. Yang gratis tinggal ambil aja dari kali.


    Ada permainan Pararel Gym. Pemain diharuskan menggelantung di  sepanjang bambu. Mengandalkan kekuatan tangan untuk menahan berat, sekaligus kaki untuk mengayun. Di ujung sana disambut oleh sebaris pelampung ban yang diikat yang harus dititi supaya gak tenggelam.


    Ada juga Spiral Gym. Pemain harus meniti gantungan tali webing yang dipasang berjajar. Kemudian diteruskan meniti bambu tergantung dengan berpegangan tali webing yang ditali menggantung. Diakhiri dengan menghanyutkan diri di atas pelampung ban.


    Lebih Intim dengan Api

    Pembelajaran tematik tu asyik. Loh kok bisa? Ya iyalah. Coba aja. Kamu belajar satu hal, eh, ternyata banyak hal yang bisa diungkap. Sebagai contohnya kelas 3. Mereka kali ini akan belajar tentang Api. Wuih, hebat tuh. Mau jadi Avatar kalee. Nggak lah. Masih tetep jadi siswa, cuman imajinasinya bisa saja mengalahkan Avatar. Belajar tentang Api, pertama kenal dulu tentang hakikat asal usul api. eh, ternyata, api di dunia ini dahulu asalnya diambil dari neraka. Tempat yang memang penuh dengan api. Tapi api Neraka itu tidak langsung diletakkan di dunia ini. Sebab kalo langsung akan terjadi malapetaka yang dahsyat. Tapi terlebih dahulu direndam ke 70 sungai di surga sebanyak 70 kali masing-masingnya. Perlu kalian tahu, api yang direndem itu besarnya cuma sedebu. Bahkan lebih kecil lagi. Ck . . ck . . Sudah digituin panasnya minta ampun. Trus gimana ya api yang asli neraka ? (lebih lengkap klik disini)

    Nah kebayang kan kalo masuk neraka? Naudzubillahi mindzaalik (aku berlindung kepada Alloh dari siksa Neraka). Tapi, keberadaan api di dunia selain kemudian dimanfaatkan oleh manusia, ada juga loh yang malah membuat orang tersesat. Loh kok bisa ? Ada kaum yang mereka menganggap ada kekuatan dahsyat di balik api. Sehingga mereka pasrah untuk menyembahnya. Tahu kan kaum itu? Itu tu kaum Majusi atau banyak orang mengenal dengan nama bangsa Zoroaster.

    "Siapa yang pernah mendengar istilah Majusi?" Saya Ust. Raisa mengacungkan jari. "Itu tu anaknya Salman Al Farisi agamanya Majusi". "Wah, ustadz baru dengar tuh". Tapi boleh jadi ya. Salman kan memang orang Persia. Nama belakangnya Al Farisi. Tapi Salman kan udah masuk Islam. Itu tuh Sahabat Rosul yang ngusulin buat parit saat perang Ahzab di Madinah. Betul. Agama Majusi tu berkembang di Persia. Sekarang di daerah Iran. Makanya disana sekarang juga masih ditemui orang Majusi. Meski pakaiannya seperti muslim tapi nyembahnya api. Makanya jangan mudah terkecoh sama pakaian.

    Pada ngapain tuh. Kok nggosok-nggosok kayu. Ini nih, anak-anak setelah mendengarkan penjelasan sejarah api, kegiatan dilanjut dengan praktek membuat api tanpa korek api. Yang pertama pake metode Fire-plow. Menggunakan dua buah kayu yang digosokkan. Persis yang dilakukan oleh manusia purba dahulu.

    Udah 30 menit api belum juga muncul. Yang muncul cuman panas sama bau gosong. Akhirnya lanjut ke metode kedua. Yaitu menggunakan kaca pembesar atawa Lup.

    Cara ini menggunakan energi matahari. Cahaya yang masuk ke Lup akan dilewatkan sehingga mengumpul (konvergen).



    Titik kumpul sinar dikenakan ke bahan yang mudah terbakar. Tunggu sebentar, akan keluar asap dan . . . apai menyala.

    Api yang udah nyala kemudian dijaga menggunakan lilin. Trus api itu digunakan untuk memasak. Masak apa ya enaknya?

    Eit, apa tuh yang di dalam plastik. Kok kayak umbi-umbian? Yup betul, itu emang umbi. Umbi Jalar. Ya, anak-anak mau mbakar Umbi Jalar.

    Meski berparfumkan asep tapi nanti akan menikmati hasil bebakaran yang super nikmat.

    Agar hidangan lebih nikmat butuh temen. Temennya adalah minuman sueger n dingin. Anak-anak dalam kelompoknya berkreasi membuat minuman berbahan es dan buah. Nggak boleh pake bahan minuman instan. Karena dilombakan, setiap kelompok berkreasi seindah dan senikmat mungkin.



    Ada yang pake asesoris tambahan yang bikin minuman makin cantik dan mengundang ludah di mulut mengucur deras.

    Saat penilaian tiba. Setiap kelompok diminta menyajikan hasil masakannya. Baik ketela maupun minuman. Dengan sajian yang menggiurkan untuk menarik penilaian ustadz.

    Saatnya hadiah bagi yang menang. Bagi yang ketelanya empuk dan mateng, minumannya yang suegeer n dingin cantik lagi. Slamet yaa . . . .

    72 siswa Hamil ?

    Hah? yang bener tu. Maksudnya Siswa SDIT Alam tu? Mosok sih? Masih SD kok udah pada hamil? Eit, tunggu dulu. Ini bukan berita kriminalitas seperti di koran-koran itu. Tapi kegiatan unik. Unik? Maksudnya? Ya iyalah. Gini nih, kelas 2 kali ini tema pembelajarannya kan tentang Keluarga. Nah, mereka siswa kelas 2 sedang merasakan bagaimana beratnya menjadi seorang ibu sewaktu hamil.
    Setiap siswa dan ustadz/ahnya mengenakan kantong kain di depan. Kemudian ke dalam kantong itu diisi satu bungkus beras seberat 3 kg. Dalam satu hari mereka harus bersama dengan beras itu.

    Bahkan di saat bermain pun mereka harus menggendong beras. Terlihat betapa meski bawa beras masih tetep enjoy main.

    Meski main catur yang butuh pemikiran dan serius, tetep saja mereka enjoy menggendong bayi, eh beras 3 kilogram itu. Ck . . ck . . bener-bener menghayati gimana rasanya dulu dibawa sama ibu mereka masing-masing.

    Saat belajar di kelas pun gendongan-gendongan itu masih tetep menempel di tubuh mereka. Terbayang di benak mereka betapa dahulu mereka saat dibawa kemana-mana oleh ibu atau mama kemanapun. Semoga dengan pengalaman ini mereka menjadi lebih sayang kepada ibu.

    Majlis Mu'allimin Qur'an (MMQ)

    Ahad, 28 Februari 2010 ada acara MMQ. Majlis Mu'allimin Qur'an. Acara yang dilaksanakan oleh lembaga Qiroaty. Satu lembaga penyelenggara metode membaca Qur'an yang baik dan benar.  Forum yang diikuti oleh seluruh ustadz/ah pengajar Qiroaty se-Yogyakarta ini untuk kegiatan yang ke-15 ini berlangsung di SDIT Alam Nurul Islam.

    Acara diawali dengan tilawah 1 juz. Peserta dikelompokkan tiap meja. Ada 30 juz sehingga ada 30 juz yang dibaca pada hari itu. Setelah tilawah, dilanjutkan dengan sharing pelaksanaan pengajaraan Qiroaty di masing-masing unit. Dipandu oleh ustadzah Alfi selaku koordinator cabang Qiroaty Yogyakarta.