Lebih Intim dengan Api

» » Lebih Intim dengan Api

Pembelajaran tematik tu asyik. Loh kok bisa? Ya iyalah. Coba aja. Kamu belajar satu hal, eh, ternyata banyak hal yang bisa diungkap. Sebagai contohnya kelas 3. Mereka kali ini akan belajar tentang Api. Wuih, hebat tuh. Mau jadi Avatar kalee. Nggak lah. Masih tetep jadi siswa, cuman imajinasinya bisa saja mengalahkan Avatar. Belajar tentang Api, pertama kenal dulu tentang hakikat asal usul api. eh, ternyata, api di dunia ini dahulu asalnya diambil dari neraka. Tempat yang memang penuh dengan api. Tapi api Neraka itu tidak langsung diletakkan di dunia ini. Sebab kalo langsung akan terjadi malapetaka yang dahsyat. Tapi terlebih dahulu direndam ke 70 sungai di surga sebanyak 70 kali masing-masingnya. Perlu kalian tahu, api yang direndem itu besarnya cuma sedebu. Bahkan lebih kecil lagi. Ck . . ck . . Sudah digituin panasnya minta ampun. Trus gimana ya api yang asli neraka ? (lebih lengkap klik disini)

Nah kebayang kan kalo masuk neraka? Naudzubillahi mindzaalik (aku berlindung kepada Alloh dari siksa Neraka). Tapi, keberadaan api di dunia selain kemudian dimanfaatkan oleh manusia, ada juga loh yang malah membuat orang tersesat. Loh kok bisa ? Ada kaum yang mereka menganggap ada kekuatan dahsyat di balik api. Sehingga mereka pasrah untuk menyembahnya. Tahu kan kaum itu? Itu tu kaum Majusi atau banyak orang mengenal dengan nama bangsa Zoroaster.

"Siapa yang pernah mendengar istilah Majusi?" Saya Ust. Raisa mengacungkan jari. "Itu tu anaknya Salman Al Farisi agamanya Majusi". "Wah, ustadz baru dengar tuh". Tapi boleh jadi ya. Salman kan memang orang Persia. Nama belakangnya Al Farisi. Tapi Salman kan udah masuk Islam. Itu tuh Sahabat Rosul yang ngusulin buat parit saat perang Ahzab di Madinah. Betul. Agama Majusi tu berkembang di Persia. Sekarang di daerah Iran. Makanya disana sekarang juga masih ditemui orang Majusi. Meski pakaiannya seperti muslim tapi nyembahnya api. Makanya jangan mudah terkecoh sama pakaian.

Pada ngapain tuh. Kok nggosok-nggosok kayu. Ini nih, anak-anak setelah mendengarkan penjelasan sejarah api, kegiatan dilanjut dengan praktek membuat api tanpa korek api. Yang pertama pake metode Fire-plow. Menggunakan dua buah kayu yang digosokkan. Persis yang dilakukan oleh manusia purba dahulu.

Udah 30 menit api belum juga muncul. Yang muncul cuman panas sama bau gosong. Akhirnya lanjut ke metode kedua. Yaitu menggunakan kaca pembesar atawa Lup.

Cara ini menggunakan energi matahari. Cahaya yang masuk ke Lup akan dilewatkan sehingga mengumpul (konvergen).



Titik kumpul sinar dikenakan ke bahan yang mudah terbakar. Tunggu sebentar, akan keluar asap dan . . . apai menyala.

Api yang udah nyala kemudian dijaga menggunakan lilin. Trus api itu digunakan untuk memasak. Masak apa ya enaknya?

Eit, apa tuh yang di dalam plastik. Kok kayak umbi-umbian? Yup betul, itu emang umbi. Umbi Jalar. Ya, anak-anak mau mbakar Umbi Jalar.

Meski berparfumkan asep tapi nanti akan menikmati hasil bebakaran yang super nikmat.

Agar hidangan lebih nikmat butuh temen. Temennya adalah minuman sueger n dingin. Anak-anak dalam kelompoknya berkreasi membuat minuman berbahan es dan buah. Nggak boleh pake bahan minuman instan. Karena dilombakan, setiap kelompok berkreasi seindah dan senikmat mungkin.



Ada yang pake asesoris tambahan yang bikin minuman makin cantik dan mengundang ludah di mulut mengucur deras.

Saat penilaian tiba. Setiap kelompok diminta menyajikan hasil masakannya. Baik ketela maupun minuman. Dengan sajian yang menggiurkan untuk menarik penilaian ustadz.

Saatnya hadiah bagi yang menang. Bagi yang ketelanya empuk dan mateng, minumannya yang suegeer n dingin cantik lagi. Slamet yaa . . . .

Share

You may also like