September 2017

    Parenting Dewan Kelas 3B : Mendampingi Anak Sesuai Fitrah Perkembangan Bersama Heri Maulana, M. Si

    Dewan Kelas menjadi forum penting para orang tua. Selain sebagai media komunikasi informasi perkembangan siswa antara guru dan orang tua, Dewan Kelas juga sebagai media untuk meningkatkan ilmu dan kemampuan dalam mendampingi perkembangan putra-putri para orang tua. Termasuk juga Dewan Kelas 3B periode Oktober 2017 ini. Menu parenting menjadi sajian para orang tua. Topik yang dipilih adalah tentang bagaimana mendampingi perkembangan putra-putri sesuai dengan fitrahnya. Nara sumbernya adalah Bapak Heri Maulana, seorang konselor anak dan keluarga dan juga dosen di BSI.
     Pak Heri mengalawi paparannya dengan menyinggung terkait dengan Genogram. Usaha awal untuk mendampingi putra-putri adalah dengan melakukan observasi dan pemetaan sifat dan karakter. Banyak metode yang digunakan untuk melakukan. Salah satunya dengan ilmu yang disebut Genogram.
    Genogram adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memetakan sifat dan karakter keturunan. Ternyata hasil dari riset, anak itu mendapatkan turunan genetis dari orang tuanya, ayah-ibu sebesar 50%. Dari kakek dan neneknya sebesar 25%, lalu dari buyutnya sebesar 12,5%. Sisanya dipengaruhi dari lingkungan serta informasi dari media yang masuk dicernanya. Hal tersebut memperkuat pemahaman mengapa Rasulullah itu salah satu misi pentingnya adalah memperbaiki akhlaq. Serta nasab itu mendapat perhatian yang penting dalam Islam.
       Usia 0 sampai 7 tahun fokus utama yang dilakukan orang tua adalah membangun ikata yang kuat dengan anak. Dan itu yang dibutuhkan anak pada usia tersebut. Kegagalan membangun kedekatan pada usia ini, biasanya pada kasus keluarga yang kedua orang tuanya bekerja. Akan berakibat pada tahap usia selanjutnya si anak agak 'susah diatur'. Mereka cenderung sudah mempunyai figur lekatan yang lain. Baby sitter, kakek, nenek, teman. salah satu upaya untuk membangun ikatan adalah secara praktis dilakukan dengan belaian. Itu alasan mengapa Rasulullah bertanya siapa yang suka mencium anak. Sehingga saat memasuki usia 8 - 9 tahun di waktu tahap memulai kedisiplinan, anak akan lebih cenderung untuk mudah mengalami prosesnya. Pada usia ini kelekatan anak mulai berkurang dikarenakan sudah mulai merasakan indahnya berteman. Kebersamaan anak dengan orang tua itu sebenarnya hanya butuh waktu hingga usia 15 tahun. Karena di usia ini, anak sudah baligh dan harapannya juga sudah aqil, mampu mandiri memenuhi kebutuhan sendiri. Berpikir dewasa menentukan pilihan dan mampu menghadapi konsekuensi pilihan keputusannya.
    Satu lagi yang harus dipahami para orang tua. Bahwa sifat itu tidak sama dengan bakat. Bakat adalah sifat yang produktif mampu menghasilkan kemanfaatan terutama nominal uang yang berperan penting di masa depan anak. Karena setiap manusia selain sebagai hamab Allah, Abdulloh, ia juga diberi misi untuk memakmurkan bumi, khalifatullah. Upaya pemakmuran itu dilakuakan dengan peran-peran yang muncul dari bakat anak. Untuk mengetahui bakat anak ada metode yang bisa dipakai menggunakan software yang bisa diklik di www.temubakat.com.
     Jika kita menemukan kondisi anak kita yang terlanjur 'salah asuhan' atas kesalahan kita sebagai orang tua dalam mendidik, ada satu upaya untuk 'instal ulang' program anak kita. Caranya, setiap tengah malam upayakan bangun. Kita belai saat anak kita tidur dan bisikkan ke telinga kiri, doa harapan dengan menyebut nama serta bin ayah, kakek hingga buyutnya. Cara ini untuk mempengaruhi kesadaran dan tentunya doa harapan kepada Allah akan adanya perubahan sikap dan karakter. Kedua, disusul dengan perubahan sikap perlakuan orang tua dalam interaksi dengan anak. Hadirkan sentuhan kasih sayang yang itu akan mempercepat adanya perubahan sikap yang diharapkan.

    Calistung Bukan Sekedar Baca, Tulis dan Hitung

    Jika kita menengok para ilmuwan mengkategorisasikan sebuah jaman, secara sederhana ada yang disebut jaman sejarah dan jaman pra sejarah. Dua kategorisasi tersebut yang membedakan terletak pada budaya baca-tulis yang dibuktikan melalui artefak berupa tulisan. Jika bukti yang diketemukan bukan merupakan tulisan maka belum masuk masa sejarah.
    Aktivitas baca-tulis tentu menjadi sebuah revolusi dalam proses komunikasi. Yang sebelumnya komunikasi lisan atau isyarat lebih dominan digunakan antar manusia pada saat itu. Dengan baca-tulis komunikasi bisa dilakukan tidak harus ketemu, face-to-face. Sehingga berkembang aktivitas baca-tulis dari sekedar untuk komunikasi menjadi alat untuk dokumentasi. Memotret realita dan fakta yang terjadi di dalam tulisan-tulisan. Sehingga muncullah cerita, kisah dalam bentuk karya tulis. Tidak berhenti disitu, rupanya karya-karya tulisan tersebut mampu menggerakkan pikiran orang untuk melahirkan ide baru. Sehingga sebuah tulisan seperti sebuah bola salju, yang semakin lama berkaitan dengan tulisan lain menjadi ide baru yang lebih besar. Dan lebih dahsyat.
    Tentu mengajarkan kemampuan baca-tulis harus dilandasi dengan kesadaran tersebut di atas. Sehingga mengajarkan baca-tulis kepada anak didik bukan sekedar sudah bisa membaca atau sudah bisa menulis, saja. Yang lebih penting lagi memunculkan minat dari dua aktivitas tersebut. Paling penting lagi adalah, menggunakan aktivitas membaca dan menulis itu untuk memahami ide lalu mengekspresikan ide itu menjadi ide baru yang lebih dahsyat.
    Sudah pasti mengajarkan baca-tulis itu harus dipenuhi dengan suasana menyenangkan, memancing penasaran hingga membuat ketagihan. Bukan malah penuh paksaan, membuat beban dan akhirnya menjadi sesuatu yang dibenci.
    Mengajarkan membaca pada siswa kelas kecil tentu harus menyesuaikan dunianya yang kongkrit dan dengan permainan. Bukan aktivitas monoton yang membosankan. Motivasi mengapa harus bisa membaca lebih dominan dikisahkan daripada paksaan untuk segera menghabiskan buku jilid baca. Permainan mencari jejak yang menggunakan tulisan akan semakin memancing keranjingan mereka untuk bisa segera membaca.
    Anak bisa membaca memang membanggakan, namun itu bukan akhir dari segalanya. Langkah berikut adalah membangun minat bacanya seperti minat makannya. Artinya jika sebentar saja tak membaca si anak akan merasakan dahaga atau lapar sehingga mencari buku untuk dilahapnya. Untuk bisa seperti itu tentu buku harus menjadi sesuatu yang menggiurkan di mata anak. Membiasakan selalu di perpustakaan, di rumah selalu melihat orang membaca buku, rekreasi ke toko atau pameran buku, memberi hadiah spesial berupa buku, ngobrol selalu tentang buku menjadikan mileu anak dominan dengan buku. Target idealnya adalah aktivitas membaca menggantikan aktivitas mendengarkan.
    Menilik Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Kondisi ini tentu menjai pemicu kita untuk lebih serius dalam menanamkan kemampuan membaca anak didik kita.
    Langkah berikut adalah memantau bacaannya dicerna, bereaksi menjadi ide baru. Dengan bertanya ringan, “Apa sih serunya buku yang kau baca itu nak?” menjadi pancingan seberapa besar reaksi yang terjadi di kepalanya tentang tulisan-tulisan yang baru saja dibaca. Saat anak sudah lebih suka ngobrolkan isi bacaan berarti reaksi sudah berlangsung sesuai yang diharapkan. Terus pancing dengan pertanyaan sehingga semakin sering untuk ngomong tentang apa yang dibacanya. Manakala sudah dirasa pada titik maksimal, ajaklah anak untuk menuangkan omongannya ke dalam tulisan-tulisan. Bebas, tidak usah dibatasi dulu dengan aturan tulisan. Biarkan mengalir. Dan orisinal. Di titik ini fase masuk ke aktivitas menulis . Tujuan idealnya, menulis menggantikan aktivitas berbicara.
    Yang terpenting dalam mengajarkan kemampuan menulis untuk kelas bawah bisa dimulai dengan menyalin huruf, tulisan. Untuk melatih motorik halusnya dalam menggoreskan tulisan.
    Tahap selanjutnya untuk mengajarkan menulis adalah memastikan anak memiliki apa yang ditulis. Apa yang ditulis itu yang paling sering berkeliaran di benaknya. Jika si anak melihat sesuatu yang menarik perhatiannya tentu di benaknya akan ada sesuatu yang dipikirkan. Dengan meminta mengamati sebuah benda kemudian menuliskan apa yang dipikirkan merupakan pancingan awal anak untuk menuliskan apa yang dipikirnya.
    Langkah selanjutnya dengan menggunakan diary. Cocok dimulai dari kelas 3. Setiap hari yang mereka alami di sekolah merupakan bahan penting untuk dituangkan dalam tulisannya. Sehingga kewajiban menghadirkan pengalaman yang menarik di setiap aktvitasnya adalah merupakan hal yang sangat penting. Diary juga bisa digunakan sebagai alat untuk menumpahkan perasaan hatinya. Perkembangan anak yang semakin mendekati pubernya tentu butuh media yang paling dipercaya untuk menumpahkan curahan-curahan hatinya. Diary menjadi media tepat untuk menajamkan kemampuan tulisnya.
    Kemampuan berhitung cenderung relatif lebih cepat dikuasai dibandingkan tulis-baca. Namun begitu mengajarkan tetap wajib dengan penuh keceriaan dan memancing penasaran. Berhitung kongkrit menjadi awalan yang harus mengharuskan menggunakan alat dan benda yang kongkrit. Kepahaman konsep menjadi proritas ketuntasan. Bukan semata habisnya materi. Berhitung merupakan kemampuan yang mempunyai ciri khas adanya penjenjangan syarat yang harus tuntas dikuasai. Sehingga tidak tuntasnya satu syarat menjadikannya beban untuk menempuh tahap berikutnya. Di titik ini yang menyebabkan anak membenci pelajaran matematika. Kata kuncinya adalah ketuntasan konsep matematika menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.
    Melihat hasil ujian nasional kelas 6 di SDIT Alam Nurul Islam beberapa tahun terakhir bisa dianalisis. Dari 4 mata pelajaran, hasil ujian mata pelajaran PAI dan IPA relatif mendapatkan nilai yang mempunyai rerata tinggi. Analisis yang muncul, pembelajaran yang implementatif untuk PAI di kehidupan sehari-hari di sekolah seperti sholat berjama’ah, pembelajaran BTAQ, doa makan, akhlaq turut menjadi nilai yang sudah terinternalisasi sehingga dengan tes tertulis siswa mengaku belajar tidak terlalu berat. Tiga tahun terakhir siswa yang mendapatkan nilai 100 untuk PAI lebih dari 5 anak. Begitu juga untuk mata pelajaran IPA. Melalui pembelajaran tematik berbasis proyek, outing, konsep dan materi IPA ikut terinternalisasi sehingga turut mempermudah siswa dalam mengerjakan ujian akhir.
    Untuk materi ujian akhir Matematika dan Bahasa Indonesia relatif masih belum cukup seberhasil mata pelajaran IPA dan PAI. Matematika dan Bahasa Indonesia adalah 2 mapel yang sangat menggantungkan siswa pada kemampuan Calistung. Dengan demikian hasil UN Matematika dan Bahasa Indonesia yang kurang bisa disimpulkan bahwa kemampuan Calistung anak memang belum tuntas.

    Sebuah optimisme bahwa hasil Ujian Akhir akan gemilang dengan model pembelajaran yang menitikberatkan pada metode internalisasi nilai dan konsep tentu akan lebih mengakar pada pemahaman. Mewujudkan pembelajaran Calistung yang lebih menginternalisasi tidak semata bertujuan sukses mengerjakan soal ujian akhir semata. Lebih jauh lagi menjadi anak yang mempunyai kemampuan literasi yang mantap menjadi dasar yang kuat untuk menapak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi apapun passion ataupun ambisi hidupnya. 

    Muhammad Ariefuddin, guru kelas 3 

    Karakter adalah Medali Emas Siswa

       
             
    Di hari Selasa yang cerah ini. Langit tampak membiru tak diliputi awan sedikitpun. Anak-anak bergegas berlarian kecil menuju lapangan untuk mengikuti salah satu pelajaran favoritnya. Pelajaran Olahraga. Di sana pak Agus sudah menunggu lengkap dengan peluit dan bolanya. Hari Selasa juga menjadi hari yang ditunggu-tunggu pula oleh kami. Para guru kelas 3 yang rutin menjadikan Selasa sebagai hari meeting pekanan. Ada 3 kelas pararel dengan setiap kelas ada 2 guru. Kami menyebutnya guru Pendamping dan guru Pembina. Guru Pendamping bertugas fokus pada pelaksanaan program akademik siswa. Sedangkan guru Pembina khusus memantau perkembangan psikologi siswa.
                “Gimana ya caranya supaya anak-anak fokus mendengarkan di saat gurunya berbicara ?” Bu Laila membuka pembicaraan. “Beberapa anak mempunyai kebiasaan ngobrol dengan temannya di saat saya menerangkan. Meski sudah berulang kali diingatkan, sebentar berhenti kemudian ngobrol lagi.”
    Pertemuan rutin Selasa adalah forum resmi yang harus dilakukan setiap level kelas untuk membahas perencanaan dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran setiap pekannya. Sebagai Koordinator Level Kelas 3, sudah menjadi kewajibanku untuk memastikan pertemuan rutin itu terselenggara dengan baik. Namun, kami bisa mengubah forum yang harusnya resmi itu menjadi bernuansa cair. Sehingga permasalahan yang ditemukan setiap guru di kelas satu per satu menjadi pembahasan kami.
                “Anak-anak itu sepertinya butuh penanda” kataku. “Maksudnya?” sahut bu Dina. “Saya terinspirasi dengan sebuah sekolah di Tangerang yang mengajarkan suatu aktivitas dengan prosedur Start and Finish. Sebagai contoh, untuk aktivitas makan bersama, yang disebut Start itu adalah saat anak-anak mengambil piring untuk makan. Dan yang disebut Finish itu adalah saat anak selesai mencuci piring. Tujuan dari prosedur ini adalah adanya ketuntasan setiap aktivitas. Jika tidak tuntas maka hal tersebut masuk pelanggaran. Nah, kita bisa memodifikasi prosedur Start and Finish ini untuk membiasakan sikap anak dalam forum. Kita bisa menggunakan salam pembuka forum sebagai titik Start dan salam penutup forum sebagai titik Finish. Setelah Start anak-anak tidak diperkenankan melakukan aktivitas apapun tanpa mengajukan ijin dahulu kepada pemimpin forum. Baru setelah titik Finish anak-anak boleh melakukan aktivitas apapun tanpa seijin pemimpin forum. Jika prosedur ini tidak dilakukan dengan baik, misal ada anak yang ngobrol padahal pemimpin forum sudah mengucapkan salam, maka anak tersebut termasuk melanggar. Pemimpin forum bisa memberikan tanda menggunakan karet gelang misalnya. Dengan prosedur Start and Finish ini harapannya anak-anak akan terbiasa mendengarkan dan fokus saat pembelajaran”, jelasku. “Bisa juga tuh dicoba” sahut bu Laila.
                Kami sering menemukan kasus permasalahan baru dari kelas setiap pekannya. Baik yang menyangkut masalah akademik, seperti kemampuan berhitung yang belum cepat, atau terkait dengan perilaku bullying anak. Kami menyimpulkan bahwa, kunci keberhasilan pembelajaran setiap siswa itu sangat ditentukan oleh perilaku dan sikapnya. Tidak jarang kami temui anak-anak yang mempunyai potensi akademik baik namun tidak didukung oleh perilaku dan sikap yang baik berakibat langsung pada hasil akademiknya. Sikap anak yang ingin menang sendiri biasanya diikuti dengan sikap meremehkan kepada teman maupun pembelajaran. Si anak tidak menyadari bahwa materi pembelajaran yang harus dikuasai itu meningkat. Serta belajar itu membutuhkan kerjasama tidak individualis. Justru anak-anak yang tampak bersahaja namun mempunyai perilaku baik secara konsisten, kemudian menampakkan prestasi yang melonjak. Anak model seperti ini lebih mudah mendengarkan sehingga lebih cepat tersentuh dengan motivasi belajarnya.
                “Menurutku, prosedur pemilahan sampah itu terlalu rumit. Untuk membentuk kebiasaan itu, anak harus paham mengapa sampah harus dipilah. Kalau perlu tayangkan saja video yang menunjukkan parahnya sampah yang tak terkelola. Juga video tentang sampah yang setelah dipilah dan didaur ulang akan nampak indah dan bernilai. Setelah itu adakan simulasinya. Pemantauannya, lebih bagus lagi ada Punish and Reward untuk memastikan pemilahan sampah itu suah menjadi kebiasaan dan bahkan budaya.” Komentarku terhadap penjelasan Bu Nurul terkait dengan prosedur Pemilahan Sampah yang baru saja disosialisasikan kepada para guru Pembina.
                Pendidikan yang berhasil itu saat mampu melakukan perubahan pada peserta didiknya. Baik perubahan pengetahuan, perasaan dan yang lebih penting lagi adalah perubahan perilaku menjadi lebih baik. Agar sampai pada kemantapan untuk mengubah sikapnya menjadi baik, siswa butuh motivasi yang mampu menyentuh perasaannya sehingga yakin dan bersemangat untuk berubah. Sering para guru sudah merasa kehabisan cara untuk mengubah perilaku siswa menjadi baik karena sudah berulang kali menasehati, memperingatkan, menegur bahkan menghukum. Yang lebih parah lagi si anak sudah terlanjur dicap sebagai “anak nakal” yang tidak mungkin berubah lagi menjadi lebih baik. Menjelaskan, memotivasi, menjelaskan prosedur, melakukan simulasi, memantau, mengevaluasi, memberi penghargaan dan hukuman, adalah siklus yang harus dilakukan untuk membentuk kebiasaan hingga menjadi karakter pada siswa.
                “Kemarin Aku baru saja bertemu dengan ayahnya Aliyya, secara lengkap Aku jelaskan terkait dengan kronologi kejadian serta mengapa hal tersebut terjadi”, bu Dina membuka kasusnya. “Aliyya itu adalah anak perempuan, mendidik anak perempuan sangatlah berbeda dengan anak laki-laki. Aku melihat pak Agung itu bersikap kepada Aliyya disamakan dengan anak laki-lakinya. Perempuan butuh sentuhan dan penampilan. Tidak seperti laki-laki yang dibiarkan seadanya saja tidak masalah. Aku melihat itu yang menjadi latar belakangnya.” Penjelasan bu Dina.
                Sikap dan perilaku anak sangat dipengaruhi bagaimana orang tua memperlakukannya. Sehingga pendidikan orang tua kepada anak akan membentuk pola yang kelak bisa jadi akan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Seorang ayah tentara akan cenderung untuk memilih disiplin sebagai pola pendidikannya. Yang itu sangat mungkin juga menjadi pola pendidikan anaknya kelak saat sudah menjadi orang tua, meski tidak menjadi tentara.
                Kerjasama antara orang tua dan sekolah dalam hal ini guru kelasnya menjadi sangat penting. Keberhasilan proses pendidikan siswa sangat menuntut komunikasi efektif antara orang tua dan guru bahkan hingga tingkat harmoni. Karena manakala hubungan antara orang tua dan guru sudah sampai harmoni, dinding psikologi antara orang tua dan guru bisa dihilangkan. Baik guru dan orang tua tidak canggung lagi menyampaikan masalah dan masukan antar mereka.
                “Saya memang tidak memaksakan kemampuan akademiknya. Mas Kaka tidak Saya ikutkan les ini les itu. Tapi untuk belajar al-Qur’an dan sholatnya itu yang lebih penting dan selalu saya pantau.” Penjelasan bu Witri di tengah kesibukannya mengelola bus Pariwisata masih tetap menempatkan pendidikan anaknya yang paling utama. Pendidik utama itu adalah orang tua bukan sekolah. Karena Tuhan mempercayakan amanah anak itu kepada orang tua bukan sekolah. Sekolah aalah mitra orang tua dalam mendidik putra-putrinya. Sehingga sangatlah tidak tepat manakala ada orang tua yang telah merasa menginvestasikan dana cukup besar kepada sekolah kemudian menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah. Dan saat terjadi masalah yang menimpa kepada anaknya, sekolah dikritik dan dituntut habis-habisan telah dianggap gagal mendidik anaknya. Begitu juga sekolah, karena merasa yang mempunyai konsep dan kurikulum, orang tua ditutup kesempatannya untuk memberikan masukan kepada sekolah. Tentunya sekolah model seperti ini lambat laun akan ditinggalkan oleh para orang tua sebagai mitra untuk mendidik putra-putrinya.
                Perhatian para guru untuk mengawal pembentukan karakter siswa adalah agenda utama yang seharusnya mendominasi pembicaraan setiap kesempatan. Guru akan terasah ketrampilannya dalam mengidentifikasi masalah dan menemukan metode yang tepat dalam kaitannya dengan usaha untuk membentuk karakter siswa. Selain sebagai guru, tentunya para guru adalah para orang tua bagi anak-anaknya. Pengalaman menanamkan karakter kepada siswa-siswanya tentu sangat bermanfaat diaplikasikan kepada anak-anaknya sendiri.
    “Saya usul, bagaimana kalau pertemuan rutin ini dibuat dua kali sepekan?” usul Bu Murni guru yang baru saja bergabung di sekolah. “Saya merasa banyak ilmu dan solusi permasalahan kelas yang Saya dapatkan sebagai guru baru”. “Saya sih mau-mau saja, cuma waktunya yang sudah tidak ada Bu” jawab Saya sambil disambut tawa guru-guru lainnya.   

    Muhammad Ariefuddin, guru kelas 3 

    Tutup Tema Kelas 1 : Menjamu Teh Ayah dan Bunda

    Untuk menutup kegiatan pembelajaran tema Keluargaku, setelah outing, hari ini Kamis 28 September 2017, diadakan kegiatan jamuan minum teh. Ayah dan Bunda setiap siswa diundang untuk hadir ke sekolah. Di sekolah disediakan tempat jamuan yang diseting khusus dengan nuansa klasik jawa. 
    Pada kegiatan tutup tema ini, ayah-bunda akan dipandu oleh ananda, putra-putrinya kelas 1 untuk menempati meja sesuai dengan tempatnya. Sebelumnya setiap keluarga berpose foto dulu di booth foto yang sudah disediakan dengan tema klasik jawa. Setelah semua orang tua hadir, acara dimulai dengan jamuan minum teh yang disediakan oleh putra-putrinya kelas 1. 
    Setelah berfoto bersama, siswa mempersilahkan para orang tua untuk duduk di tempat yang sudah disiapkan. Di sana sudah tersedia beberapa cangkir dan teko berisi teh. Setiap siswa kemudian mengilingkan air teh ke cangkir. Kemudian dipersilahkan untuk meminumkan teh ke orang tua.
    Selain air teh, para siswa juga menyuapkan snack makanan roti kepada orang tua. Ini saatnya para siswa melayani para orang tua setelah selama ini mereka mendapatkan layanan semenjak kecil. Tentu bagi anak yang belum biasa menjadi canggung. Pun juga orang tua. Namun yang paling penting, munculnya rasa sensasi melayani ini menjadi sesuatu yang baru dirasakan anak.
    Begitu selesai semua siswa melayani para orang tua dengan baik, para hadirin mendapatkan sedikit hikmah dari pak Fauzan, salah seorang orang tua siswa. Memaknai tentang pentingnya mendidik adab kepada anak yang membutuhkan sebuah komunitas yang diciptakan dalam kondisi baik. Setelah itu ustadz/ah memberikan hadiah kepada keluarga yang hadir paling awal, terkompak baik dari segi kostum dan kelengkapannya.
    Acara ditutup dengan foto bersama seluruh keluarga untuk menunjukkan kekompakan anak dan orang tua serta satu keluarga dengan keluarga lainnya.  

    Outing Kelas 1 : Panti Asuhan Sayap Ibu dan Hotel Galuh Waterboom

    Untuk menajamkan nilai dari pembelajaran bertema Keluargaku, kelas 1 melakukan kegiatan outing ke panti asuhan Sayap Ibu Yogyakarta pada hari Selasa, 26 September 2017. Panti asuhan Sayap Ibu Jogja beralamatkan di Jl. Rajawali No.3, Condongcatur, Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581 sebelah utara selokan mataram. Di panti asuhan ini, anak-anak mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi anak-anak panti asuhan yang rata-rata dalam kondisi memprihatinkan. Kondisi cacat, baik fisik maupun psikis. Kondisi yang tidak dipedulikan oleh orang tuanya. 
    Anak-anak diajak berkenalan dengan para penghuni panti asuhan. Dengan saling berjabat tangan, bertanya harapannya tumbuh empati dan syukur terhadap kondisi mereka yang sehat dan lengkap orang tuanya. Tidak seberuntung teman mereka yang berada di panti ashan tersebut.
    Sungguh sangat menyayat hati melihat pemandangan anak-anak yang dibuang oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab. Mereka harus lahir ke dunia inin dipaksa untuk mandiri tidak punya siapa-siapa. Selain berkenalan, para siswa juga menyerahkan sumbangan berupa beras yang baru saja dipakai untuk pembelajaran merasakan hamil. Setiap anak menyerahkan 2 kilogram beras. Sehingga kurang lebih ada 168 kilogram beras yang disumbangkan ke panti.
    Ada juga Mbak Rani, yang sejak bayi sudah di tinggal di panti. Hobi nya bernyanyi dan buat puisi. Selalu ia dendangkan lagu "Aku ...Rindu sekali dengan bunda"😭😭 Sekarang mbak Rani sudah masuk jenjang kuliah.  Cita citanya yang ingin menjadi guru TK semoga terkabul ya mbak... Amin.
    Obyek akhir anak-anak berenang di kolam renang Hotel Galuh Prambanan. Semoga perasaan empati yang sudah terasah akan terpatri untuk sensitif merasakan penderitaan orang lain.


    Outing Kelas 4 : Fakultas Kedokteran UMY dan Hutan Mangrove Kulonprogo

    Untuk mempelajari anatomi organ manusia, siswa kelas 4 mengadakan outing ke Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.. Sudah menjadi langganan SDIT Alam untuk berkunjung ke fakultas Kedokteran UMY terutama untuk tema khusus organ. Anak- anak melakukan kunjungan pembelajaran di Laboratorium FKIP UMY dan mendapatkan pemaparan materi terkait Human Body oleh Dr. Rizal (salah satu dosen di UMY)
     
     
     
      
      
      
      
     


    Setelah selesai di fakultas kedokteran UMY perjalanan berlanjut Ke hutan Mangrove kulonprogo. Setibanya lokasi ke 2 anak anak melaksanakan sholat dan makan bersama. Setelah selesai makan anak-anak berkeliling  mengisi worksheet terkait ekosistem dan pembuatan karya sederhana. Pengamatan terkait ekosistem Mangrove atau Bakau langsung ke lokasi. Sehingga anak-anak bisa mengidentifikasi langsung.






    Outing Kelas 3 : Tempat Penampungan Sampah, Stadion Internasional Maguwo dan Umbul Saren

    Untuk mempertajam dan memperdalam pembelajaran tematik, outing menjadi metode pembelajaran yang pas dan menarik baik oleh siswa maupun guru. Karena outing sangat memungkinkan para siswa dan guru untuk melakukan eksplorasi lebih dalam dan banyak. Obyek belajar diatangi langsung. Ditanya langsung. Dan Diindrai langsung. 
    Termasuk dalam memahami lingkungan sehat dan tidak sehat. Salah satu penyebab lingkungan itu tidak sehat manakala keberadaan sampah tiadk terkelola dengan baik. Untuk membuktikan hal tersebut, kelas 3 melakukan outing ke Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) Tambak Boyo. Di area ini anak-anak bisa menyaksikan berbagai macam jenis sampah yang berasal dari rumah tangga. Baik yang organik maupun yang anorganik.
     Anak-anak berjalan berkeliling TPS. Tampak aktivitas beberapa pekerja yang melakukan pemilahan terhadap sampah. Rupanya sampah-sampah yang masuk di TPS ini dalam kondisi yang belum terpisah. Sehingga tugas pekerja TPS adalah memilah mana yang merupakan bahan yang bisa iaur ulang, mana yang tidak bisa diaur ulang. Dengan menyaksikan langsung disertai dengan bau sampah yang sangat menyengat, anak-anak bisa tumbuh kepedulian untuk memilah sampah dari rumah, lebih jauh lagi sampai mendaur ulang sampah. Karena tanpa peran para karyawan TPS tersebut tentu bisa jadi sampah-sampah yang dihasilkan oleh setiap rumah akan tersebar memenuhi lingkungan sehingga memicu atangnya bibit penyakit.
       Dari TPS Tambakboyo perjalanan dilanjutkan dengan melakukan tracking menuju candi Gebang. Anak-anak berjalan menyusuri persawahan yang beberapa sisi sudah disulap menjadi perumahan. Setelah berjalan kurang lebih 1 kilometer, tibalah di lokasi candi Gebang. Candi yang tergolong kecil ini dari bentuk dan beberapa artefak yang tampak masuk ke golongan cani Hindu. Terdapat lingga, simbol kesuburan pria, yoni, simbol kesuburan wanita dan patung Ganesha, manusia berkepala gajah. Anak-anak mendapatkan informasi terkait candi ini dari papan informasi yang berada di dekat candi.
     dari candi Gebang, perjalanan berlanjut menuju stadion sepakbola Maguwoharjo. Letaknya hanya sekitar 500 meter dari candi Gebang sebelah timurnya. Di staion kebanggaan masyarakat Sleman ini, anak-anak dijelaskan oleh pak Sumadi selaku pengelola stadion. Stadion ini dibangun dengan gaya arsitektur Eropa meniru stadion di Barcelona Spanyol. Dibangun tahun 2005 dengan kapasitas penonton 30.000 orang ini masuk 6 besar stadion termegah di Indonesia setelah Gelora Bung Karno. 
    Tidak hanya menyaksikan dan menyimak informasi terkait dengan stadion. Anak-anak juga berkesempatan menyentuh rumput lapangan yang dihadirkan ekslusif dari Italia. Mereka merasakan euforia dengan berguling-guling di atas rumput istimewa khusus stadion sepakbola ini. Terlebih lagi untuk anak yang sangat suka dengan sepakbola hingga yang bercita-cita menjai pemain sepakbola. Tentu momen ini menjadi peneguh jiwa cita-citanya.
    Dari staidon Maguwoharjo, perjalanan berlanjut ke sumber mata air Saren yang berada di wilayah Pajangan Ngemplak Sleman. Di sini terapat kolam yang sumbernya dari mata air alami. Dikarenakan air yang keluar cukup deras sehingga kelimpahan airnya hingga menyamai kolam renang. Masyarakat memanfaatkan sumber mata air ini untuk berenang. Selain jernih tanpa kaporit, siapapun bebas gratis untuk berenang di mata air yang berada di Sultan Ground, atau tanah milik keraton Yogyakarta ini. 
    Anak-anak bisa merasakan langsung alaminya air yang keluar dari mata air. Apalagi yang letaknya di tengah persawahan semakin membuat betah pengunjung yang suka berenang. Dari kegiatan outing ini, anak-anak mampu bisa mengidentifikasi lingkungan yang alami dan buatan. Sehat dan tidak sehat. Harapannya tumbuh kepedulian pada anak-anak kesadaran untuk melestarikan lingkungan dan menjaga kesehatannya. 

    Peringatan Tahun Baru Hijriyah 1439

    Tahun Baru Hijriyah baru saja kita masuki. Tidak sedikit yang mengetahui sejarah mengapa kalender Hijriyah itu ditetapkan. Adalah khalifah Umar bin Khaththab yangpertama kali menetapkan jika perhitungan kalender untuk kaum muslim itu menggunakan momen pertama kali Rasulullah SAW melakukan hijrah. Saat hijrah tersebut dihitung sebagai tahun 1 hijriyah. Hingga sekarang berarti peristiwa hijrah Rasulullah sudah 1439 tahun yang lalu. Sedangkan tahun hijriyah sendiri perhitungannya berdasarkan revolusi bulan pada bumi. Atau dikenal dengan kalender Qamariyah.
    Peristiwa hijrah inilah inilah yang diangkat dalam teatrikal peringatan tahun baru Hijriyah 1439 kali ini. Kegiatan peringatan dilaksanakan di lapangan upacara. Hari Senin, 25 September 2017 pagi semua siswa berkumpul di lapangan. Barisan siswa kali ini diatur berbeda. Tidak urut seperti sewaktu upacara. Dikarenakan akan ada prosesi tukar kado saat akhir acara, sengaja barisan disusun antara adik dan kakak kelas berbaris berdampingan.
    Diawali dengan Rasulullah yang sedang berada di kediaman rumahnya. Rupanya malam itu adalah saat para kafir Quraisy ingin menghabisi nyawa Rasulullah. Dikarenakan dakwah Rasulullah yang dianggap mengancam ajaran nenek moyang kafir Quraisy.
    Para kafir Quraisy mengepung rumah Rasulullah. Namun Rasulullah sudah mengetahui rencana jahat para kafir tersebut. Diutuslah Ali Radhiallohu anhu untuk tidur menggantikan Rasulullah SAW. Dengan ajaibnya, para kafir Quraisy tiba-tiba terkantuk. Dan tertidurlah di sekiar rumah Rasulullah. Pada waktu para kafir tertidur itulah Rasulullah keluar rumah dan pergi hijrah ke Madinah ditemani oleh Abu Bakar Ash-Shidiq. 
     Sungguh terkejutnya para kafir, begitu ingin membunuh Rasulullah ternyata yang tidur di dipan bukanlah Rasulullah namun Ali bin Abi Thalib. Mereka merasa marah dan langsung mengadakan pengejaran kepada Rasulullah.
    Demi keamanan, Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di gua Tsur. Di tempat inilah ada keajaiban yang muncul. Tiba-tiba laba-laba dan burung membuat sarangnya di mulut gua. Sehingga sewaktu para kafir akan mencari masuk ke dalam gua, mereka dapati mulut gua sudah dipenuhi dengan sarang laba-laba dan burung. Mereka berkesimpulan di dalam gua adalah kosong meski kenyataannya Rasulullah SAW dan Abu Bakar sedang sembunyi di dalam gua. Itulah pertolongan Allah dengan tentara-Nya berupa laba-laba dan burung.
     Sampai di Madinah, Rasulullah disambut denga meriah sekali oleh penduduk kaum Anshor dan para Muhajirin yang merupakan muslimin dari Makkah yang sudah duluan pergi hijrah. Rasulullah disambut di tengah-tengah kerumunan manusia yang masing-masing menawarkan diri rumahnya sebagai tempat tinggal Rasulullah. Namun Rasulullah memilih sendiri tempat untuk dibangun masjid pertama sekaligus sebagai tempat tinggal beliau. Masjid itu kini dikenal dengan masjid Nabawi.

    Rasulullah kemudian melakukan prosesi mempersaudarakan antara muslimin dari Makkah atau yang disebut Muhajirin dengan muslimin dari Madinah yang dikenal dengan Anshor. Anak-anak di setiap kelas melakukan tukar kado dengan kakak dan adik kelasnya. Setelah itu mereka dipersilahkan berpelukan sebagai ungkapan persaudaraan. Kemudian di akhiri dengan menyantikan lagu 'One Big Family' karya Maher Zain.
    Berikut video dokumentasinya

    Merasakan Hamil dengan Beras 2 Kg

    Pembelajaran dengan mengalami memberikan makna lebih kaya. Bisa jadi tanpa uraian lisan dan narasi, tapi justru perasaan yang tak terdokumentasi sangat bisa jadi muncul spontan. Sehingga guru tinggal mengajak bersama mendiskusikan makna yang terucap untuk menanamkan kesadaran yang akhirnya melahirkan perilaku hingga kebiasaan dari nilai pembelajaran yang ingin ditanamkan. Mengangkat tema pembelajaran 'Keluargaku', setiap siswa kelas 1 ditargetkan untuk lebih mengenal lebih dalam lagi peran setiap anggota keluarga. Mengapa harus ada yang namanya Ayah, Ibu dan Anak. Menyadari peran tersebut dalam keluarga, idealnya siswa akan dengan penuh kesadaran berperan di keluarganya masing-masing dengan memberikan peran terbaiknya. Nah, peran Ibu bisa jadi seru untuk dibahas. Ibu yang bertanggung jawab lahirnya setiap anak dan memastikan pertumbuhan dan perkembangannya dengan baik bahkan terbaik. Ketidakpahaman betapa besar pengorbanan sang Ibu bisa jadi menyumbangkan perilaku tidak hormat, taat dan patuh pada setiap Ibunya. Untuk merasakan betapa beratnya mengandung bayi, diambillah metode, setiap siswa diharuskan menggendong beras seberat 2 kilogram selama sehari penuh di sekolah.
    Metode ini pernah dilakukan juga dahulu saat mengangkat tema tentang peran Ibu. Baca juga : 72 Siswa Hamil ?
    Aktivitas siswa dalam sehari seperti biasa. Saat bermain, belajar di kelas, sholat, tiduran, semua dilakukan dengan posisi menggendong beras. 
    Tanpa banyak menjelaskan, guru akan mendapati kesan yang langsung keluar dari lisan anak-anak terkait dengan apa yang sedang mereka jalani. Ada yang tetap ceria, berulang kali repot membenarkan posisi gendongan, diam saja hingga yang menangis karena merasa terlalu berat.
    Itu semua menjadi bahan guru untuk mengikat makna yang lebih dalam kepada siswa setelah proses pembelajaran. di benak mereka sudah tergambar beratnya Ibu mengandung. Dengan pemaknaan yang tepat idealnya akan mengubah sikap siswa dengan ibunya.