Juli 2008

    Beternak Semut

    Di awal semester ini, kelas III mengambil tema pembelajaran Makhluk Hidup. Agar pembelajaran lebih fokus lagi, diambillah tool Semut untuk memahami besarnya tema makhluk hidup. Mengapa semut ? Ada banyak pelajaran yang bisa digali dari bangsa semut. Dalam Qur’an, Allah pernah menyinggung kisahnya di surah An-Naml ayat 18 – 19. Ternyata, semut adalah binatang yang rajin, pekerja keras dan bekerja secara tim. Mereka membagi tugas berdasarkan jenis semut. Semut Ratu bertugas bertelur, semut pejantan membuahi, semut pekerja bekerja, semut penjaga selalu menjaga lubang tempat hidup koloni semut. Wah, banyak sekali pengalaman yang bisa ditiru. Kerjasamanya itu lho, ck . .ck . . kompak bener. Belum pernah ada satupun ditemukan semut yang nganggur. Mereka pun tidak saling bingung mana yang harus dilakukan. Eh, ternyata mereka juga punya aturan yang ketat. Semut penjaga akan tanpa ampun mengusir semut yang bukan dari koloninya. Tentang jumlahnya, masya Allah buanyaaak banget. Di bukuya karangan Harun Yahya, setiap 40 bayi manusia yang lahir, semut mampu menghadirkan semut baru hingga sejumlah 700.000.000. Hebat nggak. Hebatnya lagi, satu semut mampu mengangkat benda yang beratnya 10 kali berat tubuhnya.


    Untuk mempelajari lebih dekat kehidupan semut, siswa kelas III C bermaksud mengadakan kegiatan beternak semut. Yang mereka lakukan adalah, pertama mereka membuat media hidup semut.


    Dipilihlah botol minuman mineral yang bening supaya perilaku semut bisa diamati dengan baik. Dibutuhkan 2 botol mineral yang keduanya dihubungkan dengan sedotan bening sebagai jembatan antar botol.


    Setelah terhubung dengan kuat, botol diisi dengan tanah yang dibasahi air yang sebelumnya botol dilubangi kecil-kecil sebagai tempat pertukaran oksigen.



    Saatnya memburu semut. Anak-anak ternyata telah menemukan satu sarang yang rame akan semut. Rame-rame pula siswa memburu semut berikut ratunya. Supaya perkembangbiakan semut dalam botol bisa terjadi. Tapi ingat ! semut yang diambil harus satu koloni, jika tidak, mereka akan saling kelahi. Bukan pekerjaan mudah untuk mendapatkan sang ratu. Cirinya, bentuk tubuhnya lebih besar dibanding semut pekerja. Siswa pun tak menyerah, setiap lubang digali, setiap kayu dikupas.


    Untuk memancing agar semut masuk, mereka menggunakan madu yang manis. Beberapa anak berhasil mendapatkan ratu, banyak yang belum berhasil. Ah, besok kita cari lagi hingga sang ratu tertangkap. Selanjutnya, tinggal mengamati aktivitas semut sambil sesekali dikasih makan berupa madu, roti ataupun permen. Ada yang tertarik beternak semut ?

    Entho-entho

    Entah siapa yang mulai. Siapa yang menemukan. Tahu-tahu anak-anak suka dan selalu senang bermain entho-entho. Tanah yang dibasahin kemudian dicetak pake tangan menjadi bulatan-bulatan sebesar bola tenis.



    Dan nama entho-entho pun gak satupun yang tahu dan mengaku penemunya. Setiap istirahat dari kelas manapun terlihat asyik memainkan entho-enthonya. Ada yang sengaja dibuat besar hingga menyamai bola bowling. Diperkeras untuk diadu kekerasannya. Atau sekedar digelundungkan seperti bola bowling.



    Tekniknya pun macam-macam. Ada yang langsung dicetak dari tanah yang dibasahin. Ada yang diperbesar dengan menggulung-gulungkan dengan tanah kering. Entah laki maupun perempuan. Permainan untuk semua gender dan segala usia.



    Anak-anak jadi bertanya, "Lho mengapa bisa ya dinamakan entho-entho?" Wah beruntung ya yang menemukan. Dia bebas ngasih nama barang temuannya. "Coba jika aku yang menemukan virus flu burung pasti deh aku kasih nama cuilik-menthik". Biar orang-orang tidak ketakutan banget ama tu virus. Nama kan bisa memberi kesan. Coba kalo gajah yang gede itu diganti namanya jadi mini-mini, pasti terkesan bentuknya kecil sebelum melihat ujud aslinya. Nah, itulah enaknya jadi penemu. Bebas memilihkan nama untuk hasil temuannya. Siapkah kalian jadi penemu ?

    Jambore Diary

    Kamis, 11 Juli 2008

    Akhirnya jadi berangkat pagi ini. Jam 06.00 di pagi buta, seluruh peserta hadir diantarkan orang tua mereka masing-masing. Untuk melepas keberangkatan menuju Jambore. Seperti mau pergi kemana gitu? Naik Haji? Atau ke luar negeri? Ust. Hamdan selaku kepala sekolah yang baru memberikan taujih kepada ke-24 peserta berikut 4 pembina. Kita harus tetap menyandang pribadi yang menjadi misi dari sekolah kita. Sebagai hamba yang sholih harus selalu tunduk terhadap aturan dan adab dimanapun dan kondisi apapun. Sebagai ilmuwan, selalu sensitif untuk meneliti setiap fenomena yang ditemui selama perjalanan. Sebagai pemimpin, selalu siap diatur dan mengatur dalam aktivitas tim. Sebagai wirausaha, selalu berpikir untuk menggali potensi nilai ekonomi di setiap hal yang ditemui.




    Jam 07.00 rombongan berangkat menggunakan bus ‘tanggung’ isi 30 penumpang. Setiap anak terlihat fit untuk melalui perjalanan panjang selama 12 jam, “Allohumma safarina hadzaa . . .” Bus mengambil jalur selatan menggunakan jalan Deandels. Jalan peninggalan Deandels, seorang Inggris yang menjabat gubernur semasa pendudukan Inggris di Indonesia.


    Di sepanjang jalan ditemui berbagai macam tanaman sayuran. Dari kejauhan terlihat pantai laut selatan yang tertutupi dengan pepohonan. Jalur selatan ini rupanya sedang diperlebar, sehingga ada beberapa jalan yang belum utuh.


    Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh beberapa orang menjual jasanya untuk mengatur jalan. Tentu dengan membawa topi atau kaleng untuk meminta imbalan uang atas jasanya itu. “Wah pungli ini namanya” kata ust. Udin.


    “He liat, banyak sekali ya kuburan disini” salah seorang anak menyeru. Memang, di sepanjang jalan Deandels akan kita temui beberapa deret kuburan yang terletak di bagian tengah ladang. Melihat jarak antar kuburan, sepertinya satu kuburan diperuntukkan untuk satu kampung. Tak berapa lama, mas Syahrul kambuh HIVnya, Hasrat Ingin Vivis. Yah, memacu pak sopir untuk segera mendapatkan POM bensin atau masjid untuk menunaikan hajat BAK. Eh, rupanya menular juga ke yang lain. Jadilah, BAK satu tumbuh seribu.


    Dari jalur selatan ternyata perjalanan berbelok menuju jalur utara, Pantura. Sewaktu melewati Brebes, tiba-tiba arus lalu-lintas macet di depan terlihat banyak orang berkumpul. Mulanya dikira tabrakan, eh ternyata ada hiburan dangdut tarling, putar-keliling. Kami semua heran, belum pernah melihat hiburan yang seheboh ini di Jogja.


    Dari Brebes, menuju Tegal. Lanjut ke Cirebon. Sampe di Subang, kami berhenti untuk sholat dan makan malam. Menunya terlihat aneh bagi kami orang Jogja. Ayamnya sih sama, sambelnya juga. Cuma lalapannya itu lho, masak terong buat lalapan. Yang benar saja. Trus, air tehnya juga hambar. Lidah Jogja kan terbiasa manis-manis ~apalagi orangnya~ ya bagaimana lagi, tetap diminum lha wong udah dipesan. Yang gak mau ganti minum air putih aja.


    Jakarta masih sekitar 100 kiloan meter lagi. Setelah makan malam, bikin mata berat dan tidur. Yang masih kuat melek, ngobrol apapun yang bisa diobrolin. Tepat jam 22, kami tiba di bumi perkemahan Cibubur. Setelah mendapat petunjuk dari penjaga pos langsung menuju arena perkemahan. Eh, rupanya sudah banyak peserta yang sudah hadir. Terlihat beberapa peserta mondar-mandir, ada yang jalan-jalan, beli maupun jajan makan. Kami berhenti dan menurunkan seluruh barang di dekat areal yang ternyata merupakan lapangan utama. Surprise-nya lagi ust. Jamal udah di belakang bus. Ust. Udin langsung ditunjukkan tempat sekretariatnya. Anak-anak menunggu sambil tiduran di lapangan.


    Setelah masing-masing regu mendapatkan kapling tenda. Regu putra di kecamatan Enerjik, kelurahan Sultan Hasanudin RW. 20. Regu putri mendapat wilayah di kecamatan Mandiri, kelurahan Rasuna Said. Rasanya ingin segera beristirahat. Setelah menata sana-sini, jam 00 baru kami bisa beristrahat.

    Jum’at 12 Juli 2008


    Hawa Jakarta sangat beda dengan Jogja. Malamnya tidak terasa begitu dingin. Makanya mandi jam 4 pagi juga berani. Setelah mandi, langsung wudlu dan sholat qiyamullail sendiri-sendiri. Begitu selesai sholat Shubuh berjama’ah, diteruskan dengan dzikir ma’tsurat bersama. Hingga mentari pagi menyingsing. Sarapan pagi dibuka. Minum susu hangat, snack pengganjal perut sebagai bekal upacara pembukaan.


    Seluruh peserta berangkat menuju lapangan utama, kabupaten jendral Sudirman. Di sana barisan dibentuk seperti huruf U. Yang membuat lama adalah pake acara gladi bersih segala. Tapi kok pak Hidayat Nurwahid gak ada, yah dikiranya beneran. Matahari semakin memanas, bosan sudah menjangkiti peserta, apalagi peserta SDIT. Tapi muncul semangat manakala pak Hidayat Nurwahid tiba bersama ketua Kwartir Nasional kak Azrul. Surprise-nya lagi, ada deklarasi bergabungnya Pandu SIT menjadi Pramuka SIT. O,makanya ada Kwarnas juga yang hadir. Trus harus pake tambahan asesoris berupa setangen leher merah-putih n tepuk pramuka. Selesai upacara setiap regu berdevile di depan panggung kehormatan.



    Kegiatan awal adalah mega outbound untuk putra dan kunjungan ke Mabes Brimob untuk yang putri. Mega outbound terdiri dari meniti bambu dan 2 tali, jaring pendarat dan flying fox. Dikarenakan alat terbatas sedangkan peserta banyak, akhirnya mengalami penungguan yang sangat lama. Dari mulai jam 13 harus berakhir hingga jam 17.



    Malam harinya ada acara nonton film bareng. Dikiranya yang diputar film terbaru tak tahunya malah film lama. Film Nagabonar yang lama. Ditambah lagi salah putar, pertama malah CD kedua dulu yang diputar, pas ditengah diganti dengan CD yang pertama. Saking lamanya pemutaran, beberapa anak dikarenakan lelah di aktivitas siangnya banyak yang pada tidur di padang rumput. Intinya, anak-anak kurang puas.

    Sabtu, 12 Juli 2008


    Di hari Sabtu, pagi hari ada senam Nusantara. Apa itu ? Senam yang musiknya berasal dari daerah ujung barat Indonesia hingga ujung timur. Gerakannya pun mirip-mirip aerobic. Instrukturnya langsung oleh yang buat senam itu, kak Jarwo. Katanya sih atlit nasional yang dapat medali perak di PON Kalimantan.


    Setelah sarapan pagi, agendanya adalah lomba widegame. Berupa Baris Berbaris, Tali temali dan Pertolongan Pertama Pada Musibah/P3M. Setiap regu berkumpul di tiap kecamatan. Regu putra berkumpul di lapangan kecamatan Hasanudin. Disana telah menunggu regu-regu lain untuk lomba. Ada beberapa materi yang jauh berbeda dengan kisi-kisi yang disampaikan di juknis lomba. Ya, jadinya anak-anak merasa cukup kelabakan. Tapi, alhamdulillah mampu melewati tiap bagian lomba meski belum berhasil meraih juara.


    Siang harinya setelah makan siang berlanjut dengan kunjungan. Gantian. Yang putra kunjungan ke Markas Brimob sedangkan yang putri menjalani mega outbound. Untuk menuju ke Brimob dijemput dengan truk Brimob. Seluruhnya ada sekitar 20an truk dan bus. Itupun belum menampung semua anak sehingga terjadi desak-desakan penumpang. Jauhnya perjalanan menyebabkan datangnya kantuk. Meski dengan berdesak bisa saja anak-anak menikmati tidur di atas laju truk. Sampai, di Brimob kami dikumpulkan di lapangan yang super luas. Pas di depan gedung Brimob. Teriknya matahari, membuat dahaga kerongkongan. Minuman dingin terjual laris manis diserbu para peserta yang menderita dahaga.






    Kami diberi kesempatan untuk melihat dekat bahkan boleh pegang setiap peralatan yang digunakan pasukan Brimob. Dari penjinak bom hingga alat selam. Robot penjinak bom menjadi daya tarik peserta. Eh, rupanya ada kamera kecil di atas robot tersebut sehingga operatornya bisa mengendalikan robot dengan lihai. Ada juga alat selam, baju tahan bakar serta kita berkesempatan membawa senapan M16. Wah kelihatan keren berpose dengan senapan otomatis ini. Kendaraan khusus pun digelar untuk dilihat. Boleh naik lagi sambil foto. Sewaktu masuk gedung, ada sebuah alat pendeteksi logam. Jika kita membawa logam dan lewat di alat itu akan mengeluarkan bunyi. Petugas akan curiga seseorang membawa benda asing. Kunjungan di Brimob diakhiri dengan demonstrasi mobil water canon dengan semprotan air kearah peserta. Itung-itung mandi sore. Seluruh peserta bersorak sewaktu air tersemprot. Rupanya, operatornya bukan anggota Brimob. Tapi anggota pandu dari Malaysia. Sempat terjadi insiden kecil, arah semprot terarah terlalu bawah sehingga semprotannya sangat kuat mengena salah seorang peserta. Sehingga jatuh, dahinya tergores konblok lapangan. Sedikit mengeluarkan darah, sehingga harus dilarikan ke ruang pemeriksaan.


    Malam harinya, pentas seni. Regu SDIT Alam Nurul Islam sebenarnya sudah menyiapkan pertunjukan spesial untuk pentas seni. Yaitu sebuah film pendek dengan judul Pandu The Movie. Disebabkan pihak panitia yang tidak bisa menyiapkan perlengkapan untuk memutarnya sehingga cita-cita kami untuk menampilkan karya film yang hanya jadi sehari itu menjadi kandas. Yach, tergores sedikit kekecewaan. Diantara kekecewaan temen-temen kami yang datang dari jauh luar pulau Jawa yang sudah menyiapkan pentas dengan berbagai perlengkapan harus batal hanya sebab alokasi waktu yang kurang.

    Ahad, 13 Juli 2008



    Di awal sebelum fajar muncul, seluruh peserta dibangunkan untuk melaksanakan sholat tahajud. Berkumpul di tanah lapang dengan jumlah peserta mencapai 4000 orang. Seperti sholat Ied saja. Kata panitia, kita telah memecahkan rekor dengan melakukan sholat tahajud dengan jumlah peserta mencapai 4000 orang. Alhamdulillah . . .



    Pagi ini seluruh rangkaian jambore akan berakhir. Penutupan diakhiri dengan konser nasyid oleh Justice Voice dan Ruhul Jadid. Anak-anak pada seneng penampilan Justice Voice, meski gak pake alat musik tapi dengan mulut terdengar mirip sekali. Gayanya seperti pake alat musik. Mereka membawakan nasyid Happy Days, Rumus Canggih dan Jangan Mepet-mepet. Begitu penampilan Justice Voice selesai, kami langsung cabut diri karena sebelum pulang kami mau mampir dulu di TMII.



    Bayangan kami di TMII mau mampir di beberapa anjungan. Melihat waktu dan dana akhirnya cukup satu anjungan yang kami masuki. Di anjungan Iptek, yang dekat dengan taman burung. Bayangkan, satu anjungan saja tiket masuknya Rp. 15.000,00 per orang. Mau minta diskon minimal harus 40 orang. Di sana ada banyak hal yang menarik untuk pembelajaran, khususnya Sains. Pertama, kita mengamati berbagai bentuk putaran. Roda kecil, besar serta bentuk sambungan putar. Lha pas melihat sambungan putar sempat terjadi insiden. Mas Ahim dengan rasa ingin tahunya yang tinggi ingin menyentuh bentuk sambungan putar. Bersamaan dengan itu salah satu teman lain mencoba memutarnya, akibatnya tangan mas Ahim tergencet. Berdarah, mengiris ujung telunjuk tangan kanannya. Segera dibawa ke ruang P3K dan diobati disana.


    Dari bentuk eksperimen Sains dasar hingga penerapan dalam teknologi ada di Iptek. Bentuk energi, cahaya, magnet, pesawat sederhana semua ada di sini. Jika ingin mencoba semuanya butuh lebih dari sehari di anjungan Iptek ini. Dhuhur tiba, kita segera sholat di lantai paling atas anjungan. Anak-anak tertarik pada cinderamata helixtime, pengukur waktu yang terbuat dari berbagai bahan. Ada yang dari pasir, seperti jam pasir. Ada yang dari air raksa. Bentuknya pun macam-macam. Rata-rata seharga Rp. 25.000,00.



    Setelah semua puas, perjalanan pulang pun berlanjut. Kami pulang mengambil jalur selatan. Melewati Tol Cikampek, Bandung, Garut, Ciamis, sampai Brebes. Letihnya kami, sehingga selama perjalanan banyak yang tidur. Sehingga pas di Jatilawang sekitar jam 22 kami berhenti untuk sholat maghrib-isya sekaligus makan malam. Rencananya untuk beli oleh-oleh kami akan berhenti di pusat oleh-oleh di daerah Banyumas. Tapi, semua terlelap. Bangun-bangun sudah sampai Jogja, jadi kandaslah rencana untuk membeli oleh-oleh. Cukup CD Jambore dan helixtime-lah yang menjadi oleh-oleh dari Cibubur. Sekaligus foto dan video. Alhamdulillah, kami bias tiba di SDIT Alam Nurul Islam tercinta pukul 02.30. Dengan sehat dan tetap semangat. Semangat seorang Pandu yang kini berganti nama menjadi Pramuka SIT. Allohu Akbar !!

    Night Beach Walking : Susur Pantai Bugel – Glagah


    Berbeda dengan tahun sebelumnya. Acara pelepasan kelas VI tahun ini bernuansa beda. Kalo angkatan pertama dulu, Kami petualang di lembah Merapi, Kalikuning. Tahun kedua dan ketiga, petualangan seru dengan rakit bambu di selokan Mataram. Lha, tahun ini lebih seru. Petualangan pantai. Menyusuri pantai selatan Jawa, dimulai dari pantai Bugel berakhir di pantai Glagah. Keduanya di kabupaten Kulonprogo Yogyakarta.


    Perjalanan selama kurang lebih 1 jam dengan dua minibus berangkat menuju titik start di pantai Bugel Kulonprogo. Sampai di Bugel pas Maghrib tiba. Rombongan berjalan menuju sebuah bangunan di dekat pantai. Dari baunya diketahui bangunan itu adalah tempat pelelangan ikan atau TPI. Pekatnya malam, hanya dengan sorotan senter ustadz-ustadzah dan siswa mencari sumber air untuk berwudlu.


    Ustadz dan siswa putra maunya nekat mau wudlu ke laut. Melihat ombak semakin besar rencana itu diurungkan. Alhamdulillah, ada penduduk setempat yang mengijinkan untuk digunakan kamar mandinya.


    Selesai sholat, untuk menjaga ruhiyah sebelum perjalanan, bersama Kami dzikir ma’tsurat. Sambil melihat bintang gemintang, dzikir serasa lebih dalam pengaruhnya. Lebih dekat kepada Sang Penguasa Alam Raya. Lebih membekas di hati. Menghalau segala ragu, takut, malas, keluh, dari Syaitan berasal musuh abadi manusia.


    Ustadz Hamdan memberikan taujih khusus untuk siswa kelas VI. Bahwa dalam mengarungi dunia baru nanti di pendidikan menengah, siswa kelas VI harus bisa berkarakter seperti ikan di laut. Mampu memilih lingkungan yang baik, jika lingkungan buruk tidak ikut tercemari bahkan akan memperbaikinya.


    Makan malam di kegelapan sungguh asyik. Pas saat perut kosong, diiringi dengan suara malam dan bau khas ikan laut, makan malam lahap tersantap.


    Sebelum berangkat, rombongan dibagi menjadi 5 regu. Tiga putra dan dua putri. Masing-masing regu dibersamai dengan 2 ustadz-ustadzah. Sebelum berangkat, peregangan badan dulu supaya tidak kaget jalan panjang. Sekitar jam 8 malam tiap regu berangkat. Putri mendahului. Ustadz Wakhid sebagai perintis jalan, sedangkan penyapunya ustadz Siswo.


    Dengan medan pasir, pijakan kaki terasa berat. Belum lagi di kanan-kiri ditumbuhi dengan ilalang berduri sehingga butuh kehati-hatian yang ekstra. Deburan ombak yang menderu menambah seru suasana perjalanan malam.



    Setiap 20 menit rombongan berhenti untuk istirahat dan ambil napas panjang. Ada yang sekedar duduk, minum, ngobrol bahkan ada juga yang bisa tidur pulas.



    Peluit tanda perjalanan dilanjutkan. Untuk mengusir lelah, ust. Lubis mencoba menghibur Kami. Selain menjadi guru, sopir bus adalah profesi sampingannya. Tak heran jika koleksi lagu pengamen banyak terdendang selama perjalanan. “Ayo, siapa lagi yang request lagu?” Tujuan pertama Kami adalah berhenti di mercusuar untuk istirahat panjang. Dari kejauhan tampak kerlipan lampu mercusuar tampak. Hati menjadi lega, sudah dekat. Namun, bosan menjangkit lagi. Ternyata, meski lampu mercusuar terlihat, belum juga sampai. Dendangan lagu ditambah lagi, bahkan yang pake lucu-lucu.



    Sampai di mercusuar, Kami langsung mengambil tempat istirahat. Regu putri dan ustadzah di sebelah utara mercusuar, regu putra di sebelah barat dan timur. Ust. Siswo berpesan, kurang lebih jam 2 malam Kami akan bangun untuk meneruskan perjalanan.


    Di tengah malam istirahat, tiba-tiba dikagetkan oleh suara mas Hanif yang kakinya kram. Ust. Lubis segera memberikan pijatan di kakinya. “Lha wong dari jalan jauh tidurnya kok ya ditekuk kakinya, ya kram jadinya”.


    Suara peluit panjang, tanda bangun dan berkemas. Perjalanan berlanjut. Sekarang, memilih jalur darat yang tidak berpasir. Agar perjalanan agak cepat. Sebelumnya, Kami menyusuri perkebunan lombok. Kebun lombok di atas pasir. Subhanalloh . . . Selama ini Kami mengira pasir tidak bisa menumbuhkan tanaman, ternyata dengan teknologi pertanian pasir, tumbuhan bisa tumbuh subur di atas pasir. Selain lombok juga dijumpai tanaman buah Labu, buah Semangka. Di sepanjang jalan Kami juga menjumpai pohon Cemara Udang. Pohon ini sengaja dikembangkan di daerah pantai dengan tujuan untuk mengurangi gelombang jika Tsunami datang. Di sepanjang jalan juga dijumpai pohon kapas. Bukan kapuk, kapas untuk isi bantal, tapi kapas bahan pakaian.


    Karena ada yang belum biasa berpetualang, ada peserta yang tidak pas bawa bawaan tas. Harusnya tas punggung, eh ini malah tas cangklong. Ya pegel sebelah deh akibatnya.


    Sampai di pantai Glagah saat Shubuh berkumandang. Kami sholat Shubuh berjama’ah di tepi muara sungai. Diatas bronjong, tatanan baru yang diikat dengan kawat untuk mencegah longsornya dinding muara.


    Selesai dzikir ma’tsurat, kami terus bermain di tepi pantai. Di sana ada nelayan yang akan melaut. Penasaran menarik kapal, bersama kita bantu pak nelayan menarik kapal ke pinggir laut. Eh, ternyata untuk masuk ke laut harus diperhitungkan dulu. Agar kapal tidak terhempas ombak yang besar.



    Bermain ombak di pantai di pagi hari yang segar udaranya sungguh nikmat. Tak terasa perut sudah mulai keroncongan. Santap pagi dimakan di tepi muara sungai. Selesai makan, kami berbincang melingkar untuk memberikan kesan dan pesan kepada kelas VI menjelang dilepas untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.




    Selesai berbincang, Ust. Irman datang membawa perlengkapan untuk membuat rakit. Bambu-bambu, jerigen dan rafia. Tiap regu diberi bahan berupa 4 buah bambu panjang, 6 buah bambu kecil, 6 buah jerigen dan tali rafia. Semua regu memastikan rakitnya kuat sehingga aman untuk menyeberang muara sungai sejauh 100 meter. Eit, bagi yang belum bisa berenang ada rompi pelampung.




    Regu yang selesai duluan langsung turun ke sungai dan mulai merakit. Pertama kali, simulasi dahulu jika jatuh ke sungai agar jatuhnya pas dan nyaman. Regu putri selesai duluan, dengan ditemani satu ustadz yang mahir berenang mulai merakit. Bagi yang berani, kegiatan itu jadi hal yang seru. Bagi yang takut tenggelam, berjuang mengusir ketakutannya.



    Setelah semua regu selesai merakit, seluruh rakit dibawa menuju di dekat jalan untuk diangkut. Peserta dipersilahkan ganti pakaian dan bersih diri. Kemudian acara bebas, bagi yang sudah cukup lelah hanya bisa bersantai di bawah tenda darurat untuk beristirahat dan makan apa yang bisa dimakan.



    Kegiatan itu ditutup menjelang ashar saat bus jemputan tiba. Betapa petualangan yang tak akan terlupa. Kesan mendalam akan tergores kuat terutama bagi para alumni yang sudah dilepas untuk melanjutkan perjalanan menggapai cita-cita tingginya. Selamat jalan anak, saudara, teman kami . . . .