Night Beach Walking : Susur Pantai Bugel – Glagah

» » » Night Beach Walking : Susur Pantai Bugel – Glagah


Berbeda dengan tahun sebelumnya. Acara pelepasan kelas VI tahun ini bernuansa beda. Kalo angkatan pertama dulu, Kami petualang di lembah Merapi, Kalikuning. Tahun kedua dan ketiga, petualangan seru dengan rakit bambu di selokan Mataram. Lha, tahun ini lebih seru. Petualangan pantai. Menyusuri pantai selatan Jawa, dimulai dari pantai Bugel berakhir di pantai Glagah. Keduanya di kabupaten Kulonprogo Yogyakarta.


Perjalanan selama kurang lebih 1 jam dengan dua minibus berangkat menuju titik start di pantai Bugel Kulonprogo. Sampai di Bugel pas Maghrib tiba. Rombongan berjalan menuju sebuah bangunan di dekat pantai. Dari baunya diketahui bangunan itu adalah tempat pelelangan ikan atau TPI. Pekatnya malam, hanya dengan sorotan senter ustadz-ustadzah dan siswa mencari sumber air untuk berwudlu.


Ustadz dan siswa putra maunya nekat mau wudlu ke laut. Melihat ombak semakin besar rencana itu diurungkan. Alhamdulillah, ada penduduk setempat yang mengijinkan untuk digunakan kamar mandinya.


Selesai sholat, untuk menjaga ruhiyah sebelum perjalanan, bersama Kami dzikir ma’tsurat. Sambil melihat bintang gemintang, dzikir serasa lebih dalam pengaruhnya. Lebih dekat kepada Sang Penguasa Alam Raya. Lebih membekas di hati. Menghalau segala ragu, takut, malas, keluh, dari Syaitan berasal musuh abadi manusia.


Ustadz Hamdan memberikan taujih khusus untuk siswa kelas VI. Bahwa dalam mengarungi dunia baru nanti di pendidikan menengah, siswa kelas VI harus bisa berkarakter seperti ikan di laut. Mampu memilih lingkungan yang baik, jika lingkungan buruk tidak ikut tercemari bahkan akan memperbaikinya.


Makan malam di kegelapan sungguh asyik. Pas saat perut kosong, diiringi dengan suara malam dan bau khas ikan laut, makan malam lahap tersantap.


Sebelum berangkat, rombongan dibagi menjadi 5 regu. Tiga putra dan dua putri. Masing-masing regu dibersamai dengan 2 ustadz-ustadzah. Sebelum berangkat, peregangan badan dulu supaya tidak kaget jalan panjang. Sekitar jam 8 malam tiap regu berangkat. Putri mendahului. Ustadz Wakhid sebagai perintis jalan, sedangkan penyapunya ustadz Siswo.


Dengan medan pasir, pijakan kaki terasa berat. Belum lagi di kanan-kiri ditumbuhi dengan ilalang berduri sehingga butuh kehati-hatian yang ekstra. Deburan ombak yang menderu menambah seru suasana perjalanan malam.



Setiap 20 menit rombongan berhenti untuk istirahat dan ambil napas panjang. Ada yang sekedar duduk, minum, ngobrol bahkan ada juga yang bisa tidur pulas.



Peluit tanda perjalanan dilanjutkan. Untuk mengusir lelah, ust. Lubis mencoba menghibur Kami. Selain menjadi guru, sopir bus adalah profesi sampingannya. Tak heran jika koleksi lagu pengamen banyak terdendang selama perjalanan. “Ayo, siapa lagi yang request lagu?” Tujuan pertama Kami adalah berhenti di mercusuar untuk istirahat panjang. Dari kejauhan tampak kerlipan lampu mercusuar tampak. Hati menjadi lega, sudah dekat. Namun, bosan menjangkit lagi. Ternyata, meski lampu mercusuar terlihat, belum juga sampai. Dendangan lagu ditambah lagi, bahkan yang pake lucu-lucu.



Sampai di mercusuar, Kami langsung mengambil tempat istirahat. Regu putri dan ustadzah di sebelah utara mercusuar, regu putra di sebelah barat dan timur. Ust. Siswo berpesan, kurang lebih jam 2 malam Kami akan bangun untuk meneruskan perjalanan.


Di tengah malam istirahat, tiba-tiba dikagetkan oleh suara mas Hanif yang kakinya kram. Ust. Lubis segera memberikan pijatan di kakinya. “Lha wong dari jalan jauh tidurnya kok ya ditekuk kakinya, ya kram jadinya”.


Suara peluit panjang, tanda bangun dan berkemas. Perjalanan berlanjut. Sekarang, memilih jalur darat yang tidak berpasir. Agar perjalanan agak cepat. Sebelumnya, Kami menyusuri perkebunan lombok. Kebun lombok di atas pasir. Subhanalloh . . . Selama ini Kami mengira pasir tidak bisa menumbuhkan tanaman, ternyata dengan teknologi pertanian pasir, tumbuhan bisa tumbuh subur di atas pasir. Selain lombok juga dijumpai tanaman buah Labu, buah Semangka. Di sepanjang jalan Kami juga menjumpai pohon Cemara Udang. Pohon ini sengaja dikembangkan di daerah pantai dengan tujuan untuk mengurangi gelombang jika Tsunami datang. Di sepanjang jalan juga dijumpai pohon kapas. Bukan kapuk, kapas untuk isi bantal, tapi kapas bahan pakaian.


Karena ada yang belum biasa berpetualang, ada peserta yang tidak pas bawa bawaan tas. Harusnya tas punggung, eh ini malah tas cangklong. Ya pegel sebelah deh akibatnya.


Sampai di pantai Glagah saat Shubuh berkumandang. Kami sholat Shubuh berjama’ah di tepi muara sungai. Diatas bronjong, tatanan baru yang diikat dengan kawat untuk mencegah longsornya dinding muara.


Selesai dzikir ma’tsurat, kami terus bermain di tepi pantai. Di sana ada nelayan yang akan melaut. Penasaran menarik kapal, bersama kita bantu pak nelayan menarik kapal ke pinggir laut. Eh, ternyata untuk masuk ke laut harus diperhitungkan dulu. Agar kapal tidak terhempas ombak yang besar.



Bermain ombak di pantai di pagi hari yang segar udaranya sungguh nikmat. Tak terasa perut sudah mulai keroncongan. Santap pagi dimakan di tepi muara sungai. Selesai makan, kami berbincang melingkar untuk memberikan kesan dan pesan kepada kelas VI menjelang dilepas untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.




Selesai berbincang, Ust. Irman datang membawa perlengkapan untuk membuat rakit. Bambu-bambu, jerigen dan rafia. Tiap regu diberi bahan berupa 4 buah bambu panjang, 6 buah bambu kecil, 6 buah jerigen dan tali rafia. Semua regu memastikan rakitnya kuat sehingga aman untuk menyeberang muara sungai sejauh 100 meter. Eit, bagi yang belum bisa berenang ada rompi pelampung.




Regu yang selesai duluan langsung turun ke sungai dan mulai merakit. Pertama kali, simulasi dahulu jika jatuh ke sungai agar jatuhnya pas dan nyaman. Regu putri selesai duluan, dengan ditemani satu ustadz yang mahir berenang mulai merakit. Bagi yang berani, kegiatan itu jadi hal yang seru. Bagi yang takut tenggelam, berjuang mengusir ketakutannya.



Setelah semua regu selesai merakit, seluruh rakit dibawa menuju di dekat jalan untuk diangkut. Peserta dipersilahkan ganti pakaian dan bersih diri. Kemudian acara bebas, bagi yang sudah cukup lelah hanya bisa bersantai di bawah tenda darurat untuk beristirahat dan makan apa yang bisa dimakan.



Kegiatan itu ditutup menjelang ashar saat bus jemputan tiba. Betapa petualangan yang tak akan terlupa. Kesan mendalam akan tergores kuat terutama bagi para alumni yang sudah dilepas untuk melanjutkan perjalanan menggapai cita-cita tingginya. Selamat jalan anak, saudara, teman kami . . . .

Share

You may also like

3 komentar

hanip 08 mengatakan...

ass,wr,wb

kpn ke diengnya?

----------------------------------------------------------------------------------------------------
Ke Diengnya insya Allah tanggal 7 oktober

umi alya&rayhan mengatakan...

kelas VI tahun ini mo pelepasan kmana?

Andri Zulfikar mengatakan...

mantap.....