Januari 2016

    Pentas Teater Kelas 2 : ' Bukan Urusanku ! '

    Satu bulan sudah terlewati di semester dua ini, tentu tema pertama di setiap level kelas sudah selesai. Saatnya tutup tema dan memamerkan produk hasil pembelajaran mereka. Indikator belajar berhasil adalah adanya perubahan. Bukan semata tahu tapi mampu. Lebih jauh dan idela lagi jika pembelajaran mampu memberi, menebar kemanfaatan bagi manusia dan bahkan makhluk sekitar. 
     Menutup tema pembelajaran 'Musyawarah', kelas 2 SDIT Alam membuat proyek dengan penampilan teater yang diberi judul 'Bukan Urusanku !' Teater kelas 2 ini tampil pada hari Jum'at 29 Januari 2016 di GOR SDIT Alam Nurul Islam. Dengan mengundang para orang tua siswa beserta keluarga, momen teater ini akan menjadi kali pertama show besar disamping Gelar Potensi Siswa. Teater terdiri dari 2 babak. Babak pertama menampilkan 'Once upon a Time' -nya perkembangan musyawarah dalam mengambil keputusan atas sebuah permasalahan. Diawali dengan tampilan anak-anak yang berpakaian bak keluarga Flinstone karena memang mereka sedang tampil di jaman batu. Rupanya untuk mengambil keputusan saat itu berdasarkan siapa yang paling kuat. "Yang paling kuat lah ia yang menang !" begitu seru ketua suku kepada rakyatnya dalam menentukan apa yang akan dimakan suatu hari.
     Jaman selanjutnya adalah jaman kerajaan. Dimana sang raja adalah pemutus utama setiap pilihan dalam setiap masalah. Sehingga si patih selaku perantara raja dan rakyat harus bolak-balik komunikasi untuk memenuhi permintaan rakyatnya karena raja tidak boleh ketemu langsung dengan rakyatnya. Tapi lucunya di adegan tersebut si raja akhirnya menuruti permintaan rakyatnya untuk dikasih ice cream . . . hihihi
    Berlanjut di jaman Wild wild West, jaman koboi. Dimana keputusan ditentukan dengan adu tembak untuk menunjukkan kejantanan para koboi. Adegan lucu saat 2 koboi adu tembak, setelah kedua koboi melepas tembakan, salah seorang koboi tersungkur disusul kemudian koboi satunya juga kena tembak. Menjelang ajal kedua koboi tersebut menyesal kenapa diputuskan pakai adu tembak. Jaman terakhir yang ditampilkan adalah jaman terkini dengan hadirnya Pak Rete (pak RT red) yang memutuskan perselisihan kumpulan 2 bocah yang saling berebut Durian dengan berantem. Meski Pak Rete sempat kena juga pukulan bogem baocah-bocah tapi dengan dedikasinya ia hadir sebagai penengah warganya. Salut pada Pak Rete.
    Babak kedua penampilan teater berjudul 'Bukan Urusanku !' Seting kejadian di tahun 80an dimana menceritakan seorang anak bernama Bagas yang diingatkan kembali dahulu semasa ayahnya masih hidup. Ayahnya seorang yang berkarakter tegas dan keras. Ia ingin anaknya menjadi siswa yang selalu berprestasi sehingga selalu menginginkan anaknya untuk selalu belajar keras. Suatu hari si Bapak baru saja mendapatkan rapor hasil belajar si Bagas dan dijumpai nilai-nilai yang kurang. Betapa marah dan kecewanya Bapak menakala menemukan si Bagas yang justru tidak belajar keras namun malah sering bermain dengan teman-temannya.
    Kemarahan Bapak tumpah ruah pada diri Bagas. Bapak merasa sudah banyak jerih payah dilakukan untuk kesuksesan Bagas tapi apa daya si Bagas buruk prestasinya. Si Ibu hadir mengkondisikan suasana dan sedikit membela Bagas, tapi justru menambah kemarahan Bapak. 
    Bapak tambah uring-uringan lagi manakala saat Bagas mau main Ibu memberi ijin bukannya meminta Bagas untuk selalu belajar karena nilainya yang kurang. Kemarahan Bapak memuncak sampai membentak Ibu untuk lebih tegas pada Bagas. "Urusan rumah, anak semua adalah urusan Ibu, itu bukan urusanku !" Tiba-tiba Bapak terkena serangan jantung dan mendapatkan ajalnya, si Bagas mendekat sedih, Bapak pun merasa menyesal telah menekannya supaya selalu memenuhi permintaannya. Akhirnya Bapak meninggal . . . . .
    Teater 'Bukan Urusanku !' naskah ditulis oleh Abdullah Imaduddin, Musik oleh Ginong Pratidhina Nur Muhammad, Properti oleh JAB, Jaringan Anak Bahasa UAD, Sutradara Yunarko Budi Santoso. Pemeran, Bapak oleh Muh Hamdan, Ibu oleh Dyah Nurhidayati, Bagas besar oleh Maulana, Bagas kecil oleh Adin.


    Tangga Cita-cita

    Outbound perdana semester 2 kali ini sudah dimulai oleh kelas atas, kelas 4 hingga 6. Setiap kelas menjalani outbound berdasarkan perencanaan masing-masing tim guru kelas. Nuansa outbound biasanya tidak terlepas dengan tema pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Mulai dari warming up, Fun Games, Low Impact semua dipersiapkan permainannya oleh tim guru. Pun juga dalam pelaksanaan hingga pemaknaannya atau debriefing. Sedangkan untuk High Impact-nya dipersiapkan oleh tim outbound yang lebih profesional dikarenakan permainan yang dilakukan menyangkut resiko yang tinggi sehingga butuh tenaga dan ekstra pengamanan yang tinggi pula.
    Untuk permainan High Impact kali ini adalah Tangga Cita-cita. Di permainan ini setiap anak diwajibkan untuk meniti tangga yang terbuat dari bambu. Tangga itu diikat menggantung menggunakan karmantel di bawah sebuah jembatan. Ujung bawah tangga berada di sungai. Bambu itu akan selalu bergerak, untuk mengendalikannya ada 4 buah tali sebagai penahan yang harus ditarik saat ada yang naik.
    Sedangkan yang naik diharuskan memakai tali harnes untuk pengamanan yang ujungnya diikat dengan karmantel yang fleksibel bergerak diikat dengan karabiner. Ujung karmantel juga dikendalikan oleh tenaga ahli.
    Begitu sudah sampai pada tangga paling atas, tantangan tidak lantas selesai. Meski bola sebagai target yang harus disentuh tidak dengan mudahnya untuk langsung disentuh. Karena masih harus membutuhkan keseimbangan di ujung tangga. Begitu bola sudah tersentuh, misi sudah berhasil dilaksanakan.
    Bagi yang sudah berhasil lantas melepaskan diri dari tangga dan meluncur ke bawah mendarat di atas air. Byuur. Meski kondisi cuaca hujan, kegiatan high impact tetep dilaksanakan dengan tetep waspada manakala banjir datang. Alhamdulillah kegiatan bisa dilaksanakan dengan sukses

    Mini Library

    Memasuki semester genap ini ada budaya baru yang akan digerakkan di Sekolah Alam Jogja. Setelah di semester ganjil kemarin budaya sholat berjama'ah terkhusus bagi siswa kelas atas, kelas 4 hingga 6, maka di semester kali ini satu budaya lagi diangkat. Yaitu budaya membaca. Sekolah Alam Jogja mempunyai target tentang membaca adalah, budaya membaca dikatakan berhasil manakala ia sudah menggantikan aktivitas mendengar. Jika siswa sudah melakukan lebih banyak aktivitas membaca dalam memenuhi keingintahuannya dengan berbagai informasi ketimbang duduk diam mendengarkan guru maupun alat media. Nah, kondisi tersebut berarti sudah berhasil.
    Untuk mewujudkan budaya membaca tersebut tidaklah cukup hanya dengan seruan. Sangat butuh prosedur teknis dan alat penunjangnya. Prosedur teknis akan menjamin aktivitas membaca dilakukan dan dibiasakan. Sehingga dari belum dilakukan menjadi dilakukan, terus berlanjut menjadi kebiasaan. Untuk membaca ternyata tidaklah cukup hanya dipenuhi dengan keberadaan perpustakaan. Bahkan perpustakaan yang sudah ditunjang dengan koleksi lengkap dan sistem database digital. Karena faktor seperti jarak kelas dengan perpustakaan turut menyumbang potensi minat baca yang rendah.
    Dari permasalahan akses perpus yang kurang, muncullah ide Mini Library atawa perpustakaan kecil. Yaitu dimana perpustakaan 'membuka cabang' di setiap kelas. Buku didekatkan dengan siswa. Jika di hotel-hotel berbintang selain ada Bar utama sebagai tempat penyedia berbagai macam minuman, di setiap room mereka juga sediakan layanan Mini Bar. Kurang lebih begitu kesamaan idenya.
     Koleksi Mini Library diambilkan dari buku perpustakaan yang diputar setiap pekan. Koleksi Mini Library ditambah dengan buku-buku yang berasal dari setiap siswa yang dipinjamkan untuk berbagi baca dengan teman lainnya. Terkhusus kelas atas, buku-buku yang distok berupa Novel untuk sastra dan buku pengetahuan populer. Selain membangun kebiasaan membaca juga melatih untuk menangkap informasi dan makna dari aktivias membaca tersebut.
    Dengan keberadaan Mini Library, saat istirahat setiap siswa langsung siap sajian bacaan di tempat. Tidak lagi harus direpotkan dengan jarak, antrian, denda jika lupa mengembalikan. Tentu untuk menjamin ini menjadi kebiasaan harus dipantau dan dievaluasi terutama bagi siswa yang masih jarang melakukan aktivitas membaca.