Tour 150 mdpl Puncak Kahyangan

» » » Tour 150 mdpl Puncak Kahyangan

Sudah menjadi acara penghujung akhir tahun ajaran, Pelepasan siswa kelas VI kali ini dilaksanakan di daerah -orang menyebutnya- Kahyangan atau Kayangan. Ini bukan tempat ilusi nan fiksi seperti di cerita-cerita. Mungkin orang memberinya nama terinspirasi dengan nama Kayangan di cerita-cerita itu. Lokasinya di sebelah timur pantai Parangtritis Bantul Jogja. Atau tepatnya di atas pantai Parangendog.  Setelah sholat Maghrib dijama' dengan sholat 'Isya, seluruh peserta yang berjumlah sekitar 60 orang yang terdiri dari siswa, ustadz-ustadzah dan karyawan menuju pantai Parangtritis.

Sebelum jalan ngisi perut dulu. Sebab untuk menuju lokasi bermalam nanti akan ditempuh dengan jalan kaki. Peserta secara berkelompok berbagi makanan. Setelah cukup, ust. Budi langsung memberikan pengantar terkait kegiatan malam itu. Siswa diingatkan kembali tentang perjalanan hidupnya dari ketiadaannya dulu hingga kini ada. Menjalani hidup ini persis seperti saat kita menempuh sebuah perjalanan. Penuh lika-liku. Terkadang harus berhenti, terkadang harus berjalan cepat. Terkadang harus belok, bahkan terkadang harus mundur lagi.


Setelah tujuan dan niat diluruskan, berlanjut dengan pemanasan untuk melemaskan dan mengkondisikan sendi. Supaya saat jalan menjadi lentur dan gak terjadi kram. Rute jalan menuju atah timur menyusuri pasir pantai. Mendekati sebuah kumpulan rumah yang di depannya dilintasi sungai, rombongan memotong melewati sebuah jembatan kecil bambu. Masuklah ke sebuah ladang yang masih dipenuhi pasir. Jadinya pas jalan cukup berat. Habisnya, benaman pasir cukup membutuhkan energi tuk nyabut. Begitu dataran pasir habis, tanah mulai padat. Ketemulah dengan sebuah jalan kecil. Pertama sempat ambil kanan. Setelah lama menyusuri, loh kok ketemu laut lagi. trus di atasnya ada sebuah bangunan seperti makam atau petilasan. Tapi kok banyak lampunya. Setelah tanya sana kemari ternyata ambil jalannya salah. Kita berada di depan atau dibawahnya hotel Queen of The South. Jalan harus balik lagi. Pada ngeluh tapi jalan harus tetep dilakukan.

Sesekali ya boleh deh istirahat. Perasaan tanjakan ini gak ada ujungnya. 45 derajat lagi miringnya. Banyakin minum, sesekali ada juga yang merinding mengamati pepohonan di kegelapan kanan dan kiri. Tapi, gak usah takut, kita kan rame-rame, apalagi ditambaha lagi A'udzubillahi minasysyaitonirrojiim, udah deh siapa sih yang mampu melaawan saat Allah dah lindungi. Perjalanan berlanjut, naik sampai menemukan jalan aspal. Jalan utama menuju lokasi.

Alhamdulillah jalan aspal sudah ketemu. Berarti tinggal dikit lagi sampe deh. Namun, meski ntar lagi sampe, jalan yang dilewati tidaklah datar. Justru menanjak ekstrim. Ada yang lebih dari 50 derajat, jadinya hampir tegak. Wah perlu tenaga ekstra untuk mendorongnya. Apalagi tentengan juga gak ringan nih.

Rupanya, untuk jalan menanjak terus isi perut langsung kosong. Laper menyerang. Udah deh, sebelum sampe lokasi memang transit dulu di rumahnya Pak Kartono. Karena ustadzah-ustadzah yang bawa bayi mau nginep di rumah ini. Kasian bayinya kalo juga bobok di alam. Alhamdulillah, pak Kartono nyediain mie instan. Akhirnya langsung pada rebutan pesen demi mengisi perut yang udah keroncongan.

Emang gak rugi deh, udah kesel-kesel jalan najak nanpenuh keringat. Bau lagi, di plokasi kita disuguhi dengan pemandangan yang Subhanalloh indahnya. Di depan pemandangan pantai Parangtritis berikut bangunan warung dan losmennya. Semua peserta sudah ambil lokasi. Untuk laki-laki di bagian selatan landasan. Perempuan bagian utara. Udara yang dingin mengharuskan untuk memastikan tidak ada anggota badan yang terbuka, karena angin bisa mengusik dengan tusukan dinginnya sampe tulang.

Nah, gini nih pemandangan dari atas landasan Kayangan kalo pagi hari. Di ujung sana garis pantai selatan begitu jelasnya. Pagi hari saatnya puncak acara Pelepasan. Setiap siswa mengutarakan kesan selama menjadi siswa di sdit Alam Nurul Islam. Dari kesan, emmang sangat bervariasi mulai dari yang lucu hingga bikin dikit jengkel deh. Pesannya, rata-rata menginginkan supaya SDIt Alam kembali lagi seperti dulu. Banyak pohon, rindang, adem jadinya kesan alam menempel kuat. Sungguh sebuah momen yang cukup membekas. Ustadz-ustadzah pasti sangat mengharuskan, segala nilai, nasehat yang telah didapatkan selama di SDIT Alam bukan terus luntur dan yak berbekas manakala sudah lepas dari SDIT Alam. Tapi justru harus terpatri kuat bahkan mampu mempengaruhi temen baru di sekolah yang baru nanti.

Share

You may also like

Tidak ada komentar