BATAS LITERASI

» » BATAS LITERASI


Saya sering jumpai siswa yang sudah lancar membaca tapi tidak memahami apa yang ia baca. Sehingga, membaca baginya adalah sebentuk pelunasan beban kewajiban belajar saja. Saya tidak jarang menjumpai siswa yang diberi tugas gurunya di perpustakaan untuk merangkum sebuah buku. Yang dilakukan bukan membaca buku itu dulu. Ya tidak harus semua saja lah. Tapi juga tak dilakukannya. Trus apa yang dilakukan? Siswa itu langsung buka buku. Kemudian hanya menuliskan kembali tulisan persis yang ada di buku. Satu atau dua buah kalimat saja. Pernah saya sambangi salah seorang mereka saat merangkum (menjiplak) buku. Dengan malu-malu ia tutup pelan-pelan buku itu. "Mengapa tak kau baca dulu bukunya?" tanyaku. Si siswa hanya tersenyum, kemudian melanjutkan aktivitas sebelumnya.
Fenomena membaca tapi belum literat ini paling sering dijumpai saat siswa tingkat akhir (kalo SD kelas 6) Terlihat saat siswa disodorkan bacaan. Sudah terampil membaca sih, tapi tak bisa menangkap pesan atau inti bacaan. Paling nyata lagi terlihat saat siswa harus memahami sebuah soal cerita. Boleh jadi anak hafal rumus dan lihai dalam berhitung. Tapi kemampuan dalam menangkap masalah dalam soal cerita bisa berakibat fatal. Asal comot dan hitung angka-angka dalam soal cerita padahal angka itu bukan data penting masalah.
Nah, kapan titik literasi membaca itu sudah terlewati? Manakala membaca bagi anak sudah menjadi aktivitas seasyik main game. Tak kenal waktu dan tempat. Saat ada buku langsung sikat. Anak-anak jenis ini tergolong makhluk yang paling kerasan di perpustakaan, pameran buku atau toko buku. Buku sudah seperti makanan lezat yang rugi jika terlewat.
Sering kujumpai anak yang menampilkan ekspresinya saat membaca. Ketawa sendiri, muka serius. Trus, seringnya konfirmasi kosa kata yang baginya baru. Gak ada angin gak ada hujan, anakku yang kelas 2 bertanya, "Dipecahkan itu apa to bi?" ternyata ia baru saja membaca narasi "masalah yang dipecahkan" karena baginya yang dipecah itu selama ini ya barang pecah belah. Masalah yang 'dipecahkan' itu masih terlalu abstrak baginya. Adil makmur, anak gadis, mengapa hari sabtu gak boleh nyari ikan (ini aku sempat hening, oh ini pasti kisah liciknya yahudi ngakali Allah hehe)
Ayo kita cek lagi kemampuan baca anak-anak kita. Atau bahkan diri kita. Sudahkah sampai pada titik literasi?
sumber : Ariefuddin

Share

You may also like

Tidak ada komentar