US, AKU PINGIN CEPET NIKAH

» » US, AKU PINGIN CEPET NIKAH



Mendengar. Kan. Sepertinya sudah menjadi aktivitas yang sangat berat di era serba visual ini. Serba touchscreen dan movie. Teknologi processor yang makin cepat membuat tayangan yang membagi pesan dengan kilat pula. Informasi otak didominasi berasal dari serapan mata. Berwarna. Gradasi. Siluet. Semua mata yang mencerna. 

Daya imajinasi sedikit demi sedikit berkurang. masihkah ingat saat jaman stasiun TV baru ada TVRI?  Ada satu cerita di radio yang sangat terkenal. Saur Sepuh. Banyak stasiun radio menyiarkan. Dibuat sekuelnya. Ceritanya menarik sehingga membuat pendengarnya penasaran. Bahkan sampai ada yang mengulang untuk sekuel yang sama di stasiun radio lainnya. Salah satu yang membuat menarik selain alur cerita, adalah karena audiens itu mendengarkan. Dengan mendengarkan, imajinasi pendengar bermain. Bagaimana menggambarkan burung Rajawali raksasa yang ditumpangi tokoh Brama Kumbara. Atau Pedang Setannya Manthili. Ajian Serat Jiwa dari tingkat 1 ke tingkat 10. Tapi, betapa kecewa massalnya para penggemar Saur Sepuh saat kisah itu diangkat ke layar lebar. Mengapa? Karena saat itu teknologi CGI memang belum ada sehingga untuk membuat rajawali raksasa masih manual. Dan tentu saja performance sang rajawali jauh sekali mewakili imajinasi para pendengar yang sudah dahulu terbangun.

Fakta ini harus kita pahami benar. Terutama dalam proses pembelajaran. Dengan era yang lebih banyak menstimulus penglihatan anak, kita butuh menyeimbangkan dengan indra pendengarannya. Ide ini yang coba saya terapkan di kelas saya. Pembelajaran calis, membaca dan tulis agar terjadi ikatan (engangement) antara siswa dan pembelajaran dibutuhkan ketertarikan. Mengapa banyak anak yang tak terikat dengan pembelajaran sehingga males belajar ? Belajar hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Menulis, membaca hanya mekanis, robotik. Tak mempunyai ruh. Bisa jadi mereka sedang teralienasi, terasingkan dengan materi belajar. Tidak dilibatkan sehingga bisa merasakan. Di kelas, saya coba ubah semua instruksi dan pesan itu dominan audiotori. Harus didengar. Kan. Di awal nampak sekali betapa paparan visual yang dominan dari gadget menjadi halangan bagi siswa untuk fokus mendengarkan. Sedangkan siswa diharuskan mendengarkan untuk menangkap cerita yang saya sampaikan untuk kemudian ditulis kembali inti yang dipahami dari cerita itu. 

Waktu itu tema pembelajaran di kelas 2 adalah makanan. Saya mengambil buah apel sebagai topik cerita. Kisah 'Pemuda dan Apel' jadi pilihan menarik menurutku untuk dikisahkan. Meski kisah ini nyata, tapi tetap butuh modifikasi hiasan-hiasan agar menarik siswa. Di kisah itu seorang pemuda di era thabi'in yang bernama Tsabit bin Zutho menemukan sebuah apel. Karena saking laparnya ia makan apel itu satu gigitan. Tapi ia kemudian kaget karena apel itu belum halal baginya. Lalu ia cari si pemilik apel. Bertemulah Tsabit dengan seorang Bapak di tengah ladang. Lalu Tsabit minta halalnya apel kepada si Bapak. Apel akan diikhlaskan dengan syarat Tsabit harus kerja di ladangnya selama kurun waktu tertentu. Waktu berlalu hingga tiba berakhirnya masa kerja di ladang. Segera Tsabit temui Bapaknya minta penegasan lagi. Si Bapak kasih syarat tambahan. Di titik ini beberapa anak ada yang berkomentar "Kejam banget ya si Bapak, cuma satu apel syaratnya berat sekali". Syarat kedua adalah diminta menikahi putrinya yang buta, tuli dan buntung. Si Tsabit dengan berat hati menerima syarat itu. Setelah akad nikah, si Bapak meminta Tsabit untuk menemui anak gadisnya yang buta, tuli dan buntung itu. Betapa kagetnya Tsabit karena yang ia lihat adalah seorang gadis normal, cantik, bermata biru dan berambut pirang (ini tambahan hiperbolik saya 😁). Kulihat wajah takjub di mata siswa-siswaku. Bahkan ada yang nyeletuk "Us, Aku pengen cepet nikah"
Imajinasi anak tentang gadis yang cantik cukup terbagun. Sehingga saat menuliskan kembali dalam bentuk narasi mereka tuliskan selain alur cerita juga makna kesan yang mereka tangkap dari mendengarkan cerita barusan. Meski masih ada yang baru mampu menangkap alurnya secara utuh, secara umum inti pesan cerita mampu dipahami.

sumber : Ariefuddin

Share

You may also like

Tidak ada komentar