Parenting School XVI : Anak Cerdas Bukan Turunan tapi Hasil Pendidikan

» » Parenting School XVI : Anak Cerdas Bukan Turunan tapi Hasil Pendidikan

Itulah kepercayaan yang dianut Bu Ety Nurhayati yang juga dibuktikan pada keempat putranya.  Adalah Alimatun Nashira (IRA), putri pertama yang berhasil meraih Medali perunggu IJSO, Taipei (2007), Medali Emas Kimia OSN SMA (2009), Medali Perak ICHO, Jepang (2010), Medali Perak ICHO, Turki (2011). Lalu,  putra kedua, Muhammad Imam Adli (ADLI) peraih Medali Perak, OSN Matematika SD (2006), Medali Perak OSN Astronomi SMA (2011), kemudian,  Nur Tsurayya (AYA), putri ketiga, Finalis OSN Biologi (2011), juara 1 Padmanaba Science Competition seDIY-Jateng 2011, juara 1 Wibhakta Science Competition seDIY-Jateng 2012 dan terakhir,  Muhammad Raid Akram (AKRAM) peraih Medali emas olimpiade Matematika SD JSM (2011), juara I lomba Imaria 2011, Medali emas Science Master  2012. Bu Ety yang pada kesempatan Parenting School kali ini sengaja dihadirkan untuk berbagi kiatnya mendidik putra-putrinya menjadi anak yang cerdas.


 Itu semua diakui bu Ety bukan keturunan tapi memang hasil pendidikan yang diterapkannya sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Yang memegang kewajiban mendidik anak ada di pundak orang tua. Sangat disayangkan jika ada orang tua justru menyerahkan semuanya pada lembaga pendidikan dan lepas tangan. Begitu pengantar awalannya. Kemudian, beliau membagi 11 Kiat Mendidik Anak supaya Pintar atau Cerdas.


 1.  Memperlakukan dia sebagai anak yang pintar

Jangan pernah sekalipun mengatakan anak kita dengan sebutan 'bodoh'. Seburuk apapun kemampuannya. Itu sama saja kita menyerang  perasaan anak. Jika kita sadari, banyak hal kemampuan yang telah dikuasai anak sejak kecil. Contohnya, anak kita sudah bisa berbahasa ibu sebelum 5 tahun. Padahal jika sekarang ini kita belajar bahasa asing susah banget dibuatnya. Pernah suatu ketika, putri pertamanya menanyakan tentang kemana kotoran yang dibawanya harus dibuang. Bu Ety menjawab, "Mosok gitu aja gak ngerti, ya dibungkus plastik dulu dong". Langsung, si anak marah, "Umi tu, saya ini paham sekali, plastik itu kan polutan yang sulit diurai, Berbahaya, Harusnya dibungkus kertas saja yang aman !" Nah, rupanya ia tersingung dikatakan 'tidak ngerti'. Makanya hati-hati setiap melontarkan ucapan kepada anak.

2. Membangun Komunikasi

Komunikasi harus berlangsung 2 arah (dialog) dan harus logis (masuk akal). Jangan menguasai, tidak mau tahu alasan si anak. Dan yang paling prinsip, ajari anak untuk jujur. Apapun kondisinya. Sengaja anak saya suruh anak untuk jujur dulu sebelum saya suruh untuk Sholat. Karena Rasulullah saja meminta supaya menyuruh anak sholat diawali umur 7 tahun. Ternyata, Kejujuran akan menjadi pondasi kuat untuk membangun komitmen di saat remaja dan dewasanya. Pernah si sulung dituduh nyotek sama gurunya. Saking dongkolnya si guru hingga ditendangnya, "Saya diminta sama orang tua saya untuk Jujur dimanapun, kapanpun". Adiknya juga pernah terjangkiti penyakit gila game hingga lupa waktu. Dengan mudah bu Ety meminta tanggung jawab si anak dengan menebus sanksinya.

3.  Menumbuhkan rasa ingin tahu anak .

Rasa ingin tahu ditandai dengan banyaknya pertanyaan. Jika anak kita banyak bertanya jangan malah dimarahi. Sesederhana apapun pertanyaannya. Saat kita sulit menemukan jawabannya katakan saja tidak tahu. Pernah suatu ketika putra kedua bu Ety menanyakan pada sopirnya, "Mas tahu gak, berapa kecepatan cahaya ?" Masnya menjawab, "Yang saya tahu kecepatan mobil tu nak, kalau kecepatan cahaya saya gak tahu". Untuk orang-orang di sekitar rumah bu Ety sudah dikasih tahu jika ditanya anaknya. Pernah juga, anaknya saat masih umur 3 tahun bertanya, "Umi, itu apa?". "O, itu namanya Trafo". Tentu saja sangat sulit membahasakan Trafo untuk anak seumuran 3 tahun. Tapi bu Ety tetap menghargainya, "Kelak nanti suatu saat kau akan tahu apa itu Trafo jika sudah belajar tentang listrik". Mendengar jawaban ibunya, si anak tumbuh penasarannya. Untuk menumbuhkan keingintahuan ajaklah anak-anak untuk piknik, jalan-jalan. Pancinglah dengan bertanya pada setiap benda yang dijumpai. Biar anak meneruskan dengan pertanyaannya. Dan kita harus siap menjawabnya.

4. Membudayakan senang membaca

Untuk membangun kecintaan pada buku, bacakanlah cerita misal pas saat tidur. Tidak lupa sediakan koleksi buku yang menarik di rumah. Biasanya untuk anak kecil lebih banyak gambar dan sedikit tulisan untuk menarik. Kita sebagai orang tua juga harus memberi contoh membaca buku. Berilah kebebasan kepada anak untuk memilih buku bacaan kesukaannya sendiri. Mintalah mereka bercerita tentang isi buku yang sudah dibacanya. Bu Ety selalu membaca buku yang dibaca anaknya. Sehingga mengetahui isi buku yang dibaca anaknya.

5. Bermain permainan yang berpikir

Ajarilah anak untuk bermain yang mengasah berpikir anak. Seperti  Ular tangga, catur, halma, lego, balok susun, puzzle, TTS, sudoku, monopoli, origami, kartu, tebak angka, tebak benda, nama-nama negara, dll. Awalnya boleh jadi anak belum bisa. Masih meniru cara kita bermain. Tapi dengan berulang mereka akan menemukan strategi jitunya. Bahkan mengalahkan kita. Pernah bu Ety mengajak bermain tebak nama negara. Ternyata membuat penasaran anak kemudian si anak tersebut minta untuk dibelikan peta dunia. Hingga tahu benar berapa jumlah negara di benua Afrika.

6. Aktivasi Otak Kanan

Sudah menjadi ilmu populer jika otak kanan berfungsi pada kerja membangun imajinasi, daya kreatif, abstrak, prediksi. Untuk menstimulusinya dengan mengaktifkan anggota badan sebelah kiri. Perbanyaklah untuk menggunakan tangan sebelah kiri. Memang sih kita akan terkendala dengan adab seperti makan, salaman, untuk yang lain usahakan tangan kiri aktif. Selain itu rangsang otak kanan dengan musik, lagu dan sastra. Puisi misalnya. Aktivitas ibadah juga merupakan rangsangan otka kanan.

7. Memberi Kepercayaan pada Anak

Mulailah untuk memberi kepercayaan pada anak. Tidak ada batasan usia yang pas. Indikatornya saat anak sudah bisa melakukan yang kita contohkan berarti ia sudah siap untuk diberi tanggung jawab sendiri. Misal, merapikan kamar tidurnya. Berilah kebebasan untuk memilih, tentu dengan disertai alasan yang logis. 8. Makanan

Makanan yang masuk akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dna perkembangan tubuh. Terkhusus otak. Makanan yang banyak mengandung MSG (Monosodium Glutamat) penyedap rasa buatan akan sangat mengganggu fungsi otak meski sedikit demi sedikit. Apalagi di tengah banyaknya media iklan yang menawarkan makanan berpengawet, sebagai orang tua harus pandai-pandai membiasakan makanan sejak kecil yang alami jauh dari bahan kimia.

9.  Kasih Sayang

Merupakan bahasa yang akan membuat pertahanan tubuh lebih kuat. Bahkan sebagai makanan bagi otak. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kasih sayang menghasilkan reaksi positif pada tubuh. Seperti penelitian 2 kera. Satu kera dicampur dengan kera betina yang penuh saling belai. Satunya dicampur dengan kera jantan. Ternyata begitu kedua kera itu mati. Dibedahlah otaknya. Kera yang sering mendapat kasih sayang, jaringan otaknya lebih banyak dibanding kera tanpa kasih sayang.

10.  Konsistensi dan konsekuensi

Nah, satu ini yang biasanya paling berat. Bangunlah kesepakatan di awal. Dengan konsekuensi ada hukuman jika melanggar.  Sikap Ayah dan Ibu harus kompak. Sehingga anak tidak mengenal standar ganda. Setiap janji yang dibuat apapun yang terjadi harus ditepati. Hukuman jangan sampe justru membuat anak takut sehingga terus berani berbohong. Kejujuran harus menjadi harga amati. Hukuman yang baik adalah hukuman yang bertarget si anak yang bersalah menyadari pelanggarannya dan bertanggung jawab dengan melaksanakan sanksinya.

11.  Orangtua sebagai Pendamping

Hadirkan empati pada kondisi anak. Jika anak melakukan kesalahan pahamilah dan suruhlah ia membayar konsekuensinya. Tidak malah langsung marah-marah. Jika kita salah, jangan sungkan untuk meminta maaf pada anak. Anak akan merasa terhargai. Berilah hukuman dengan porsi dan waktu yang tepat. Jangan menghukum karena marah.

 

Share

You may also like

Tidak ada komentar