Parenting School 3 : Memahami Jenis Kecerdasan Anak

» » » Parenting School 3 : Memahami Jenis Kecerdasan Anak

Dear SDIT Alamania, Parenting School kali ini mengangkat topik terkait dengan pentingnya mengenal jenis kecerdasan anak supaya dalam mendampingi dan membina anak terkhusu dalam aktivitas belajar, dan secara umum menemukan passion atau panggilan jiwa kelak mau jadi apa.
 Sebagai pemateri, hadir tim STIFiN yang memang bergerak di bidang pemetaan kecerdasan dan konsultasi pendampingannya. Para hadirin dibuka oleh mas Ajid yang sengaja menyegarkan suasana dahulu sebelum masuk di materi inti. Mas Ajid menyinggung dahulu dengan pertanyaan, "Pendidikan manakah yang lebih dominan menggunakan otak kanan ?" Playgroup sampe TK kan? SD sampe seterusnya sudah penuh dengan penggunaan otak kiri. Hafalan, berhitung, materi dll.
 Yang paling penting dalam proses pendampingan dan pembinaan pada anak adalah Komunikasi. Bagaimana bisa sejalan jika apa yang menjadi perasaan anak tidak dipahami orang tua. Apa yang diinginkan anak tidak ditangkap orang tua. Maka tidak heran pemaksaan kehendak terhadap anak menjadi kejadian yang paling sering muncul dalam proses pendampingan anak.
Bersama tim juga pak Rohmat Teguh, bliau menyampaikan boleh jadi ada anak yang bisa sampai pada apa yang diharapkan orang tua. Tapi hal itu bukan menjadi panggilan hatinya. Bukan passionnya. Seperti kisah ada seorang sarjana kedokteran Universitas Terkenal yang setelah diwisuda menyerahkan ijazahnya kepada kedua orang tuanya. Kemudian dia minta kebebasan tidak didikte lagi. Dia ingin menjadi apa yang menjadi panggilan jiwanya. Nah, kira-kira bagaimana perasaan orang tua jika mengalami hal tersebut.
Sebagi pemateri utama adalah mas Galuh. Pertama yang disampaikan adalah terkait dengan bagaimana bentuk Parenting atau pendidikan orang tua itu harus dilakukan kepada anak. Orang tua pertama kali harus mengetahui bagaimana mesin kecerdasaan dan personal genetiknya bekerja, artinya orang tua harus memahami potensi apa yang menjadi anugrah Allah sebagai kelebihan anaknya. Kemudian kedua, dia harus memahami bagaimana pola dan gaya belajar anak. Bagaimana si anak mengenal dan mengasah kemampuan untuk hidupnya. Selanjutnya, orang tua harus mengetahui profesi yang menjadi panggilan jiwanya. Sehingga orang tua bisa mendesain pola asuh kepada anak yang pas. Yang terakhir, orang tua bisa membantu memfokuskan terhadap apa yang sudah menjadi harapan dan potensinya.
Hal yang harus dipahami terkait dengan memahami bagaimana mesin kecerdasan anak bekerja serta bagaimana profil personal genetiknya terlebih dahulu dengan memahami bagaimana cara otak bekerja. Ilmu tentang otak makin hari makin berkembang. Berbagai publikasi penelitian sudah diterbitkan. Ada ilmuwan membagi otak menjadi dua, tiga dan seterusnya. Otak kanan-kiri, tengah. Otak besar-kecil. Atas-Bawah. Kali ini tim STIFiN mengenalkan pembagian otak dalam 5 bagian.
Jika yang dominan adalah otak bagian Sensing, orang tersebut akan lebih mengutamakan yang kongkret, yang bisa ditangkap indra. Nyata. Model ini orang rajin dalam belajar dan menghafal.
Jika yang dominan adalah otak bagian Thinking, orang ini akan mengandalkan logika sebab-akibat. Pertimbangan data dan penih obyektif selalu jadi dasar. Sehingga ia lebih cepat untuk mandiri.
Jika yang dominan adalah otak bagian Intuiting, orang tersebut akan selalu berpikir jangka panjang. Optimis dan penuh ide. Sehingga orang ini seperti mempunyai indra keenam.
Jika yang dominan adalah otak bagian Feeling, orang ini akan mengandalkan perasaan dalam interaksinya. Sehingga ia piawai dalam menjalin hubungan dengan seseorang. Bijaksana dan lebih langgeng.
Jika yang dominan adalah otak bagian Insting, orang ini bisa dikata serba bisa. Apapun bisa ia jangkau dan lakukan. Cuma, kekurangannya adalah ia menjadi generalis bukan ahli.
Setelah orang tua memahami bagaimana kecerdasan anaknya masuk ke dalam jenis yang apa sehingga bisa ditentukan bagaimana pola asuh yang tepat. Sehingga tidak akan dijumpai lagi orang tua yang selalu 'rame' dengan anaknya karena memang disebabkan jenis kecerdasan yang beda. Dengan awal tersebut akhirnya orang tua bisa membantu memfokuskan aktivitas apa saja yang akan semakin mengasah kecerdasan dan kemampuan sesuai dengan personal genetiknya.

Share

You may also like

Tidak ada komentar