Parenting School Ke-18 : Anak Penurut Tanpa Orang Tua Ribut

» » Parenting School Ke-18 : Anak Penurut Tanpa Orang Tua Ribut

Parenting School kali ini menghadirkan trainer khusus yang sering melatih para orang tua. Beliau adalah Fadli 'Lilik' Riza. Seorang Mindstructure, Trainer yang melatih bagaimana para orang tua memetakan dan menata pikiran terhadap permasalahan secara khusus kaitannya dengan peran sebagai orang tua. Judul topik yang diangkat memang cukup provokatif. Sehingga bayangannya seakan orang tua akan dibekali dengan ilmu 'sulap' sehingga anak-anaknya menjadi penurut dan taat. Tapi justru sama pak Fadli judul tersebut dikritik habis. Tuntutan nurutnya anak tanpa dibarengi orang tua untuk mengubah pola pikir terhadap segala tingkah laku anak, pasti yang terjadi adalah sikap paksaan atau otoriter. Pak Fadli coba mengetes para hadirin dengan pertanyaan "Siapa yang hadir di sini yang tahu judul topik yang diangkat?" Ternyata ada juga hadirin yang tidak tahu topik apa yang dibahas. Bukti kecil ketidakpedulian terhadap informasi terungkap. Apalagi banyak diantara orang tua yang dulu sebelum nikah membekali diri dengan ilmu keorangtuaan. Bagaimana menjadi orang tua yang baik. Ilmu parenting, bagaimana kurikulum untuk mendidik anak tak pernah sekalipun tersusun, bahkan terpikirkan. Semua mengalir. Maka tak heran, anak-anak dididik dengan kemarahan, ancaman, paksaan, labelisasi, penuh dengan emosi negatif. Sedangkan orang tua menginginkan anaknya menjadi penurut, manis bahkan berprestasi. Senjang sekali bukan ? 


Baru kali ini para hadirin 'dikerjai' sang trainer. Karena sudah biasa jika hadirin pasti duduknya mojok ke pinggir atau ke belakang. Nah, pak Fadli langsung meminta untuk berdiri dan langsung mengatur posisi duduk. Sering kita disibukkan dengan penilaian orang lain jadinya kita Jaim, jaga Image (Kalo Jaga Iman boleh, harus itu). Jadinya terkadang kita terlihat tak bermasalah, atau bahkan kita tak mau tahu jika ada masalah.



Yang membedakan manusia dengan makhluk lain memang adalah akal. Tapi, yang membedakan manusia satu dengan manusia lain adalah kesadarannya. Kesadaran yang akan membuat manusia memutuskan untuk berbuat. Mencari solusi, pemecahan. Berusaha keluar dari kubangan menuju perbaikan yang terang benderang. Menjadi orang tua yang anaknya penurut apakah benar ? Sebuah survei yang dilakukan untuk para orang tua, mengajukan pertanyaan. Apa keinginan anda sebagai orang tua terhadap anak Anda ? 1. Taat, 2. Mandiri, 3. Mempunyai nilai tinggi, 4. Sukses di masa depan, dan 5. Terkenal. Anehnya, orang tua dengan latar belakang keturunan Tionghoa, mereka meinginginkan kemandirian pada anaknya. Tapi, orang tua latar belakang Jawa-Sunda rata-rata menginginkan anaknya selalu Taat. Pantes saja banyak orang Jawa yang tidak maju gara-gara harus taat orang tua, takut nikah karena kakaknya belum nikah karena taat orang tua padahal Islam tak mengatur itu.



Judul topiknya salah. Untuk menjadi penurut, anak butuh waktu 20 tahun. Sepuluh tahun pertama adalah usia emas, golden age anak-anak kita. Masa dimana otak mereka berkembang membangun hubungan sel-sel antar otak. Area kritikal otak mereka belum berfungsi. Sehingga semua data yang masuk akan mudah tersimpan dalam memori otak mereka. Di usia ini anak harus diperkaya dengan banyak informasi dan pengalaman. Justru orang tua harus selalu ribut dengan anak. Karena anak yang ekspresif akan lebih berkembang dibanding yang pendiam saja.


Kebiasaaan yang akan menjadi karakter dan sifat mereka. Sifat berasal dari bahasa Arab, ia menempel pada dzat yang disifatinya. Artinya sifat yang terbentuk di usia 10 tahun pertama ini akan menjadi karakter dasar mereka. Bentuklah sifat dasar anak dengan penuh emosi positif. Bukan emosi negatif. Orang tua harus mempunyai pengetahuan dan persiapan yang cukup untuk menghadapi kelakuan anak di usia ini. apalagi ada masa-masa Tantrum, usia 3-5-7 tahun saat mereka marah-marah tanpa alasan. Itu sebenarnya adalah bahasa ekspresi karena ekspresi ungkapan yang belum kaya. Atau tiba-tiba anak kita datang dengan pertanyaan, "Ayah sex itu apa sih?" Nah, orang tua yang panik pasti terus berpikiran macam-macam atas pertanyaan itu, atau orang tua yang kebetulan tahu menjelaskan panjang lebar dengan penuh hati-hati padahal mungkin itu pertanyaan dari pelajaran Bahasa Inggris susuh mengisi apa jenis kelaminnya. Nah Loh. Intinya, bagaimana orang tua menjadi teman yang asyik bagi anak. Kemudian 10 tahun kedua adalah saat mereka membentuk ke-Aku-an mereka. Makanya usia teenage, belasan sudah menampakkan kecenderungan untuk membentuk geng, menyimpan rahasia, idola, tertarik lawan jenis seiring matangnya organ seksual mereka. Baru deh di usia setelah 20 bisa kita lihat hasil didikan anak kita. Kita bisa menjudge anak kita penurut atau bukan setelah mereka berusia 20 tahun. Kesimpulannya, karakter kita kita saat ini adalah sebagian besar adalah warna bagaimana kita dibersamai dengan orang tua atau orang-orang yang mendidik kita dari usia 0 hingga 20 tahun.  Orang tua harus mensuplai emosi positif yang banyak kepada anak, sehingga anak merasa asyik dengan orang tua. Jika anak melihat orang tua hanya terlihat marah, menakuti, melabeli, membandingkan, melarang maka gak asyik lagi bagi mereka. Maka tak heran jika mereka mencari hal-hal yang asyik di luar rumah. Drug, Sex, dugem, rokok, narkoba . . . .


Jika ditanya apakah hidup kedepan akan semakin sulit atau mudah? Hampir semua orang akan menjawab semakin sulit dan penuh masalah. Dan cara menjawabnya sendiri sudah terbaca bagaimana orang itu memandang sebuah masalah. Orang yang merasa tak bermasalah boleh jadi ia tidak bisa mengidentifikasi apa masalahnya, inilah masalahnya. Masalah dihadirkan Allah justru akan membuat seseorang itu besar. Do'a kita bukan malah jangan ketemu masalah, tapi "Ya Allah berilah Aku kekuatan untuk menghadapi setiap masalah yang kutemui". Tak ada orang besar yang semasa prosesnya tanpa sedikit pun menjalani masa-masa sulit. Jika kita mengharapkan anak-anak kita survive di masa depannya, siapkan 10 tahun awal dengan kekayaan emosi positif. Yang akan menjadi bekal mereka menjadi manusia berguna bagi masa depan tidak hanya orang tua tapi bangsa dan agama ini.

Share

You may also like

Tidak ada komentar