Tanam Padi Merah-Putih (bagian 1)

» » » Tanam Padi Merah-Putih (bagian 1)

Senin kemarin, kelas 1 di kegiatan outdoor activitynya ada kegiatan yang baru. Yaitu belajar menjadi petani. Pak Ajikusumo, yang kebetulan juga ayah dari mbak Acintya (kelas 2C) dan mbak Wika (kelas 1C) hadir sebagai ustadz untuk belajar menanam padi. Terkhusus pada dwiwarna, merah-putih. Ada juga yang menyebutnya padi RI-1, karena warnanya sesuai dengan bendera RI.

beras-merah-putih.jpg

Tuh, lihat. Ada dua warna kan. Sebagian merah, sebagian putih. persisi seperti warna bendera kita. Berawal dari teman pak Ajikusumo yang membawa padi merah-putih tersebut yang diambil dari reruntuhan candi di Jogja, kemudian pak Ajikusumo dengan beberapa mahasiswa mengadakan riset untuk menumbuhkan padi tersebut. Padi yang didapat tadi dimasukkan ke dalam selongsong sekam padi kemudian disemaikan dengan hormon. Dengan penuh kesabaran pak Aji dan kawan-kawannya menunggu tumbuhnya bibit padi. Dari 120 bulir padi, yang bisa selamat tumbuh hingga panen tinggal 7 saja. Sungguh seorang ilmuwan itu harus penuh kesabaran.

tanam-beras_02.jpg

Pak Aji dengan kawan-kawannya memberi pelajaran cara menanam padi. Eh, ternyata biji padi yang ditanam sebelumnya harus direndam dahulu dengan pupuk organik cair. Ada pupuk mikro dan makro.

tanam-beras_04.jpg

tanam-beras_06.jpg

Untuk sawahnya, telah disediakan lahan yang terletak di depan kelas 1B. Lapangan yang disulap menjadi sawah. Asyik, ada sawah di depan kelas.

tanam-beras_03.jpg

Wah sungguh seru sekali pengalaman mengetahui cara menanam padi itu. Ah, sungguh mulia para petani, mereka yang telah menyediakan kebutuhan nasi kita setiap hari. Makanya kalau makan nasi harus kita habiskan diiringi dengan rasa terima kasih untuk petani dan rasa syukur kepada Allah SWT. Alhamdulillahilladzii Ath'amanaa wa saqona waja'alna minal muslimiin. Amiin.

Share

You may also like

4 komentar

omyosa mengatakan...

MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA DATANG PANEN
Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia. NPK yang terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita.
Produk ini dikenalkan sejak tahun 1969 oleh pemerintah saat itu, karena berdasarkan penelitin tanah kita yang sangat subur ini ternyata kekurangan unsur hara makro (NPK). Setelah +/- 5 tahun dikenalkan dan terlihat peningkatan hasilnya, maka barulah para petani mengikuti cara tanam yang dianjurkan tersebut. Hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1985-an. Saat itu Indonesia swasembada pangan.
Petani kita selanjutnya secara fanatis dan turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK dan pengendali hama kimia saja.
Mereka para petani juga lupa, bahwa penggunaan pupuk dan pengendali hama kimia yang tidak bijaksana dan tidak terkendali, sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin tidak subur, semakin keras dan hasilnya dari tahun ketahun terus menurun.
Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.
System of Rice Intensification (SRI) pada tanaman padi yang digencarkan oleh SBY adalah cara bertani yang ramah lingkungan, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas hasil juga lebih baik, belum mendapat respon positif dari para petani kita. Mungkin ini walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam teknis budidayanya.
Petani kita sudah terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga sangat berat menerima metoda SRI ini. Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan pola tersebut.
Atau mungkin solusi yang lebih praktis ini dapat diterima oleh para petani kita; yaitu “BERTANI SISTEM GABUNGAN POLA SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK NASA”. Cara gabungan ini hasilnya tetap ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki oleh pola SRI, tetapi cara pengolahan lahan/tanah lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 60% — 200% dibanding pola tanam sekarang.
Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.
AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI.
SIAPA YANG AKAN MEMULAI? KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI?
KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?
GUNAKAN PUPUK DAN PENGENDALI HAMA ORGANIK NASA UNTUK TANAM PADI DAN BERBAGAI KOMODITI. HASILNYA TETAP ORGANIK.
KUALITAS DAN KUANTITAS SERTA PENGHASILAN PETANI MENINGKAT, RAKYAT MENJADI SEHAT, NEGARA MENJADI KUAT.
Omyosa - Jakarta, 08159927152
Rudy – Kalibata, 021 91719495
Dedi – Karawang, 085691526137
Avian – Pamanukan, Subang, 08122156162
Apud – Limbangan dan Bandrek, Garut, 085216895621
Hudri – Malangbong, Garut, 081320109152
papa_260001527@yahoo.co.id

DonyIrawan mengatakan...

Dalam pertanian yang seimbang, kita kenal SegitigaPertanian, yaitu : Kimia-Organik-Microba. Unsur hara macro atau micro baik itu yg primer maupun sekunder merupakan unsur kimia yg penting (N, P, K, Mg, Cl, Fe, Bo, dll). Jadi jangan terkecoh dg slogan anti-kimia. Masih banyak kimia ramah lingkungan, artinya kimia yang bisa diuraikan dengan sangat sederhana oleh alam itu sendiri dan sangat diperlukan oleh tanaman. Organik adalah bahan yang diperlukan sebagai bahan pakan bagi unsur ketiga yaitu Microba yang nantinya menghasilkan unsur UREA alami. Sayangnya, banyak unsur organik yg beranjak keluar dari area pertanian, seperti karena dibakar, atau pindah ke kandang (tapi ga pa-pa sih, toh kembali lagi ke sawah sebagai organik + hasil ternak). Akibat kebablasan aplikasi pupuk karena banyak hal, maka efek sampingnya berupa perubahan lingkungan yang sesuai bagi microba pengurai di lahan pertanian. Dulu waktu masih kecil, saya masih bisa mancing ikan di sawah, dapat belut di sawah karena ikan atau belut dapat makanan dari microba yang berlimpah. Sekarang ... mancing ikan harus di kolam karena di sungai pun sudah susah. Belut sudah pindah ke selokan got rumah. Tidak fresh segar alami lagi (belut rasa deterjen hee... he...)
Effisiensi pupuk wajib. Kita tata lagi, walau berat. Kelangkaan pupuk seharusnya tidak lagi terjadi seandainya kita bersedia menerima teknologi pertanian. Kita bisa menggunakan NutrisiPertanian BosterEnergy (KlinikKonsultasi Pertanian) dan dapat menghemat pupuk dasar hampir separuhnya. Penggunaan Nutrisi BosterEnergy ini tidak merusak tanah karena disemprotkan langsung ke daun sebagai "dapur". Malah dapat digunakan sebagai PHT penolak hama, kita bisa hemat pestisida. Sangat cocok untuk lahan pertanian yang pengairannya terbatas (bukan kering kerontang lho ya). Untuk 1 ha sawah hanya memerlukan 1-2 kg saja yang harganya hanya sekitar penghematan 1 karung urea (50kg urea). Untuk 1ha sawah padi diperlukan maksimal (boleh lebih hemat lagi) 200kg Urea +100SP36 +50kgKCl, tanpa pestisida (kecuali serangan hama massal). Penghematan pupuk dasar ini bisa kita tukarkan dengan pemberian pupuk kandang/kompos untuk menambahkan unsur organik dan microba kembali. Hormati alam, sayangi sawah ladang kita sampai anak-cucu berikutnya. Bagaimana? Mari kita sharing / berbagi pengetahuan dan membangun bersama.

pupuk-ajaib mengatakan...

mampir nih kebetulan lewat...

Tri makno mengatakan...

Saya sangat menghargai hasil temuan baru padi merah putih,kapan kapan saya akan coba tanam dan kembangkan bersama sama dg petani disekitar. Untuk padi hitam jg punya potensi dikembangkan mengingat manfaatnya bagi kesehatan,skrg saya kembangkan padi hitam umur pendek.