Air Bridge (Jembatan Udara)

» » » Air Bridge (Jembatan Udara)

Outbound hari Rabu, kelas III dan IV berkompetisi dalam permainan Air Bridge. Jembatan Udara. Setiap kelas dibagi menjadi 2 kelompok putra-putri. Setiap kelompok dibagi 2 barisan. Setiap kelompok diberi peralatan berupa 4 buah jerigen dan 2 papan kayu. Tugasnya, setiap kelompok diminta menyeberang menggunakan peralatan yang diberi dengan pembagian tugas. Saat berangkat salah satu barisan jadi tim pembangun jembatan, barisan lainnya menyeberang di atasnya. Tidak boleh menyentuh tanah, jika jatuh, diulang dari awal. Setelah, sampai di tujuan, bergantian barisan satunya yang menjadi pembangun dan satunya yang melewati jembatan.



Setiap kelas berlomba untuk menjadi yang terdepan. Cepat tapi juga harus cermat. Kegagalan, jatuhlah jika teledor. Dan harus mengulang dari awal. Suasananya sangat tegang. . . .



Sangat bisa diketahui. Siap yang penakut, takut jatuh. Siapa yang maunya kerja sendiri. Siapa yang lambat bekerja. Siapa yang emosian. Siapa yang cuek . . . Payahnya, anak penakut pas ditempatkan di barisan yang menyeberang di bagian paling depan. Ketakutannya menghambat laju teman-teman dibelakangnya. Berarti dalam pembagian tugas kurang cermat. Atau bisa ketahuan bahwa si fulan itu ternyata penakut to.



Bagi kelompok yang merasa sangat optimis untuk menang, jika terlena juga kegagalan juga yang didapat. Seperti kelompok kelas IV putri. Paling pertama sampai ditujuan, namun lupa akan larangan menginjak tanah, akhirnya harus mengulang dari awal. Kemenangan didepan mata jika terlena, kegagalan justru akan menggantikannya.



Untuk menjadi juara, harus berusaha melebihi dari usaha sang lawan. Jika sang lawan memasang jembatan rapat karena takut jika jatuh, maka untuk melebihinya, jembatan harus dipasang agak lebar jaraknya. Jika perlu penyeberang berani untuk melompat. Suatu kesuksesan terkadang memang harus bisa diraih dengan suatu kenekatan. Tapi sekali lagi, harus cermat.

Share

You may also like

1 komentar

Orin Abdurrahman mengatakan...

Allahu Akbar, kapan ya sekolahku bisa seperti itu