Bintang Pengawal Kebiasaan

» » » Bintang Pengawal Kebiasaan

Penulis : Yulia Fatmawati, S. Pd. Gr

Untuk membentuk kebiasaan siswa sangat dibutuhkan sebuah alat untuk memantau. Banyak alat pantau dibuat. Lembar tabel, buku, papan bintang atau jempol. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Ada yang mudah hilang jika harus dibawa pulang ke rumah. Siswa yang membawa tiap hari juga beresiko hilang. Tantangan berikutnya, guru setiap hari harus pantengin ceklis, atau paraf yang dibubuhkan di setiap tabel lembar atau buku tersebut. Untuk yang model papan bintang atau jempol. Harus setiap saat memantau jumlah bintang atau jempol yang harus dibubuhkan kesediaannya.

Apapun bentuk alat pantaunya, syarat yang tak bisa ditinggalkan adalah : kontinuitas atau keberlanjutan. Jangan sampai sehari atau suatu saat saja proses pantau henti. Karena dengan sekali hentinya itu akan merusak kebiasaan yang sudah terbentuk. Kejelasan aturan juga menjadi kunci suksesnya pembentukan kebiasaan. Jika tidak jelas dan cenderung ‘ngaret’ maka beresiko dimanfaatkan oleh anak-anak yang malas dan mencari celah untuk mendapatkan kemudahan. Konsisten antara 2 guru kelas. Jika tidak, akan terjadi standar ganda dan itu tidak bagus untuk pembentukan kebiasaan.

Kelas kami 1B, memilih model papan bintang untuk alat pemantauan kebiasaan. Kami tidak langsung memberikan banyak item yang harus dibintangin. Kami mulai dari kebiasaan anak yang harus dibentuk pertama kali. Ini sangat fleksibel untuk setiap kelas tergantung dari masing-masing observasi dan prioritas kebiasaan mana yang harus dibentuk dulu. Kelas kami mulai dari kebiasaan makan. Karena kami lihat makan anak-anak masih lambat, tidak suka sayur, banyak yang berjatuhan. Bekum tertib. Maka bintang yang berlaku adalah bintang makan. Siswa yang mendapatkan adalah mereka yang memenuhi unsur : Semua komponen makanan diambil (sayur, nasi, lauk, buah) dan dimakan, tidak berceceran, selesai sesuai waktu, berdoa sebelum dan sesudah, mencuci piring, gosok gigi dan piket bagi yang bertugas. Jika semua terpenuhi maka layak dapat 1 bintang makan. Setiap hari. Satu saja tak dipenuhi maka tak dapat bintang makan. Biarkan berjalan saja beberapa pekan untuk mendapatkan tren baik secara komunitas kelas.

Tahap berikutnya, diberlakukan bintang sholat. Untuk siswa yang tertib sholatnya. Pandangan ke arah tempat sujud, membaca bacaan sholat, tidak tengak tengok. Tertib. Dari takbir hingga dzikir selesai. Bagi yang satu saja tak memenuhi, maka tak layak dapat bintang sholat. Sehari ada 3 kali sholat. Dhuha, Dhuhur dan Ashar. Cukup untuk membentuk kebiasaan.
Begitu perolehan bintang anak-anak sudah banyak. Dan terlihat kebiasaan sudah terbentuk baik, maka tahap selanjutnya adalah memberlakukan punishment. Yaitu pengurangan bintang. Tahap ini tujuannya adalah untuk menghapus kebiasaan buruk siswa. Seperti meletakkan sandal tidak di rak, bohong, konflik fisik, meletakkan barang sembarangan. Bagi yang masih belum tertib nampak sekali pengurangan bintang terjadi banyak sekali. Terutama untuk kebiasaan buruk yang dianggap parah seperti berbohong, pengurangan bintangnya diperbanyak, 5 misalnya. Sehingga kebiasaan bohong yang sudah mulai ada bisa terhapus. Kebiasaan barang ketinggalan juga pelan-pelan berkurang dengan sistem bintang ini. Bagi yang menemukan akan mendapatkan bintang pemilik barang yang ditemukan.

Efek positif bintang mulai kelihatan. Ada satu anak, Syafiq yang di awal masuk kelas 1 banyak hal ketidaktertiban dilakukan. Karena dia termasuk anak yang manja. Terlalu banyak dilayani ibunya. Sehingga aturan kelas banyak dilanggar. Namun bagusnya ia menunjukkan respon positif dengan sistem bintangn ini.  Sehingga kebiasaan bohong, meletakkan barang sembarangan mulai hilang. Sholat mulai tertib tidak sembarangan lagi. Kebiasan positif makan juga terbentuk. Azmi yang mulanya tidak suka sayur, dengan sistem ini kemudian terpacu untuk makan dengan sayur di rumah.

Tapi sebagus sistem akan muncul fenomena anak yang kurang respon termotivasi dengan sistem ini. Karena sistem ini berlakunya massal, bersama kelas. Ada satu, dua anak yang tak termotivasi. Tantangan kita sebagai guru adalah dengan memberikan perlakuan khusus terhadap yang tidak respon terhadap sistem bintang ini. Kita ikut sertakan orang tua untuk memantau. Karena bentuknya papan, maka keberadaannya bisa langsung terlihat pantauan. Orang tua si anak dipersilahkan untuk selalu melihat papan bintang. Di rumah, orang tua menanyakan dan review terhadap perolehan bintangnya. Metode ini efektif untuk si Amar yang terkesan cuek dengan bintang, tapi begitu ibunya melihat kondisi peroehan bintangnya langsung menunjukkan semangat untuk mendapatkan bintang.

Share

You may also like

Tidak ada komentar