Penulis : Dewi Wulandari, S.Pd.
Assalamu’alaikum...
Ini adalah tahun pertamaku di SDIT Alam Nurul Islam atau lebih dikenal
sebagai Sekolah Alam Jogja, sekaligus tahun pertamaku sebagai guru sekolah dasar. Aku baru saja
menyelesaikan program sarjanaku di pendidikan guru sekolah dasar. Jelas, sangat
minim pengalaman dalam mengajar anak-anak. Pernah beberapa kali mengajar, itu pun
saat kuliah dulu menjalankan tugas dari dosen untuk melakukan praktek mengajar
dan PPL (... Praktek Lapangan). Dengan statusku yang belum sepenuhnya menjadi
sarjana (baru saja yudisium), aku mendaftar sebagai guru di SDIT Alam Nurul
Islam. Sekolah yang memiliki background sekolah
Islam terpadu tentu mewajibkan gurunya untuk memiliki ilmu agama Islam yang sangat
baik. Aku yang bisa dikatakan nol dalam ilmu agama Islam, sudah pesimis tidak
akan diterima. Alhamdulillah, Allah memberikan jalan terang untukku. Aku bukan
guru yang sebenarnya, aku seorang guru yang juga masih berguru kepada teman
sejawat dan juga siswaku.
Di tahun pertama ini, aku mendapatkan kelas di kelas 4A. Hatiku sedikit
lega karena aku mendapat kelas atas. Bisa dikatakan, siswa kelas atas sudah
lebih dewasa dibandingkan kelas bawah, sudah dapat diajak untuk berpikir
kritis. Aku yang sebelumnya hanya pernah praktek mengajar di sekolah negeri,
tercengang melihat khidmatnya siswaku disini dalam beribadah. Mereka tertib
dalam sholat, rajin dalam mengaji qiroati, ikhlas dalam berbagi dan saling
membantu, dan masih banyak lagi. Satu per satu aku mulai mengenal mereka dengan
sifat dan karakteristiknya. Satu per satu mulai terlihat mana yang sudah sholih
dan mana yang masih membutuhkan banyak motivasi. Aku yang masih awam dalam
mendidik mencari cara bagaimana menumbuhkan motivasi siswa-siswaku supaya
mereka istiqomah dalam kesholihannya.
Aku mulai memperhatikan budaya di kelas yang sangat baik, yaitu berbagi.
Budaya ini sudah mereka bawa sejak berada di kelas-kelas sebelumnya. Siswa-siswa
sering membawa makanan untuk dibagikan kepada teman-temannya yang lain. Ku
lihat mereka sangat senang ketika mendapat berbagi makanan dari teman. Meskipun
harganya tidak seberapa dan pasti mereka mampu membelinya sendiri, ada
kebahagiaan tersendiri ketika mereka mendapatkannya dari teman. Dari sinilah
aku memiliki ide untuk memberikan sebuah tantangan kepada mereka. Tantangan yang
bertujuan untuk menumbuhkan motivasi sekaligus menjaga kesholihan mereka. Aku
menamainya “Challenge of The Week”.
Challenge of the Week adalah
sebuah program berupa tantangan yang diberikan kepada setiap siswa selama satu
pekan. Tantangan yang diberikan bebas menurut target yang akan dicapai oleh
guru. Tantangan tersebut dipantau oleh guru setiap hari dengan cara memberikan
lembar pengisian atau form yang
setiap hari harus diisi oleh siswa setelah melakukan target tersebut. Guru
harus menegaskan bahwa dalam mengisi lembar pengisian, siswa harus jujur.
Setiap akhir pekan, guru menghitung skor pencapaian siswa. Siswa yang mendapat skor
paling banyak dialah pemenangnya dan berhak mendapatkan reward. Biasanya aku menerapkan juara 1, 2, dan 3. Untuk reward
yang diberikan tidak perlu benda yang mahal. Cukup diberikan snack mereka sudah
sangat senang.
Challenge pada pekan pertama,
aku memberikan 2 target, yaitu sholat 5 waktu dan bangun maksimal pukul 5 pagi.
Tidak banyak yang kutargetkan memang, karena baru awalan. Target yang kuterapkan
berdasarkan banyaknya keluhan orang tua tentang putra putri mereka yang belum
dapat menjalankan sholat 5 waktu dan belum bisa bangun pagi, padahal sudah
kelas 4. Pada challenge pertama ini Alhamdulillah siswa sangat antusias.
Satu per satu siswa bersemangat mengisi lembar pengisian yang sudah aku
tempelkan di tembok. Setelah satu pekan berjalan, aku menghitung skor akhir
mereka. Hasilnya cukup mengejutkan, masih ada beberapa anak yang belum
menjalankan sholat 5 waktu dan hanya melaksanakan sholat saat di sekolah. Dari
skor yang telah dihitung, aku menentukan 3 pemenang. Aku berikan reward berupa makanan yang harganya
tidak seberapa dan tentu mereka bisa membelinya sendiri, yaitu es krim seharga
2000 rupiah. Tetapi, reaksinya sungguh luar biasa, mereka sangat senang
mendapatkan es krim sebagai hadiah. Bukan harga makanan itu yang mereka lihat,
tetapi bagaimana cara mendapatkan es krim itu penuh perjuangan.
Aku menambahkan target pada challenge
pekan berikutnya, yaitu sholat 5 waktu, bangun jam 5 pagi, dan membaca minimal
1 judul buku selama sepekan. Untuk jenis buku yang dibaca kali ini aku
membebaskannya, boleh komik, ensiklopedia, maupun novel. Target membaca buku
kutambahkan karena dari praktik membaca yang dilakukan saat pembelajaran, masih
banyak siswa yang belum bisa membaca secara cepat. Minat baca siswa juga masih
rendah, terbukti siswa lebih suka bermain daripada membaca buku di kelas maupun
di perpustakaan. Sekali lagi aku dibuat terkejut oleh mereka. Semenjak
diberlakukan challenge ini, siswa
lebih rajin membaca buku. Setiap ada waktu luang siswa membaca buku di kelas,
di halaman sekolah, maupun di perpustakaan. Siswa berlomba-lomba menyetorkan
judul buku yang telah mereka baca kepadaku.
Challenge terus aku lakukan
selama kurang lebih 6 kali. Dengan menambahkan atau mengganti target yang
diberikan. Semua disesuaikan dengan kebutuhan ketercapaian siswa. Penghitungan
skor juga kuubah menjadi 2 pekan sekali atau 3 pekan sekali dan tentu saja
dengan menambahkan reward yang
diberikan supaya mereka lebih termotivasi. Setiap memberikan reward, perlu diberikan pemaknaan bahwa
semua reward yang telah diperoleh
hanyalah reward di dunia saja, reward yang sesungguhnya adalah pahala
dari Allah dan tentu saja mereka bisa menjadi anak yang sholih dan sholihah.
Bagaimana respon orang tua terhadap program ini? Positif. Setiap challenge yang diberikan selalu
dikomunikasikan kepada orang tua. Tujuannya adalah supaya orang tua dapat
memotivasi dan mendampingi siswa ketika di rumah. Sebisa mungkin iklim yang ada
di sekolah harus disamakan juga ketika di rumah. Jangan sampai, siswa hanya
rajin saat di sekolah karena dipantau guru, tetapi kembali malas ketika sampai
di rumah.
Bagaimana perubahan siswa selama dan setelah diberlakukannya challenge ini? Alhamdulillah, banyak
siswa yang menjadi semakin sholih dan sholihah. Mereka mulai berubah menjadi
lebih rajin sholat, bangun pagi secara mandiri, rajin membaca buku, dan rajin
membantu orang tua di rumah. Sungguh diluar dugaan, hal yang awalnya dipaksa
menjadi terbiasa.
Adakah anak yang sama sekali tidak tertarik dengan challenge dan reward ini sampai mereka berlaku tidak peduli? Ada.
Semua usaha dan upaya sudah kulakukan untuk memotivasi mereka. Komunikasi
kepada orang tua juga sudah kulakukan. Kembali lagi, kita sudah berdoa dan
berusaha sekuat tenaga tetapi Allah lah maha pembolak-balik hati manusia. Kita hanya
dapat berdoa, semoga anak yang belum sholih sholihah disegerakan menjadi sholih
sholihah. Aamiin...
Wassalamu’alaikum...
Tidak ada komentar
Posting Komentar