Masuk Dari Pintu Kesukaan Anak

» » » Masuk Dari Pintu Kesukaan Anak

Penulis : Muhammad Ariefuddin

Menjadi guru kelas 1 adalah kali pertama kualami selama 11 tahun mengajar di SDIT Alam Nurul Islam. Guru kelas 1 konon tantangannya adalah menuntaskan soal kemandirian siswa. Menuntaskan kemampuan membaca, tulis dan hitung. Bersabar dengan proses adaptasi siswa di sekolah dengan lingkungan dan cara belajar baru. Meksipun sebenarnya setiap guru itu mempunyai tantangannya sendiri-sendiri. Banyak orang mengira menjadi guru kelas atas itu lebih enak dan ringan. Karena anak-anaknya sudah mandiri belajar dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Tapi, dinamika baru mulai timbul. Proses pubertas siswa disertai dengan perubahan perilakunya. Pergaulan sudah mulai bergrup-grup. Ketertarikan lawan jenis mulai tumbuh. Pengakuan akan eksistensi diri menjadi kebutuhan. Jika tidak terdampingi dengan benar, dinamika itu berpotensi melahirkan perilaku yang cenderung untuk melanggar norma dan tata aturan.

 Di kelas 1 baru aku berjumpa dengan, sebutlah saja namanya Rama. Observasi awal nampak jika Rama menunjukkan aktivitas ketergantungan yang masih tinggi dengan ibunya. Saat ditinggal berpisah ibunya terlihat lama dan sulit prosesnya. Kedua tangan ibunya dipegang erat disertai tangisan yang keras. Ibunya melakukan berbagai cara untuk merayu supaya Rama mau melepas tangan ibunya, namun makin kuat saja genggaman tangannya. Hingga terpaksa tubuh Rama kugotong hingga terlepaslah kedua tangan ibunya. Masih dengan tangisan yang makin keras, kuyakinkan jika nanti ibu akan menjemputnya saat sekolah usai. Sebenarnya, cukup didiamkan saja, Rama akan menghentikan tangisannya sendiri. Berhenti karena mulai mengamati aktivitas teman-temannya di kelas. Atau saat bermain di luar kelas. Dua pekan masuk pertama ‘ritual’ Rama setiap pagi saat mau dilepas ibunya belum juga menunjukkan perubahan lebih baik. Di kelas, saat proses pembelajaran pun, Rama seperti mempunyai dunianya sendiri. Diam dengan tatapan mata kosong dan respon lambat dengan perintah. Jika kami sedang bercerita lucu, semua siswa tertawa terbahak. Tapi Rama hanya diam saja. Tak ada respon. Pernah tertawa tiba-tiba sambil menyebut sesosok karakter film sambil bicara sendiri.

 
Observasi kelas dirasa cukup, langkah berikut yang ditempuh adalah observasi di rumah. Kegiatan Home Visit pun kami lakukan dengan tujuan untuk mendapatkan indormasi dan data pelengkap. Di rumah kami diterima kedua orang tua Rama dengan baik. Kedua orang tuanya menyiapkan kehadiran kami dengan baik. Keduanya orang tuanya berprofesi sebagai dosen. Ibu menjadi dosen di perguruan tinggi di Jogja. Sedangkan ayah menjadi dosen di Salatiga. Setiap Senin sampai Rabu di Salatiga. Rabu sampai Kamis pulang ke rumah. Nanti Kamis ke Salatiga lagi. Baru Sabtu dan Ahad di rumah. Sehingga praktis yang paling banyak membersamai Rama adalah sang ibu. Rama mempunyai kakak perempuan kelas 6. Karena kesibukan orang tua, terkadang Rama difasilitasi dengan mainan. Termasuk diperbolehkan mengakses Youtube. Saat itu kami melihat Rama baru melihat Youtube. Nampak berbeda sekali perilakunya saat melihat Youtube. Respon cepat dengan video yang sedang diputar. Terutama video dengan musik dan nyanyian. Video yang ditonton dominan berupa film kartun. Bahkan, sesekali dengan sambil tertawa, Rama menyebut salah satu karakter di video yang ditontonnya. Menyebutkan ibu atau saya seperti salah satu karakter dalam film kartun yang ditontonnya. Rupanya, Rama suka akan hewan peliharaan. Di samping rumahnya terdapat kandang yang dihuni oleh beberapa hewan piaraan. Ayam, angsa, bebek dan kambing. Kami diajak melihat hewan piarannya. Dari cerita orang tua dan cara ia memperlakukan hewan piaraannya, terlihat Rama memang menyukai sekali aktivitas memelihara hewan tersebut. Bukan semata moody saja. Terlihat beberapa hewan hingga sampai beranak banyak. Beberapa hewan dibeli dari uang Rama yang dikumpulkan sendiri dari tabungannya. Bahkan sudah mempunyai rencana untuk memiliki Sapi.
 
Dua data dari hasil home visit itu menjadi informasi penting kami dalam melakukan pendekatan terhadap Rama. Tontonan dan Hewan piaraan. Kami coba membuat contoh materi pembelajaran yang mengandung unsur tontonan film, nyanyian dan hewan. Respon Rama masih sama. Diam. Kebetulan di kelas ada satu anak yang suka sekali dengan dunia hewan. Selalu yang diceritakan adalah Dinosaurus, Tyrex dan sebangsanya. Hewan-hewan liar. Suatu ketika, saat istirahat, kami jumpai si anak tersebut bermain di perpustakaan dengan Rama. Mereka berdua sedang membuka-buka buku. Sewaktu kami lihat, ternyata buku tentang hewan. Yang membuat takjub, Rama nampak senang dan ngobrol disertai tawa dengan anak satunya yang sedang bersemangat bercerita tentang hewan yang ada di buku tersebut. Fenomena ini membuat kami takjub. Ternyata topik hewan menjadi pemicu respon positif bagi Rama. Di kelas, kami coba libatkan anak yang tadi ngobrol tentang hewan dengan Rama. Terutama hewan kesukaanya. Si anak responnya bersemangat berkomentar. Dan rupanya Rama ikut juga menunjukkan respon. Meski hanya dengan senyum kecil. Matanya tidak kosong lagi. Terus kegiatan seperti itu diulang dengan modifikasi lain. Rama semakin menunjukkan positif responnya.

Kebetulan sekolah kami ada kerjasama dengan Fakultas Psikologi UGM setiap tahun. Programnya adalah pendampingan siswa yang ‘bermasalah’ untuk dilakukan treatment penyembuhannya. Rama masuk dari salah satu siswa yang didampingi. Dari observasi dan tes psikologi menunjukkan hasil bahwa Rama masuk pada anak yang mempunyai kecerdasan di bawah rata-rata. Awalnya kami tidak percaya tes tersebut. Karena menurut kami, Rama hanya lemah di perhatian dikarenakan perlakuan orang tua yang sibuk di rumah. Apalagi adanya respon positif dengan melakukan perlakuan dari yang merupakan kesukaan Rama. Tes terhadap Rama dilanjutkan. Hasilnya cukup mengejutkan. Rama didiagnosis sebagai anak gejala Autis. Orang tuanya sempat berdiskusi dengan kami. Kami tetap berpegangan bahwa Rama normal. Dia hanya butuh pendampingan khusus. Oleh orang tuanya, Rama diteskan di psikolog lain. Dan hasilnya, Rama baik-baik saja. Hanya gangguan perhatian. Rekomendasinya, Rama jangan diberi beban, terutama belajar. Biarkan dia melakukan dari yang menjadi kesukaannya.

Waktu berlalu, perlakuan dengan hal yang disukai Rama selalu dilakukan. Hewan dan musik, nyanyian. Kami tidak mentarget terlalu tinggi untuk akademik Rama. Hafalan termasuk juga. Karena saat belajar hafalan, nampak Rama mengalami kesulitan dalam pengucapan ayat. Namun, sungguh mengejutkan. Rama berhasil menyetorkan hafalan surah An-Naba yang mempunyai 40 ayat. Dan itu tuntas dilakukan. Orang tuanya juga terkejut. Karena sewaktu di rumah, pendampingan belajar hafalan Rama juga tidak terlalu ditekan. Namun, hasilnya di luar dugaan. Beberapa kemampuan diri mulai nampak dilakukan secara mandiri. Seperti mencuci piring, memakai baju sendiri. Meski untuk mandi masih perlu bantuan. Untuk materi Rukun Iman, Rama juga hafal. Karena ustadzah penyampaiannya dilakukan dengan bentuk nyanyian. Kemampuan membaca dan berhitungnya menunjukkan perkembangan semakin baik. Orang tuanya mendukungnya dengan les privat di rumah. Masih butuh pendampingan dalam menyelesaikan soal meski akhirnya tuntas dikerjakan. Kami optimis perkembangan Rama ke depan semakin baik. Praktis dalam waktu 2 bulan perkembangan Rama menunjukkan hasil signifikan. Yang hal tersebut menambah keyakinan orang tua Rama untuk bersemangat mendampingi Rama di tengah kesibukan pekerjaannya.

       

Share

You may also like

Tidak ada komentar