“Cahaya Islam di Nurul islam” (Cahaya Islam di SDIT Alam Nurul Islam)

» » » “Cahaya Islam di Nurul islam” (Cahaya Islam di SDIT Alam Nurul Islam)

Penulis : Nurul Hidayati, S. Sos.I

Menjadi pendidik itu adalah panggilan hati, panggilan jiwa bagi saya. Menjadi seorang guru itu bagi saya adalah “anugerah terindah” dalam hidup saya. Karena bagi saya, dunia anak itu sungguh sangat luar biasa “Amazing”…Anak-anak dengan segala keceriaan, kepolosan serta keunikannya masing-masing itulah yang membuat saya “jatuh cinta” dengan mereka…Betapa tidak, kita bisa jadi layaknya seorang artis yang punya banyak “fans”. Ketika kita berjalan, ada suara-suara kecil nan ceria yang menyapa kita dengan hangat…Ustdzah Nurul…Ustadzah Nurul…betapa hati ini begitu bahagia rasanya mendapatkan panggilan itu mewarnai hari-hariku…ketika saya terpaksa izin tidak berangkat sekolah sehari saja, saya sangat merindukan celotehan mereka, rengeka manja mereka, keluh kesah mereka, semangat mereka ketika belajar dan bermain, serta curahan suka duka mereka setiap harinya…
            Nurul Islam…Yaaa…nama ini begitu sangat saya sukai dan sangat berarti bagi saya pribadi. Karena nama saya itu turut andil dan menjadi salah satu nama sekolah alam pertama sekaligus Sekolah Dasar Islam Terpadu di Yogyakarta, yaitu SDIT Alam Nurul Islam. Nama saya “Nurul Hidayati”, yang artinya adalah “Cahaya petunjuk”. Do’a orang tua saya, bapak dan ibu saya berharap agar saya menjadi perempuan mukmin yang senantiasa mendapatkan hidayah (petunjuk) dari Allah hingga akhir hayat nanti…Aamiin…Biasanya ketika saya berkenalan dengan anak-anak, saya biasanya sambil bercanda dengan mereka, saya tanya…”Anak-anak sudah tau nama ustadzah…???”…Lalu anak-anak yang belum kenal dengan saya menjawab : belum ustadzah…Lalu saya bertanya lagi ke anak-anak…Anak-anak tau nama sekolah kita??? Kemudian anak-anak menjawab…”SDIT Alam Nurul Islam”…saya bertanya lagi…naaa…dari nama sekolah itu, yang nama orang yang mana mas??? …mbak??? Mereka biasanya langsung bisa menebak…”Nurul ust”…seketika itu pula mereka langsung menjawab dengan kompak…”Oooohhh…nama ustadzah itu Ustadzah Nurul yaaaa…” Lalu saya sampaikan ke anak-anak…Iya nak…betul…pinter anak-anak…Saya sring berpesan kepada mereka kalau nama ustadzah itu sama seperti nama sekolah kita…yaitu ustadzah…Nurul…mereka sekali lagi menjawab dengan antusias dan kompak sambil tertawa…hehehe…Barangkali hal itulah yang menjadi salah faktor anak-anak mudah mengingat nama saya meskipun saya tidak memegang kelas mereka secara langsung setiap harinya…Saking melekatnya nama saya itu, bahkan terkadang saya tanpa sengaja ketika menulis nama sekolah, yang seharusnya saya tulis “SDIT Alam Nurul Islam”, saya malah menuliskan “SDIT Alam Nurul Hidayati”…Namun hal itulah yang menjadi salah satu “kenangan tak terlupakan “ sebagai bahan bercandaan dengan anak-anak di sela-sela keseriusan kami dalam belajar…☺☺☺.
            Alhamdulillah…terima kasih yang tiada terhingga Ya Allah…atas nikmat dan karunia terindah ini…sehingga saya berkesempatan bisa menjadi seorang guru Sekolah Dasar…Kalau bahasa kerennya itu jadi “dosen di SD” ☺☺☺. Tak terasa sudah 9 tahun lamanya saya belajar dan mengajar di SDIT Alam Nurul Islam yang tercinta ini. Dengan segala suka dan duka yang menjadi bumbu pelengkap dalam perjalanan saya membersamai anak-anak setiap harinya yang semua itu adalah ilmu serta pengalaman yang teramat sangat berharga dalam “mendidik anak” (tarbiyatul aulad).
            Dalam rentang waktu selama 9 tahun itu pula, Alhamdulillah, saya sudah membersamai 6 angkatan. Setiap angkatan yang pernah saya dampingi ternyata memiliki keunikan masing-masing. Di angkatan yang pertama, saya bertemu Mas Didit, meskipun secara akademik Mas Didit tidak begitu menonjol, namun murid saya satu ini ternyata punya bakat dan minat di bidang kuliner. Hampir setiap hari Mas Didit membawa buku koleksi masakan serta makanan ke sekolah. Mas Didit selalu bercerita kepada saya dengan begitu antusiasnya bahwa “besok aku ingin jadi koki ust...kalau bahasa kerennya sekarang itu “cheff”.Aku ingin punya restoran sendiri ust...cerita Mas Didit dengan mata berbinar-binar...Waaahhh...bagus itu Mas Didit...Ustdzah do’akan semoga kelak Mas Didit bisa punya restoran sendiri dan bisa jadi cheff terkenal yaaa...Aamiin ustdzah...makasih do’anya ustdzah, kata Mas Didit dengan senangnya...Di kelasnya Mas Didit ini saya juga sangat dekat dengan anak-anak yang perempuan...Karena di kelas 5 itu anak-anak sudah mulai memasuki usia baligh,saya berusaha memposisikan sebagai teman...ketika Mbak Vina,Mbak Husna ikut lomba, saya juga ikut mengantar mereka dan saya berkesempatan bisa silaturahim ke rumah anak-anak yang putri sekalian “home visit” (kunjungan ke rumah anak-anak). Home visit itu merupakan salah satu program sekolah dalam rangka menjalin komunikasi yang harmonis serta kedekatan antara ustadz-ustadzah dengan orang tua dan anak. Barangkali karena kedekatan emosional antara saya dengan anak-anak yang putri itu juga yang menggerakkan langkah-langkah kaki mereka sampai ke rumah saya ketika lebaran tiba. Ketika itu Mbak Vina, Mbak Husna, Mbak Salva, dan Mbak Ima menyempatkan waktu mereka untuk bersilaturahim ke rumah saya di daerah Moyudan, wilayah Sleman barat yang berbatasan dengan Kulon Progo. Hal itu benar-benar kejutan bagi saya, membuat saya sangat bahagia...”surprise” sekali karena mereka masih ingat dengan saya dan mau bersilaturahim ke rumah saya beberapa tahun setelah mereka duduk di bangku SMA...Masya Allah...Terima kasih Ya Allah...Engkaulah yang mampu menggerakkan hati-hati mereka sehingga bisa sampai ke tempat tinggal sayayang  lumayan jauh dari sekolah...Do’a-do’a saya yang saya panjatkan untuk mereka agar mereka menjadi anak-anak yang sholihah yang sukses di dunia dan akhirat...Aamiin...
            Setelah itu, saya berkesempatan mendampingi kelasnya Mas Abit, Mas Nabil, Mas Faiq dkk.  Bertemu dengan Mas Abit adalah pengalaman yang sangat luar biasa sekaligus mengharukan bagi saya...Betapa tidak,secara fisik, Mas Abit adalah anak yang paling kecil di kelas 1A, kelas yang saya ampu ketika itu. Qodarullah...Mas Abit mengalami sedikit kesulitan dalam hal berkomunikasi. Ketika berbicara dengan orang lain, Mas Abit harus berjuang keras agar orang lain bisa paham dan mengerti apa maksud pembicaraannya itu...Saya ketika itu juga berusaha untuk sabar dan telaten mendampingi Mas Abit yang memang membutuhkan pendampingan lebih dibandingkan teman-temannya yang lain...Satu hal yang bisa terlihat itu selain dari berbicaranya Mas Abit yang kurang jelas, tulisan Mas Abitpun juga seringkali kehilangan huruf di akhir kata, misalnya, kata pulang, itu biasanya huruf “ng-nya” hilang karena sesuai dengan apa yang Mas Abit ucapkan...Sampai suatu ketika saya baru mengetahui dari ibundanya Mas Abit kalau Mas Abit itu mengalami keterlambatan berbicara sewaktu kecil. Mas Abit baru bisa berbicara ketika menginjak usia 4 tahun...Ya Allah...tak terasa air mata saya hampir menetes ketika itu...Subhanallah...betapa ayah dan ibundanya Mas Abit ini sungguh luar biasa...dengan kasih syang, kesabaran, keikhlasan serta ketelatenannya mendampingi hari-hari Mas Abit...Masih lekat dalam ingatan saya kalau Mas Abit dengan keterbatasannya itu sering merasa tidak percaya diri (minder) dan sangat sensitif ketika diingatkan teman-temannya...Mas Abit lebih sering beranggapan kalau teman-temannya itu “mengejek” atau selalu menyalahkannya sehingga Mas Abit kadang belum bisa menerima ketika diberikan masukan atau nasehat oleh teman-temannya...Meski skill saya untuk mendidik anak-anak masih terbatas...saya berusaha untuk lebih banyak bersabar dan senantiasa bersikap ramah serta menjadi tempat curahan hati bagi Mas Abit...Sikap ramah itulah yang saya jadikan modal utama dalam menjalin kedekatan hati dengan anak-anak...Hampir setiap hari saya berusaha memberikan pemahaman kepada Mas Abit bahwa teman-temannya itu sangat sayang dan perhatian kepada Mas Abit, ketika mereka menasehatipun itu untuk kebaikan Mas Abit...Saya juga berusaha memotivasi tingkat kepercayaan diri Mas Abit agar tidak merasa “minder” di hadapan teman-temannya, selalu berani untuk tampil ke depan. Biasanya dengan reward berupa snack seperti wafer saja itu sudah sangat membuat Mas abit tertawa dan bahagia...Tidak lupa Mas Abit selalu mengucapkan “terima kasih” ketika mendapat rewar dari saya...Saya juga sempatkan waktu untuk “home visit ke rumah Mas Abit waktu itu...Ketika saya sampai di rumahnya, awalnya Mas Abit terlihat malu-malu bertemu saya...namun lama-kelamaan terlihat senyum bahagia di raut muka Mas Abit...Ketika bertemu dengan saya di sekolahpun,Mas Abit sangat senang dan bercerita ke teman-temannya kalau Ustdzah Nurul kemarin ke rumahku...hehehee...Saya juga menjadikan teman-teman Mas Abit sebagai patner kerja saya...Saya berusaha memahamkan kepada anak-anak yang lainnya agar bisa belajar “memahami” Mas Abit dengan segala kelebihan serta kekurangannya...Saya juga bercerita kepada teman-teman Mas Abit kalau Mas Abit itu mengalami keterlambatan dalam berbicara di usia 4 tahun...Ketika mendengar cerita saya, teman-teman yang lainnyapun ikut bersimpati dan berempati dengan kondisi Mas Abit...Alhamdulillah..ketika ada kegiatan bersama seperti ‘Rabu Ekspresi” itu, ketika hari berbahasa, Ustadz Gusdul yang mengajarkan kosa kata Bahasa Inggris, memberikan tantangan kepada anak-anak untuk berani maju ke depan...Tanpa diduga, Mas Abit dengan semangatnya berani maju ke depan pertama meskipun jawabannya belum betul...Alhamdulillah...segala puji bagiMu Ya Allah...Robb semesta alam...Alhamdulillah, anak-anak selalu membantu jika Mas Abit kesulitan dalam belajar...Mbak Salsa yang dengan sabarnya ikut membantu menjelaskan beberapa materi kepada Mas Abit...Bahkan ketika kegiatan outdoor seperti outbond itupun, yang Mas Abit sangat takut dengan ketinggian seperti ketika “Fling fox” itupun dengan motivasi yang kuat dari teman-temannya lama-kelamaan punya keberanian meski harus dengan sedikit dipaksa dan dengan berderai air mata...Teman-temannya sangat semangat berteriak...”Ayoo...Abit...kamu pasti bisa...ayooo...Abit...kamu pasti berani...Ayooo Abit...Semangaaaatttt...
Masya Allah...Terima kasih Ya Robb...Engkau yang telah memberikan “nur” (cahaya) di hati anak-anak ini yang dengan “Cahaya Ilahiyah” itu sehingga “Cahaya Islam” itu menjadi “Energi-energi keshalihan” yang terpancar dari hati anak-anak kami yang dengan segala kelebihan serta kelemahannya...kami sebagai pendidik bisa Engkau berikan kekuatan lahir dan batin untuk mendampingi serta membersamai anak-anak didik kami untuk terus-menerus berproses menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik yang Insya Allah kelak menjadi para generasi-generasi Robbani penerus masa depan Islam...Aamiin Yaa Robb...Salah satu hal yang tak akan pernah terlupakan ialah ketika ayah dan bundanya Mas Abit menyampaikan kata-kata ajaib dan benar-benar menyentuh bagi saya ketika di akhir penghujung kenaikan kelas 2...
“Terima kasih ustadzah...sudah membersamai Mas Abit tumbuh...”
Rasanya hati ini “cessss””...laksana hujan yang turun membasahi bumi...Air mata saya pun ikut menetes...Bibir say langsung bertasbih menyebut AsmaNya...’Robbanaa maa khalaqta haadzaa baathila Subhaanakafaqinaa ‘adzaa bannaar...” Ya Allah..Tidaklah Engkau menciptakan segala sesuatu itu dengan sia-sia....”  

Share

You may also like

Tidak ada komentar